Hukum Melakukan Puasa Patigeni, Ada Ketentuannya, Boleh Asal Tidak Seperti Ini

- 22 Juli 2022, 14:00 WIB
Hukum Melakukan Puasa Patigeni, Ada Ketentuannya, Boleh Asal Tidak Seperti Ini
Hukum Melakukan Puasa Patigeni, Ada Ketentuannya, Boleh Asal Tidak Seperti Ini /

BERITA BANTUL - Hukum melakukan puasa patigeni, ada ketentuannya asalkan tidak melanggar hal ini.

Amalan puasa patigeni adalah melakukan puasa tidak makan dan tidak minum selama satu hari penuh, yakni selama 24 Jam.

Selain puasa Ramadhan dan puasa Nadzar dalam agama Islam hanya ada puasa sunnah. Seperti puasa senin kamis, puasa Arafah, Asyura dan lain sebagainya.

Baca Juga: Bolehkah Puasa Tanpa Melaksanakan Sahur? Berikut Ini Hukum dan Penjelasannya

Sebagaimana dikutip Beritabantul.com dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB. Berikut keterangan tentang puasa patigeni.

Puasa menaun hukumnya sunah jika tidak membahayakan tubuh atau menjadikan terlupakannya hak-hak Allah seperti kewajiban shalat, menuntut ilmu, dll.

Setiap puasa yang dilakukan sesuai dengan hukum syara’ yang tidak tuntunan pelaksaannya, masuk dalam kategori puasa sunah mutlak, dan niatnya adalah puasa mutlak.

Dalam puasa sunah mutlak (yang tidak terkait dengan puasa wajib dan sunah), cara niatnya cukup dengan niat yang mutlak (umum), sebagaimana niat pada salat sunah mutlak.

Meskipun letak niatnya sebelum dzuhur, dan tidak boleh setelah dzuhur. Karena Rasulullah Saw suatu hari berkata pada Aisyah: “Apa ada sarapan pagi?”.

Aisyah menjawab: “Tidak ada.” Nabi berkata: “Kalau begitu saya puasa.” Aisyah menyebutkan: Suatu hari yang lain Nabi bertanya pada saya: “Apa ada sarapan pagi?.

Baca Juga: Suntik Obat Saat Bulan Puasa? Berikut Penjelasan dan Dasar Hukumnya, Ternyata Tidak Batal

Saya menjawab:“Ada.” Nabi berkata:“Kalau begitu saya tidak puasa, meski saya perkirakan berpuasa.”

Sedangkan puasa patigeni (puasa 24 jam) tidak termasuk puasa wishal yang dilarang oleh Rasullah Saw. karena puasa wishal yang dilarang adalah berpuasa selama 2 hari (48 jam).

Rasul bersabda: Janganlah kalian melakukan puasa wishal. Barangsiapa diantara kalian ingin melakukan wishal, maka lakukanlah hingga waktu sahur (sehari semalam). Para sahabat bertanya: Anda juga melakukan wishal, wahai Rasul? Rasul menjawab: Saya tidak sama dengan kalian. Di saat malam, ada yang memberi makan dan minum kepada saya.” (HR Bukhari)

Para ulama madzhab Syafii menjelaskan bahwa hakikat puasa wishal yang dilarang adalah puasa dua hari atau lebih tanpa mengkonsumsi makanan dan minuman.

Jika seseorang mengkonsumsi makanan atau minuman sedikit saja, maka tidak disebut wishal. Diantara ulama yang menjelaskan bentuk puasa wishal seperti definisi ini adalah Al Mawardi, Salim Al Razi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Haramain dan lain lain.

Baca Juga: KUPAS TUNTAS WETON Jumat Kliwon Menurut Primbon Jawa, Mistis, Rezeki, Jodoh dan Masa Depan

Diantara perbuatan maksiat tubuh adalah puasa wishal meskipun untuk puasa sunah. Sebab Rasulullah melarang jenis puasa seperti ini.

Sebagaimana diterangkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Majmu’nya, puasa wishal adalah puasa selama dua hari atau lebih tanpa mengkonsumsi makanan secara sengaja dan tanpa udzur.

Imam Ruyani mengatakan bahwa bila seseorang melakukan puasa wishal tanpa bertujuan mendekatkan diri kepada Allah, maka dia tidak berdosa (boleh).”.

Dengan demikian, selama pelaksanaan puasa patigeni tidak mengandung hal-hal yang dilarang dalam agama, maka puasa tersebut termasuk puasa sunah mutlak.

Sementara itu menggabung niat beberapa puasa sunnah seperti puasa Arofah dan puasa senin/kamis adalah boleh dan dinyatakan mendapatkan pahala keduanya.

Baca Juga: Tangisan Imam Besar Kota Madinah Saat Buka Puasa, Ini Penyebabnya

Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Al-Kurdi. Bahkan menurut Imam Al-Barizi puasa sunnah seperti hari ‘Asyuro, jika diniati puasa lain seperti qadha ramadhan tanpa meniatkan pauasa Asyura’ tetap mendapatkan pahala keduanya.

Adapun puasa 6 hari bulan syawal jika digabung dengan qadha ramadhan, maka menurut imam Romli mendapatkan pahala keduanya. Sedangkan menurut Abu Makhromah tidak mendapatkan pahala keduanya bahkan tidak sah. ***

Editor: Ahmad Lailatus Sibyan

Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah