Seindah Ini, Puisi Sutan Takdir Alisjahbana tentang Bahagia dan Kesedihan

24 Juni 2022, 15:09 WIB
Seindah Ini, Puisi Sutan Takdir Alisjahbana tentang Bahagia dan Kesedihan /facebook/udin/

BERITA BANTUL - Bahagia dan sedih sudah menjadi paket dalam kehidupan. Itu pula yang kemudian dijadikan puisi Sutan Takdir Alisjahbana. 

Seindah Ini adalah judul puisi Sutan Takdir Alisjahbana yang indah dan penuh kenangan. Puisi yang cocok dibaca di banyak acara, khususnya acara pentas seni dan budaya. 

Sutan Takdir Alisjahbana dikenal luas dengan karya sastranya yang indah, tapi juga penuh gelora yang menyengat diri.

Baca Juga: Kalah dan Menang, Puisi Revolusi Sutan Takdir Alisjahbana

Puisi bertajuk 'Seindah Ini' dihadirkan dengan diksi yang penuh warna, ada burung, hutan, gunung, sinar, dan lainnya. 

Diksi menangis juga hadir, tapi tampil dengan hentakan yang sangat berani. Seolah Sutan Takdir Alisjahbana tak pernah takut dengan tangisan. 

STA adalah panggilan akrabnya. Sosok sastrawan yang berani bersuara lantang mengkritik dan melakukan revolusi diri untuk kemajuan bangsa. 

Puisi bertajuk 'Seindah Ini' karya Sutan Takdir Alisjahbana bukan saja bicara tentang bahagia dan kesedihan, tapi juga menyiratkan keberanian menatap masa depan. Simak selengkapnya.

Baca Juga: Nikmat Hidup dan Air Mata, 2 Puisi Sutan Takdir Alisjahbana yang Menggetarkan Jiwa

SEINDAH INI

      Tuhan,

      Terdengarkah kepadamu himbau burung di hutan

sunyi meratapi siang di senja hari?

      Remuk hancur rasa diri memandang sinar lenyap

menjauh di balik gunung.

      Perlahan-lahan turun malam menutupi segala pan-

dangan.

                                    *

      Menangis, menangislah hati!

      Wahai hati, alangkah sedap nikmatnya engkau pandai

menangis!

      Apa guna kutahan, apa guna kuhalangi?

Baca Juga: Aku dan Tuhanku, Puisi Menggetarkan Sutan Takdir Alisjahbana

                                    *

      Aku terima kasih kepadamu, Tuhan, memberiku hati

tulus-penyerah seindah ini:

            Sedih pedih menangis, waktu menangis!

            Girang gembira tertawa, waktu tertawa!

            Marak mesra bercinta, waktu bercinta!

            Berkobar bernyala berjuang, waktu berjuang!

10 Agustus 1937

Puisi di atas dikutip dari Pujangga Baru, Agustus, 1937.***

Editor: Muhammadun

Tags

Terkini

Terpopuler