BERITA BANTUL – Kata-kata monumental yang indah Al Hallaj sebelum dieksekusi, peristiwa sebelum menghadap Sang Kekasih.
Al Hallaj adalah seorang mistikus Islam yang menuai banyak kontroversi di kalangan umat Islam.
Pada masanya, meskipun dikelan sebagai seorang sufi agung, tetap saja pandangan negatif menaunginya lantaran pemahaman yang sangat kaku dan linteralis.
Oleh karena itulah Al Hallaj menemui ajalnya dalam sebuah eksekusi yang disaksikan oleh khalayak.
Baca Juga: Goethe Belajar Islam; Apakah Dia Menjadi Pengikut Agama Muhammad?
Tanggal 27 Maret 922, vonis mati atas Al Hallaj dilaksanakan di hadapan ribuan pasang mata merah yang terus meradang dan tak henti berteriak histeris.
Yel-yel “Allah Akbar, Allah Akbar, Allah Akbar” pun menggelegar. Suaranya memenuhi udara di sekitarnya.
Sejumlah ulama fikih, hadis, dan kalam hadir menjadi saksi. Para ahli fikih literalis ketat dan para hakim yang memvonis mati berdiri paling depan.
Sejumlah sufi besar juga hadir, meski memperlihatkan sikap dan suasana batin yang berbeda, menyaksikan peristiwa paling dramatis ini.
Para sufi yang hadir, antara lain, untuk menyebut beberapa saja, adalah Abu Al Qasim Al Junaidi, Abu Bakar Al Syibli, dan Ibrahim bin Fatik. Nama terakhir ini adalah sahabat setia yang selalu menemani Al Hallaj di penjara.
Tak jelas bentuk hukuman mati untuk Al Hallaj itu, apakah di tiang gantungan, dipenggal, atau disalib di pelepah kayu keras. Mungkin tak penting betul untuk dijawab.
Yang populer adalah bahwa dia dipenggal lehernya sesudah mati digantungan.
Beberapa menit menjelang kematiannya, meski tubuhnya dililit rantai besi, Al Hallaj berdiri tegak dan dengan riang, seperti akan bertemu Kekasih, menengadahkan wajahnya ke langit biru yang bersih, seakan siap menyambut kedatangannya.
Dia menyampaikan kata-kata monumental yang indah beberapa saat sebelum napasnya pergi dan kembali kepada Tuhan.
Oh Tuhan, lihatlah, hamba-hamba-Mu telah berkumpul.
Mereka menginginkan kematianku demi membela-Mu dan untuk lebih dekat dengan-Mu.
Oh Tuhan, ampuni dan kasihi mereka.
Andai saja Engkau menyingkapkan kelambu wajah-Mu kepada mereka sebagaimana Engkau singkapkan kepadaku, niscaya mereka tak akan melakukan ini kepadaku.
Andai saja Engkau turunkan kelambu wajah-Mu dariku, sebagaimana Engkau menurunkannya dari wajah-wajah mereka, niscaya aku tak akan diuji seperti ini.
Hanya Engkaulah Pemilik segala puji atas apa yang Engkau lakukan. Hanya engkaulah pemilik segala puji atas apa yang Engkau kehendaki.
Setelah itu, dia bergumam lirih:
Bunuhlah aku, O, Kekasihku
Kematianku adalah hidupku
Kematianku ada dalam hidupku
Hidupku ada dalam kematianku.
Ketiadaanku adalah kehormatan terbesar
Hidupku seperti ini tak lagi berharga
Bunuhlah aku, bakarlah aku
Bersama tulang-tulang yang rapuh
Baca Juga: Kedalaman Makna Ayat Kursi, Begini Tafsirnya menurut Al-Hallaj
Suasana senyap. Al Hallaj diam. Abu Al Harits Al Sayyaf, sang algojo, melangkah gagah dengan wajah amat angkuh, mendekati Al Hallaj.
Dia menampar pipinya dan memukul hidungnya begitu keras hingga darah hidung mengaliri jubahnya.
Al Hallaj, kata para saksi, sungkem kepada Tuhan:
Tuhanku, kini aku telah berada di Rumah Idaman. Aku melihat betapa banyak keindahan yang mengagumkan.
Al Hallaj segera naik kursi yang di atasnya sudah dipasang tali yang akan menjerat lehernya. Dia lalu memasukkan kepalanya ke lingkar tali itu.
Segera sesudah itu kursi ditarik, dan Al Hallaj pun terkulai. Si algojo segera mengayunkan pedangnya dan menebas leher Al Hallaj.
Tubuh itu pun dimutilasi dan dibakar sampai menjadi abu. Abu tersebut ditebarkan di sungai Tigris.
Tulisan ini dilansir dari status Husein Muhammad yang diunggah di akun Facebook pribadinya pada 21 November 2018.***