Kisah Fatimah Putri Rasulullah Sibuk Giling Tepung, Putranya Masih Bayi Menangis Keras, Langit Bergetar

20 Juli 2022, 08:57 WIB
Kisah Fatimah Putri Rasulullah Sibuk Giling Tepung, Putranya Masih Bayi Menangis Keras /facebook/udin/

BERITA BANTUL - Ini tentang kisah Fatimah Putri Rasulullah yang sibuk giling tepung, sementara putranya masih bayi menangis keras.

Fatimah putri Rasulullah menjalani kehidupan rumah tangga di tengah kesulitan yang berat, tapi tetap sabar menjalaninya dengan tulus ikhlas.

Keteladanan Fatimah putri Rasulullah menjadi panutan umat Islam sepanjang jaman, khususnya dalam hidup berkeluarga dan berjuang di jalan Islam.

Baca Juga: 3 Keteladanan Fatimah Putri Rasulullah dalam Berkeluarga, Sering Bekerja Bercucuran Keringat

Dalam riwayat dijelaskan bahwa betapa repotnya Sayyidah Fatimah sehari-hari mengurus kehidupan rumah tangganya.

Riwayat itu menyatakan sebagai berikut:

Pada satu hari Rasulullah SAW bersama sejumlah sahabat berada dalam masjid menunggu kedatangan Bilal bin Rabbah, yang akan mengumandangkan adzan sebagaimana biasa dilakukan sehari-hari.

Ketika Bilal terlambat datang, oleh Rasulullah ditegur dan ditanya apa sebabnya.

Bilal menjelaskan: "Aku baru saja datang dari rumah Fatimah. Ia sedang menggiling tepung. Al Hasan, puteranya yang masih bayi, diletakkan dalam keadaan menangis keras.

Baca Juga: Sayyidina Hasan Cucu Rasulullah Wafat Karena Diracun, Tidak Mungkin Ada Peran Muawiyah Kata Syekh Yusri Mesir

Kukatakan kepadanya, "Manakah yang lebih baik, aku menolong anakmu itu, ataukah aku saja yang menggiling tepung".

Sayyidah Fatimah menyahut: "Aku kasihan kepada anakku".

Gilingan itu segera kuambil lalu aku menggiling gandum. Itulah yang membuatku datang terlambat!"

Mendengar keterangan Bilal itu, Rasulullah berkata: "Engkau mengasihani dia dan Allah mengasihani dirimu!"

Hal-hal tersebut di atas adalah sekelumit gambaran tentang kehidupan suatu keluarga suci di tengah-tengah masyarakat Islam.

Kehidupan keluarga yang penuh dengan semangat gotong royong. Selain itu kita juga memperoleh gambaran betapa sederhananya kehidupan pemimpin-pemimpin Islam pada masa itu.

Baca Juga: Mimpi Dimarahi Sayyidina Husein Cucu Rasulullah, Ulama Ini Rasakan Kejadian yang Dahsyat

Itu merupakan contoh kehidupan masyarakat yang dibangun oleh Islam dengan prinsip ajaran keluhuran akhlak.

Itupun merupakan pencerminan kaidah-kaidah agama Islam, yang diletakkan untuk mengatur kehidupan rumah-tangga.

Rasulullah SAW, Imam Ali RA, dan Sayyidah Fatimah RA, ketiganya merupakan tauladan bagi kehidupan seorang ayah, seorang suami dan seorang istri di dalam Islam.

Hubungan antar anggota keluarga memang seharusnya demikian erat dan serasi seperti mereka.

Tak ada tauladan hidup sederhana yang lebih indah dari tauladan yang diberikan oleh keluarga Nubuwwah itu.

Padahal jika mereka mau, lebih-lebih jika Rasulullah sendiri mengehendaki, kekayaan dan kemewahan apakah yang tidak akan dapat diperoleh beliau?

Baca Juga: Rahasia Warga Mesir Sangat Mencintai Sayyidah Zainab Cucu Rasulullah

Tetapi sebagai seorang pemimpin yang harus menjadi tauladan, sebagai seorang yang menyerukan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan serta persamaan.

Rasulullah hadir sebagai orang yang hidup menolak kemewahan duniawi, beliau hanya mengehendaki supaya ajaran-ajarannya benar-benar terpadu dengan akhlak dan cara hidup umatnya.

Beliau mengehendaki agar tiap orang, tiap pendidik, tiap penguasa dan tiap pemimpin bekerja untuk perbaikan masyarakat.

Masing-masing supaya mengajar, memimpin dan mendidik diri sendiri dengan akhlak dan perilaku utama, sebelum mengajak orang lain.

Sebab akhlak dan perilaku yang dapat dilihat dengan nyata, mempunyai pengaruh lebih besar, lebih berkesan dan lebih membekas dari pada sekedar ucapan-ucapan dan peringatan-peringatan belaka.

Baca Juga: 3 Sosok Zainab Putri Sayyidina Ali, yang Wafat di Mesir Jadi Saksi Kasus Karbala

Dengan praktek yang nyata, ajakan yang baik akan lebih terjamin keberhasilannya. 

Keterangan tersebut dikutip dari buku 'Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib' karya H.M.H. Al Hamid Al Husaini yang diterbitkan Lembaga Penyelidikan Islam tahun 1981.***

Editor: Muhammadun

Tags

Terkini

Terpopuler