BERITA BANTUL - Siapa yang tidak kenal sosok sastrawan yang sangat luar biasa yang karya-karyanya sudah fenomenal
Namanya Ws Rendra, sastrawan yang sangt kritis dan membuat bait-bait indah untuk menjadi kisahnya.
Sejak masih muda beliau sudah sering menulis puisi, skenario drama, menulis cerpen, dan esai sastra di media massa.
Baca Juga: Puisi Pamflet Cinta Karya Ws Rendra, Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku
W.S. Rendra yang memiliki nama asli Willibrordus Surendra Broto Rendra adalah seorang sastrawan berkebangsaan Indonesia yang lahir di Solo, Hindia Belanda, 7 November 1935 dan meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun.
Berikut dirangkum BeritaBantul.com dari kanal YouTube Ilalangkota, yang membacakan bait-bait yang berjudul:
Sajak Seorang Tua Untuk Isterinya
(W.S. Rendra) Sajak-sajak sepatu tua,1972.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kau kenangkan encokmu
kenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilang
Dan juga masa depan kita
yang hampir rampung
dan dengan lega akan kita lunaskan.
Kita tidaklah sendiri
dan terasing dengan nasib kita
Kerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.
Suka duka kita bukanlah istimewa
kerna setiap orang mengalaminya.
Baca Juga: Puisi Thank You Allah, Mengingatkan Kepada Kita Semua Atas Kenikmatan Hidup yang Diberikannya
Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduh
Hidup adalah untuk mengolah hidup
bekerja membalik tanah
memasuki rahasia langit dan samodra,
serta mencipta dan mengukir dunia.
Kita menyandang tugas,
kerna tugas adalah tugas.
Bukannya demi sorga atau neraka.
Tetapi demi kehormatan seorang manusia.
Kerna sesungguhnyalah kita bukan debu
meski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.
Kita adalah kepribadian
dan harga kita adalah kehormatan kita.
Tolehlah lagi ke belakang
ke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya.
Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.
Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.
Sembilan puluh tahun yang selalu bangkit
melewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.
Dan kenangkanlah pula
bagaimana kita dahulu tersenyum senantiasa
menghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita.
Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.
Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.
Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.
Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,
nasib, dan kehidupan.
Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warna
Kenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.
Kita menjadi goyah dan bongkok
kerna usia nampaknya lebih kuat dari kita
tetapi bukan kerna kita telah terkalahkan.
Aku tulis sajak ini
untuk menghibur hatimu
Sementara kaukenangkan encokmu
kenangkanlah pula
bahwa kita ditantang seratus dewa.
Baca Juga: Puisi 'Gugur' Karya Ws Rendra, Baca dan Resapi Bagaimana Ia Merangkak di Atas Bumi yang Dicintainya
Demikian Puisi diatas, baca dan resapi, sehingga anda dapat memahami yang terkandung dalam puisi diatas.***