BUDAYA - Puisi Selamat Tahun Baru Karya Gus Mus, Indah Penuh Renungan yang Menggugah Jiwa.
KH. Ahmad Mustofa Bisri atau lebih sering dipanggil dengan Gus Mus adalah pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang.
Gus Mus juga seorang intelektual muslim (cendekiawan), sastrawan, seniman, dan budayawan, Beliau merupakan kiai yang nyeni.
Baca Juga: Arti atau Makna Tahun Menutur Kamus Besar Bahasa Indonesia, KBBI
Salah satu karya Gus Mus adalah puisi yang berjudul selamat tahun baru kawan. Puisi ini Gus Mus bercerita tentang merayakan bersukaria bersama kawan kawan.
Sehingga puisi sangat cocok untuk dibacakan sambut tahun baru dan jadi renungan dahsyat melangkah di masa depan selama satu tahun.
Simak puisi selamat tahun baru kawan karya Gus Mus, berikut ini.
Selamat Tahun Baru Kawan
Kawan, sudah tahun baru lagi
Belum juga tibakah saatnya kita menunduk memandang diri sendiri
Bercermin firman Tuhan, sebelum kita dihisab-Nya
Kawan siapakah kita ini sebenarnya?
Muslimkah, mukminin, muttaqin,
kholifah Allah, umat Muhammadkah kita?
Khoirul ummatinkah kita?
Atau kita sama saja dengan makhluk lain atau bahkan lebih rendah lagi
Hanya budak perut dan kelamin
Iman kita kepada Allah dan yang ghaib rasanya lebih tipis dari uang kertas ribuan
Lebih pipih dari kain rok perempuan
Betapapun tersiksa, kita khusyuk didepan masa
Dan tiba tiba buas dan binal disaat sendiri bersama-Nya
Syahadat kita rasanya lebih buruk dari bunyi bedug,atau pernyataan setia pegawai rendahan saja.
Kosong tak berdaya.
Shalat kita rasanya lebih buruk dari senam ibu-ibu
Lebih cepat dari pada menghirup kopi panas dan lebih ramai daripada lamunan 1000 anak pemuda.
Doa kita sesudahnya justru lebih serius memohon enak hidup di dunia dan bahagia di surga.
Puasa kita rasanya sekadar mengubah jadual makan minum dan saat istirahat, tanpa menggeser acara buat syahwat, ketika datang rasa lapar atau haus.
Kita manggut manggut, ooh...beginikah rasanya dan kita sudah merasa memikirkan saudara saudara kita yang melarat.
Zakat kita jauh lebih berat terasa dibanding tukang becak melepas penghasilanya untuk kupon undian yang sia-sia.
Kalaupun terkeluarkan, harapan pun tanpa ukuran upaya-upaya Tuhan menggantinya lipat ganda
Haji kita tak ubahnya tamasya menghibur diri, mencari pengalaman spiritual dan material, membuang uang kecil dan dosa besar.