Puisi Untuk Ayah Karya Pramoedya Ananta Toer Menyiratkan Sebuah Perjuangan Pemuda untuk Menggapai Mimpinya

11 Maret 2022, 18:09 WIB
Puisi Untuk Ayah /Tangkapan Layar Kanal YouTube/BelantaraKata/

BERITA BANTUL - Pramoedya Ananta Toer terkenal sebagai pengarang novel tahun 1940-an dengan novelnya, antara lain, Keluarga Gerilya dan Perburuan.

Dia lahir di Blora, Jawa Tengah, tanggal 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta 30 April 2006. Nama asli Pramoedya adalah Pramoedya Ananta Mastoer.

Karya-karyanya sudah sangat luar biasa dan sangat dikenang oleh para sastrawan-sastrawan legenda yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Puisi Gus Mus yang Melukiskan Kegetiran Indonesia Karena Korupsi, Baca dan Resapi Maknanya

Salah satunya yang berjudul Puisi Untuk Ayah yang sangat luar biasa kandungan dalam bait-bait puisi yang dirangkum BeritaBantul.com.

 PUISI UNTUK AYAH

Tidak, Bapak, aku tak akan kembali ke kampung. Aku mau pergi yang jauh (Gadis Pantai. hal. 269)

Sebenarnya, aku ingin kembali, Ayah

Pulang ke teduh matamu

Berenang di kolam yang kau beri nama rindu

Aku, ingin kembali

Pulang menghitung buah mangga yang ranum di halaman

Memetik tomat di belakang rumah nenek.

Tapi jalanan yang jauh, cita-cita yang panjang tak mengizinkanku,

Mereka selalu mengetuk daun pintu saat aku tertidur

Menggaruk-garuk bantal saat aku bermimpi

Aku ingin kembali ke rumah, Ayah

Tapi nasib memanggilku

Seekor kuda sembrani datang, menculikku dari alam mimpi

Membawaku terbang melintasi waktu dan dimensi kata-kata

Aku menyebut pulang, tapi ia selalu menolaknya

Aku menyebut rumah, tapi ia bilang tak pernah ada rumah

Aku sebut kampung halaman, ia bilang kampung halaman tak pernah ada

Maka aku menungganginya

Maka aku menungganginya

Menyusuri hutan-hutan jati

Melihat rumput-rumput yang terbakar di bawahnya

Menyaksikan sepur-sepur yang batuk membelah tanah Jawa

Arwah-arwah pekerja bergentayangan menuju ibu kota,

Mencipta banjir dari genangan air mata

Arwah-arwah buruh menggiring hujan air mata, mata mereka menyeret banjir

Kota yang tua telah lelah menggigil, sudah lupa bagaimana bermimpi dan bangun pagi

Hujan ingin bercerai dengan banjir

Tapi kota yang pikun membuatnya bagai cinta sejati dua anak manusia

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya

Orang-orang datang ke pasar malam, satu persatu, seperti katamu

Berjudi dengan nasib, menunggu peruntungan menjadi kaya raya

Tapi seperti rambu lalu lintas yang setia, sedih dan derita selalu berpelukan dengan setia

Aku tak bisa pulang lagi, Ayah, kuda ini telah menambatkan hatiku di pelananya

Orang bilang, apa yang ada di depan manusia hanya jarak. Dan batasnya adalah ufuk. Begitu jarak ditempuh sang ufuk menjauh. Yang tertinggal jarak itu juga-abadi. Di depan sana ufuk yang itu juga-abadi. Tak ada romantika cukup kuat untuk dapat menaklukan dan menggenggamnya dengan tangan-jarak dan ufuk abadi itu

Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa

Baca Juga: Kiai Dapat Kiriman Komputer Gus Dur, Malah Ketakutan Luar Biasa, Ternyata Ini Penyebabnya

Semoga bermanfaat dan bisa memaknai diksi yang dihadirkan oleh sang sastrawan Pramoedya Ananta Toer.

Editor: Ahmad Amnan

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler