Malam Idul Fitri Tanpa Uang yang Dialami KH Maimoen Zubair

- 29 April 2022, 14:40 WIB
Mbah Maimoen Zubair Pendiri Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang
Mbah Maimoen Zubair Pendiri Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang /facebook/udin/

BERITA BANTUL - Malam Idul Fitri adalah keberkahan yang luar biasa. Malam bahagia karena diberi anugerah Ramadhan yang luar biasa.

KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) punya pengalaman khusus di malam Idul Fitri, yakni kisah saat dirinya masih muda dan membina keluarga mudanya.

Mbah Moen yang dikenal luas dengan keilmuan dan karomahnya itu juga mempunyai masa sulit dan itu terjadi di malam bahagia, Idul Fitri.

Baca Juga: Ini Doa Menjadi Wali yang Dibaca Mbah Moen Saat Thowaf Jam 3 Pagi

Dijelaskan santri Sarang, Ustadz Wahyudi (kanthongumur) menjelaskan bahwa santri Al-Anwar setelah periode tahun 2000 banyak menyaksikan tentang kehidupan Mbah Maimoen yang sudah lumayan mapan secara ekonomi.

Tetapi apakah kehidupan beliau tiba-tiba saja mapan?.

Tidak, kehidupan beliau terutama dalam kehidupan berkeluarga juga dimulai dengan nol.

Dikisahkan, pernah pada suatu malam Idul Fitri, Mbah Moen sama sekali tidak mempunyai beras untuk digunakan sebagai zakat fitrah.

Bahkan Mbah Moen tidak mempunyai uang sedikit pun untuk membeli sekedar untuk jajan Idul Fitri, sedangkan waktu itu putra-putri beliau masih kecil-kecil.

Malam hari raya itu berjalan sampai pertengahan, dengan tetap tanpa ada yang membantu.

Baca Juga: Suara Langit Mbah Moen Sarang: Yen Pengen Ngalim Yo Ngaji

Setelah pertengahan malam, Syaikhona Maimoen Zubair pun melaksanakan shalat tahajjud. Dalam sholat itu, beliau membaca berulang surat Al-Waqi'ah. 

Pertolongan Yang Maha Kuasa seringkali datang pada waktu seseorang sudah sangat terpepet dan seolah-oleh hendak berputus asa. 

Dan pertolongan itu pun datang pada waktu yang tepat.

مستهم البأساء والضراء وزلزلوا حتى يقول الرسول والذين آمنوا معه متى نصر الله، ألا إن نصر الله قريب.

Pada saat subuh tiba, ada seseorang yang mengetuk pintu rumah beliau. Orang itu datang dengan membawa beras yang cukup untuk menunaikan zakat fitrah dan juga membawa sesuatu yang bisa digunakan untuk membeli jajan dan kebutuhan untuk Idul Fitri.

Mbah Maimoen juga bercerita bahwa dulu pada tahun enam puluhan, makanan sehari-hari beliau dan keluarga adalah "Sredek", ketela pohon yang diparut kemudian dikeringkan agar awet.

Baca Juga: Ditunggu di Makam Wali Besar, Karomah Mbah Moen Disaksikan Supir Taksi Mesir

Parutan ketela itu kemudian dimasak kukus, setelah matang kemudian dicampur dengan parutan kelapa.

Saat masih kecil dulu, Wakil Gubernur Jawa Tengah Bapak Taj Yasin Maimoen dan adik beliau Gus Idror Maimoen sarapan seringkali hanya dengan nasi putih dengan lauk telor setengah matang yang dicampur dengan kecap.

Padahal waktu itu sudah memasuki tahun delapan puluhan. Ibunda mengatakan bahwa makanan itu menambah kecerdasan anak.

Gus Taj Yasin Maimoen bercerita bahwa dulu juga ikut membantu ibunda membuat es lilin untuk dijual.

Dari dulu makanan keseharian Mbah Maimoen memang apa adanya, tetapi bila ada tamu orang khusus semisal ulama' dan pejabat negara, maka beliau akan membeli sate kambing maupun sate ayam sebagai penghormatan atas kunjungan tamu tersebut.

Saat awal pernikahan dulu, Mbah Maimoen juga belum mempunyai bantal untuk tidur.

Baca Juga: Waliyullah Makkah yang Sering Bertemu Nabi Khidir, Mbah Moen Buka Rahasianya yang Menakjubkan

Begitu pula dengan kendaraan, pertama kali beliau membeli Vespa ereg-ereg. Setelah itu membeli mobil pickup doplak, kemudian kijang hijau daun, kemudian kijang warna putih.

Saat beliau mempunyai kijang warna putih, mobil ini juga digunakan untuk mengantar santri yang sakit. Semua adalah kendaraan bekas yang dibeli secara kontan.

Setelah itu beliau sedikit demi sedikit berganti kendaraan mulai dari Katana, BMW, Baleno, Mersi, Honda CRV kemudian Mazda.

Setelah itu baru kemudian mempunyai Alphard. Dua kendaraan terakhir ini dibeli baru dengan kontan.

Mobil yang lumayan bagus itu dimiliki beliau setelah beliau sudah mulai berumur sepuh.

Suatu saat ada seorang santri beliau yang sudah berumah tangga berkata kepada beliau:

"Mbah, Njenengan itu sudah sepuh. Agar perjalanan njenengan nyaman, maka sudah pantas njenengan memiliki mobil yang nyaman".

Saat membelikan kendaraan putra-putri beliau yang sudah menikah, beliau biasanya membelikan mobil bekas. Hal itu memberikan pelajaran tentang kesederhanaan.

Baca Juga: Diceritakan Sambil Menangis, Ternyata Ini Cita-cita Terakhir Mbah Moen yang Menggetarkan

Artinya beliau memberikan modal pertama berupa kendaraan bekas, walaupun setelah itu tetap membuka kesempatan untuk mengembangkan sehingga dimungkinkan bisa membeli mobil baru.

Gus Rojih bercerita bahwa kakek beliau Mbah Maimoen dawuh:

"Kowe tak tukokno montor elek-elekan Yo. Nek mbangun omah ojo apik-apik". (Kamu saya belikan mobil bekas ya, bila kamu membangun rumah, jangan terlalu megah).

Syaikhona Maimoen dulu pernah bekerja dengan membeli padi hasil panen Sarang. Padi kering itu kemudian dibawa ke Pati untuk dijadikan beras.

Karena waktu itu di daerah Rembang belum ada penggilingan padi. Setelah menjadi beras, kemudian dijual di toko.

Beliau juga pernah berdagang sapi di pasar hewan Kragan Rembang beberapa waktu. Dan bahkan pernah menjadi kepala pasar Sarang selama sepuluh tahun.

Beliau juga pernah bekerja sebagai kepala TPI tempat pelelangan ikan Sarang Rembang.

Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD kabupaten Rembang selama 7 tahun.

Baca Juga: Melipat Waktu ke Makam Imam Syadzili Mesir, Karomah Mbah Moen Disaksikan Langsung Santrinya

Pada tahun tujuh puluhan setelah beliau berumur empat puluh tahun, para santri banyak datang dan meminta menetap.

Akhirnya beliau meninggalkan semua ikhtiar mencari rizki dan fokus mengurus pondok pesantren yang dulunya hanya sebuah tanah kosong di depan rumah beliau.

Di tanah itu didirikan Musholla kecil dan kamar santri.

Setelah sekitar tujuh tahun setelah itu, beliau diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah selama tiga periode.

Dan setelah tahun sembilan delapan, Mbah Maimoen sudah tidak menjabat jabatan apa pun di dalam pemerintahan. Yaitu pada saat beliau berumur enam puluh sembilan tahun.

Waktu saya datang ke pondok tahun dua ribu tiga, sampai pada tahun dua ribu sebelas tamu juga tidak terlalu banyak yang sowan ke Yai.

Mulai dua ribu dua tiga belas sampai puncaknya tahun dua ribu sembilan belas, banyak tamu berdatangan mulai dari perseorangan sampai rombongan, dan mulai masyarakat pada umumnya maupun para Syaikh dari dalam dan luar negeri serta para pejabat.

Baca Juga: Kuasai 27 Bahasa Asing, Ayahanda Habib Luthfi Juga Hafal Qur'an Qiroah Sab'ah

Begitulah, bahwa kehidupan para kekasih Allah di dunia dipenuhi oleh perjuangan yang sangat lama, dan Allah memberikan sedikit kemenangan di akhir hayatnya dan biasanya tidak terlalu lama agar tidak mengurangi kenikmatan yang disediakan untuk para kekasih Allah di akhirat nanti.

وللآخرة خير لك من الأولى.

Pernah suatu ketika Mbah Maimoen dawuh kepada Ustadz Wahyudi (kanthongumur) saat beliau melihat santri yang semakin banyak dan tamu yang datang terus menerus.

"Piye cong menurutmu?." (Bagaimana nak menurutmu).

Ustadz Wahyudi  saat itu saya teringat surat An-Nashr. Kemudian dirinya menjawab:

إذا جاء نصر الله والفتح، ورأيت الناس يدخلون في دين الله أفواجا، فسبح بحمد ربك واستغفره إنه كان توابا

Mendengar jawaban kanthongumur, Mbah Moen hanya terdiam dan melihat dengan pandangan yang jauh.

Baca Juga: Sanad Silsilah Ilmu KH Maimoen Zubair Sarang Sampai Rasulullah SAW

Dalam Al-Qur'an Allah selalu menceritakan masa-masa sulit para Nabi terdahulu sebagai pelajaran bahwa kita melihat orang hebat bukan hanya dari segi kesuksesannya saja, namun yang lebih penting kita bisa meniru perjuangannya dan masa-masa sulitnya

Semoga kita bisa meniru dan meneladani.

Demikian dikutip dari facebook Kanthongumur yang diunggah pada 27 Juni 2020.***

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah