BERITA BANTUL - Siapa yang tidak kenal dengan WS Rendra sastrawan yang sangat luar biasa dan karya-karyanya begitu fenomenal.
Beliau adalah penyair ternama yang kerap dijuluki dengan sebutan "Burung Merak". Rendra juga orang yang telah mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan telah melahirkan banyak seniman terkenal.
Seperti Sitok Srengenge, Radhar Panca Dahana, Adi Kurdi dan lain-lain. Namun Bengkel Teater itu akhirnya kocar kacir karena tekanan politik dan Rendra memindahkannya ke Depok pada tahun 1985.
Baca Juga: Puisi Gus Mus: Pesona, Berisi Tentang Dahsyatnya Malam Lailatul Qadar
Berikut dirangkum BeritaBantul.com dan kanal YouTube Ilalang Kota, Yang membacak bait-bait Rendra yang berjudul:
Sajak Peperangan Abimanyu
(W.S. Rendra) Jakarta, 2 September 1977
Ketika maut mencegatnya di delapan penjuru.
Sang ksatria berdiri dengan mata bercahaya.
Hatinya damai,
di dalam dadanya yang bedah dan berdarah,
karena ia telah lunas
menjalani kewjiban dan kewajarannya.
Setelah ia wafat
apakah petani-petani akan tetap menderita,
dan para wanita kampung
tetap membanjiri rumah pelacuran di kota ?
Itulah pertanyaan untuk kita yang hidup.
Tetapi bukan itu yang terlintas di kepalanya
ketika ia tegak dengan tubuh yang penuh luka-luka.
Saat itu ia mendengar
nyanyian angin dan air yang turun dari gunung.
Perjuangan adalah satu pelaksanaan cita dan rasa.
Perjuangan adalah pelunasan kesimpulan penghayatan.
Di saat badan berlumur darah,
jiwa duduk di atas teratai.
Ketika ibu-ibu meratap
dan mengurap rambut mereka dengan debu,
roh ksatria bersetubuh dengan cakrawala
untuk menanam benih
agar nanti terlahir para pembela rakyat tertindas
dari zaman ke zaman
Baca Juga: 10 Pantun Tentang Semangat Bekerja, Baca Ketika Sedang Bosan dan Malas Dalam Mencari Rupiah
Demikian puisi yang berjudul Sajak Peperangan Abimanyu, baca dan resapi apa makna yang terkandung pada puisi diatas.***