“Sudah...nggak usah nangis.” Sembari mengelus-elus pundakku saat dipeluk.
Baca Juga: Kawanku dan Aku, Puisi Chairil Anwar tentang Persahabatan
Tiba-tiba dari belakang seseorang mendekatiku, Hidrian, namanya. Dia termasuk teman sekelas yang aktif dan sangat pandai dalam berargumen, bahkan gagasannya sendiri sering dipaparkan dalam suatu karya ilmiah, seperti esai, artikel, dan seterusnya.
Aku pun kagum, sudah rajin, pandai, religius, ramah, kalem dan tak pernah merasa yang paling benar. Selalu menunduk ibarat padi, kian berisi kian merunduk.
“Kenapa e kok nangis...?” Dia bertanya seakan memperhatikanku dari tadi.
“Hemm...enggak nggakpapa kok?” Jawabku sambil mengusap air mata yang bercucuran di pipi. “Sudah nggak usah dipikirin, jalani aja dulu.
Wajar kok kamu mengeluh, menjadi santri sekaligus mahasiswa itu memang nggak mudah. Ingin dapat hasil luarbiasa, ya perlu proses yang luarbiasa juga. Semangat ya meraih mimpi mu, aku yakin kamu pasti bisa.” Ujarnya dengan senyuman menawan penuh perhatian.
“Udah ya...aku tak kesana dulu.” Akhir kata dan beranjak pergi menghampiri temannya.
“Terimakasih ya...” Lanjutku sambil tersenyum. Pun Hidrian menggangguk dan tersenyum.
Alhamdulillah, Aku sangat bersyukur sekali memiliki teman-teman yang begitu perhatian. Gumamku.