Ketika itu, Aku menginjakkan kaki dan berdiri di sekeliling gedung yang tertulis nama Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran, Yogyakarta.
Kampus dari Yayasan Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Yogyakarta, dimana tempatku merantau. Umumnya, biasa disebut staispa. Ya, kampus mungil amat bermakna. Kulanjut sejarah hidup di depan mata dengan jiwa raga semata. Hati pikiran pun berbicara.
Nikmati dan syukurilah, Tuhan telah menyediakan hadiah terindah padamu. Sekejap mataku berkedip dan ragaku terangkat kaget.
Menyadarkanku akan suatu hal. Indah, disampingku menepuk pundakku sembari bertanya, “Hei, kenapa kamu...dari tadi ngelamun, awas kesambet nanti?”.
Baca Juga: Terima Kasih Guru, Puisi Chairil Anwar Tentang Keteladanan Seorang Guru
“Eh, enggak...nggakpapa kok”, jawabku gugup sembari membenahi ekspresi baik-baik saja. Entah kenapa Aku tadi seakan ada yang membisikiku.
“Ayok cepat masuk, telat kita”, ajaknya sembari berlari menuju ruang 5 untuk mengikuti mata kuliah Akhlak dan Tasawuf yang dibimbing oleh dosen prodi kita, Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Bapak Muhammadun, M.SI.
Dari sinilah Aku mendapatkan jawaban dari bisikan hati tadi, ternyata Tuhan memberiku petunjuk bahwa hidup perlu perjuangan dan keikhlasan hati yang menjadi satu niat yang menguatkan setiap lika-likunya.
Dan rencana-Nya lebih indah dari yang kita angankan.
***