Mengapa Dalam Islam Ada Aswaja? Singgung Kegunaan Aswaja di Indonesia

22 November 2022, 23:10 WIB
80 Guru Madin Jateng Ikuti Pelatihan Cara Pengajaran Aswaja di Magelang /beritabantul.com/

Sebagai umat Islam pasti sudah sering mendengar kata “aswaja”. Namun, apakah sudah memahami apa itu aswaja? Apakah ajaran baru dalam Islam?

Sedikit menyinggung, bahwa aswaja bukanlah ajaran baru dalam Islam. Tetapi secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah wal jama’ah golongan yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.

Nah, jelas bukan maknanya bahkan aswaja juga memiliki prinsip yang selalu menjadi pegangan, apa saja? Simak selengkapnya di bawah ini.

Baca Juga: Memahami Amal Paling Utama Menurut Rasulullah SAW

Secara syubhat sudah ada di zaman Rasulullah meskipun belum ada istilah aswaja. Aswaja ini dipopulerkan oleh Al Maturidi dan Al Asy'ari. Berputar pada tiga kerangka bidang, yaitu: aqidah (mengikuti aqidah Al Maturidi dan Al Asy’ari), fiqih (mengikuti salah satu mazhab), dan tasawuf (mengikuti tasawuf Al Ghazali dan Al Junaedi).

Namun, jika hanya mengikuti tiga hal itu maka aswaja kesannya kaku, sebab hanya dipahami sebagai sebuah mazhab atau doktrin yang diikuti oleh para pengikutnya.

Sehingga di zaman sekarang aswaja dijadikan sebagai manhaj fikr (metode berpikir) yang diharapkan mampu menjawab segala persoalan hidup manusia.

Dengan demikian, kita perlu mengetahui siapa yang termasuk aswaja atau bukan, maka harus memiliki prinsip aswaja, diantaranya sebagai berikut ini.

Baca Juga: Kenapa Shalat Sunah Sering Dilakukan? Ini Jawabannya, Nomor 4 Bisa Bikin Kamu Semangat Ibadah

Pertama, tawasuth (moderat), yaitu sikap yang berada di tengah-tengah yang tidak cenderung ke kanan ataupun ke kiri.

Secara sederhana, kita sebagai manusia Allah dalam meraih segala sesuatu tentu bagi aswaja harus wajib berusaha dan berikhtiar sesuai dengan kemampuan yang diberikan Allah tidak hanya berdoa saja. Sebab doa tanpa usaha tidak sempurna begitupun sebaliknya.

Kedua, tawazun (seimbang), yaitu menciptakan keseimbangan dalam bidang apapun. Contohnya, aswaja dalam penggunaannya harus seimbang di ambil atas dasar sumber naqli (Al Qur’an dan Hadis) juga aqli (masuk akal manusia).

Ketiga, ta'adul (adil), yaitu memiliki sikap netral, tidak membeda-bedakan, sebab porsi setiap manusia tidak harus sama karena setiap manusia memiliki kualitas, kuantitas yang berbeda sesuai haqnya.

Baca Juga: Cara Kaum Muda Bangun Demokrasi dan Semangat Kebangsaan Menurut Prof Machasin

Keempat, tasamuh (toleransi), yaitu sikap menghargai dari segala perbedaan baik pemikiran, keyakinan, budaya, dan lain sebagainya.

Lalu, bagaimana penerapannya? Sebagai contoh, dalam bidang politik, yaitu aswaja memang tidak memiliki patokan baku terhadap negara.

Terpenting tidak keluar dalam empat prinsip aswaja. Kalau dalam politik berarti harus bernilai keadilan, musyawarah, kesamaan derajat, dan kebebasan berpendapat. Seperti di Indonesia.***

Dikutip dari Materi Mata Kuliah “Aswaja” di STAI Sunan Pandanaran, Yogyakarta

Penulis: Siti Fatimah Zahro, Mahasiswa Program Studi (Prodi) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Sunan Pandanaran Yogyakarta.

Editor: Ahmad Syaefudin

Sumber: Aswaja

Tags

Terkini

Terpopuler