SYAIR PUISI - Seribu Masjid Satu Jumlahnya, Puisi Cak Nun tentang Dahsyatnya Getaran Ruhani Rumah Allah.
Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun dalam karya-karya selalu mengajak refleksi dan merenungkan hakikat diri dan hakikat kehidupan.
Dalam puisi berjudul Seribu Masjid Satu Jumlahnya ini, Cak Nun hadir sebagai seorang sufi yang mampu merangkai kata-kata puitis romantis.
Baca Juga: Gus Baha Bocorkan Rahasia Pintu Masuk Surga dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib
Untaian kata yang tersusun rapi menjadi kalimat-kalimat selalu membuat pembacanya merenung, menyelami pusat pikiran dan kedalaman diri.
Cak Nun tidak tertalu menggunakan diksi-diksi ulit dalam puisinya. Ia menggunakan diksi umum yang sederhana, tidak ada yang kata yang sulit diartikan.
Akan tetapi rangkaian kata yang dibuatnya menjadi kalimat-kalimat indah penuh makna.
Pesan moral yang disampaikan dalam puisi ini sungguh mewakili masyarakat dalam nilai religius.
Cak nun menggungkap nilai keagamaan yang ada pada masyarakat indonesia. Nilai sosial ini merupakan tema-tema yang biasa digunakan Cak Nun dalam puisi-puisinya.
Simak selengkapnya syair Seribu Masjid Satu Jumlahnya, Puisi Cak Nun tentang Dahsyatnya Getaran Ruhani Rumah Allah.
Baca Juga: Cak Nun Ajarkan Bahwa Hidup Itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem
Seribu Masjid Satu Jumlahnya
Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Tak boleh hilang salah satunya
Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu
Baca Juga: Gus Baha Tak Pernah Berpikir Agar Dihormati Orang Lain, Ternyata Rahasia Terungkap di Sini
Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati
Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Baca Juga: Tarif Mengundang Cak Nun dan Kiai Kanjeng Berapa? Cek Langsung Penjelasan Emha Ainun Najib
Mungkin di hati kita
Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkan nama Allah ta’ala
Kita diajari mengenali-Nya
Di dalam masjid batu bata
Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna
Tubuh kita bertakbir
Ruh mengagumi-Nya tanpa suara
Ruh bersembahyang tanpa gerak
Menjerit dengan mulut sunyi
Baca Juga: Khasiat Baca La Haula Wala Quwwata Illaa Billah Menurut Habib Novel Alaydrus, Rasakan Dahsyatnya
Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita dzikir-kan
Masjid badan gampang binasa
Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya
Lima
Masjid ruh kita bawa ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya
Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya
Jika kita berumah di masjid ruh
Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita
Baca Juga: Ketika Engkau Bersembahyang, Puisi Cak Nun Emha Ainun Najib tentang Makna dan Hakikat Kehidupan
Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita
Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
Baca Juga: Profil Singkat Sayyidina Husein Cucu Rasulullah SAW, Karbala Jadi Saksi Kepalanya Terpengggal
Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua
Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan
Maka hanya bagi orang yang waspada
Dua masjid menjadi satu jumlahnya
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sejuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sesekali kita pertengkarkan soal bid’ah
Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali
Para pemimpin saling bercuriga
Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model Imamah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
Baca Juga: Ini Sosok Guru Spiritual Cak Nun dan Jokowi, Dari Umbu Landu Paranggi Hingga Gus Karim
Seribu orang mendirikan satu masjid badan
Satu orang membangun seribu masjid ruh
Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh
Seribu masjid tumbuh dalam sejarah
Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan
Allah itu mustahil kalah
Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya ‘Alal Falah!
(Puisi Khilafah 1987)
Demikian syair Seribu Masjid Satu Jumlahnya, Puisi Cak Nun tentang Dahsyatnya Getaran Ruhani Rumah Allah.***