Baca Juga: Susunan Lengkap Pengurus Pimpinan Pusat IPPNU Periode 2023-2025, Ketumnya Whasfi Velasufah
Kebanyakan buku-buku tentang tema ini disajikan secara berat sehingga hanya dibaca oleh kalangan terbatas.
Akan tetapi, kalau disajikan dalam bentuk novel, tema tersebut bisa dibaca oleh masyarakat yang lebih luas.
Hal itu disampaikan oleh Muyassarotul Hafidzoh, penulis buku yang sekaligus menjadi pemateri utama dalam acara bedah buku tersebut.
“Untuk mengedukasi masyarakat lebih luas terkait perempuan yang mengalami korban kekerasan seksual akan bisa lebih mudah kalau buku yang disajikan berupa novel,” tutur perempuan yang akrab disapa Muyas tersebut.
Baca Juga: Syair KH Ali Maksum Penuh Hikmah dan Menyentuh Hati, Diterjemahkan Gus Mus dengan Indah
Muyas juga berkisah bahwa novelnya tersebut pernah memberikan motivasi kepada salah seorang pembacanya yang juga menjadi korban kekerasan.
“Saya merasa bahagia bahwa dulu pernah ada perempuan korban kekerasan seksual yang putus asa dan hampir mengakhiri hidupnya, namun itu tidak dilakukan setelah ia membaca novel ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Supriyadi yang kala itu menjadi pembedah mengungkapkan bahwa perempuan itu pada dasarnya sama dengan laki-laki sebagai makhluk.
“Perempuan itu sama seperti laki-laki sebagai makhluk Allah. Kaum perempuan itu pada hakikatnya tidak ingin mendominasi, merasa lebih unggul, dan melebihi kaum laki-laki. Mereka hanya ingin hidup bersama dan saling melengkapi,” terangnya Supriyadi.