China Tahu Ada Harta Karun di Natuna Utara, Beijing Siapkan Strategi Sabotase Wilayah

- 16 April 2022, 04:39 WIB
Harta Karun Natuna Utara Diklaim China
Harta Karun Natuna Utara Diklaim China /reuters/

BERITA BANTUL - Laut Natuna Utara terus menjadi titik konflik lintas negara. China pihak paling getol ingin kuasai Natuna.

Natuna disebut juga harta karun. Cadangan gas bumi dunia diperkiraan ada di Natuna sebesar 60 persen. 

Indonesia yang punya miliki Natuna secara hukum internasional ternyata tidak menyurutkan langkah China untuk terus mengintai harta karun Natuna. 

Baca Juga: Beijing Rilis Laporan Rahasia Meningkatnya Rasisme Anti-Asia di Amerika Serikat

Kudeta wilayah bisa dilakukan China dengan kekuatan militernya. China paham betul mengukur kekuatan militer negara Asia Pasifik, sehingga berani lakukan sabotase wilayah sesuai kehendaknya. 

China juga telah membangun pangkalan militer di bekas wilayah Indonesia, Timur Leste. Pangkalan yang digunakan untuk radar dalam mengawasi pergerakan laut China Selatan. 

Dikutip dari Pikiran-Rakyat.com, keinginan China untuk menguasai Laut Natuna semakin tampak, Beijing memperkuat pertahanan dengan kapal yang wara-wiri di wilayah perairan.

Bukan tanpa alasan, China bergerak mengkudeta untuk 'harta karun' yang terpendam di wilayah Laut Natuna.

Baca Juga: Intelijen Ukraina: Akan Diracun Petinggi Rusia, Putin Juga Akan Digulingkan

Dua wilayah yang kaya akan minyak dan gas di Laut Natuna dipegang oleh Indonesia dan Malaysia.

China terus mengusik kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh pihak Indonesia dan Malaysia.

Kapal-kapal milik China berseliweran di wilayah Laut Natuna Utara 'mengintip' kegiatan yang terjadi di sana.

Diberitakan oleh Defence Security Asia, menurut organisasi non-pemerintah, Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI), kapal-kapal China berada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kedua negara 'setiap saat'.

Kapal-kapal milik China itu menargetkan kegiatan yang dilakukan oleh dua kapal bor yakni, West Capella yang beroperasi di perairan Malaysia.

Baca Juga: Humor Ganjar Pranowo: Episode Bersama Emak-emak Antri Sembako, eh BLT!

Sedangkan yang lainnya memantau kegaitan kapal Clyde Boudreaux yang beroperasi di perairan utara pulau Natuna, Indonesia.

"Sebuah kapal penelitian China, Da Yang Hao telah dikirim ke perairan landas kontinen Malaysia untuk melakukan penelitian," tutur laporan AMTI.

Kapal Malaysia diturunkan ke perairan Malaysia untuk mengganggu aktivitas drillship Capella Barat.

"West Capella dikontrak oleh perusahaan migas Thailand, PTTEP sejak Juli lalu untuk melakukan pekerjaan pengeboran di lapangan minyak Siakap North Petai yang terletak di Blok tersebut," ujar laporan tersebut.

Baca Juga: Bundesliga, Julian Nagielsman Untuk Bayern Muenchen Siapkan Rencana Transfer Untuk Liga Champion Musim Depan

Dikutip dari zonajakarta.com, menurut lembaga swadaya masyarakat yang bermarkas di Washington itu, keberadaan kapal Da Yang Hao di perairan landas kontinen Malaysia adalah dua kapal penelitian multiguna yang dikenal sebagai Yue Xia Yu Zhi 20028 dan Yue Xia Yu Zhin 20027 serta milisi maritim Qiong Sansha Yu 318.

Empat kapal pemerintah China dikawal oleh kapal penjaga pantai nasional, CCG 6307, diduga untuk memberikan kontrol keamanan.

Dilaporkan pada 4 Oktober lalu, Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar China untuk Malaysia.

Pihak Malaysia melayangkan protes terkait aktivitas yang dilakukan olehh kapal China, termasuk kapal penelitian, di Zona Ekonomi Eksklusif Malaysia di lepas pantai Sabah dan Sarawak.

Baca Juga: GONCANG: Menteri Pertahanan Rusia Kena Serangan Jantung, Diduga Diracun Presiden Putin

Di sisi lain, pihak China memberikan tanggapan, dengan alibi melakukan penyelidikan ilmiah yang biasa dilakukan di wilayah mereka sendiri.

"Terusnya gangguan kapal China terhadap kegiatan eksplorasi migas di peta Nine Dash Line semakin memperumit upaya investasi industri migas di kawasan Asia Tenggara," tutur AMTI.

Dalam artikel AMTI sebelumnya juga menulis bagaimana gangguan dari kapal-kapal China ini bisa diartikan sebagai upaya sabotase ekonomi atau lebih tepatnya industri migas Malaysia dan Indonesia.

Jika gangguan yang dilakukan oleh kapal-kapal China itu terus berlanjut dan meningkat, kemungkinan tak ada lahi investor yang mau berinvestasi dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan oleh pihak Beijing, yang seperti kita ketahui "padat modal".

Baca Juga: Rudal Rusia Robek Kota-kota Ukraina, Pembalasan Kapal Putin yang Tenggelam?

AMTI juga menyertakan foto satelit yang diambil pada 15 Oktober yang menunjukkan keberadaan empat kapal China di perairan Malaysia untuk "menemani" Da Yang Hao yang sedang melakukan penelitian dasar laut.

Dalam laporannya, organisasi non-pemerintah itu mengatakan tidak mendeteksi keberadaan kapal penegak Malaysia di dekat kapal penelitian China.

Kapal riset China memulai aktivitasnya di perairan Malaysia pada 25 September, sehari setelah jet tempur Malaysia dan pesawat pengebom B-52 Angkatan Udara AS menggelar latihan PASSEX di Selat Malaka.

Berdasarkan laporan AMTI, kapal riset Da Yang Hao, menyasar kegiataan yang diakukan oleh kapal bor 'West Capella'.

Baca Juga: Manfaatkan Krisis Ukraina, Amerika Fitnah Kejam atas China, Bejing Marah Besar!

Setelah menyerang perairan Malaysia, kapal penelitian China telah mengunjungi wilayah operasi Capella Barat tiga kali, pada 26 September, 7 Oktober dan 10 Oktober, menurut organisasi non-pemerintah.

Kapal penelitian, Da Yang Hao, hanya berjarak sekitar enam mil laut dari kapal bor, West Capella, yang beroperasi di ladang minyak Blok K di perairan ZEE Malaysia.

Gangguan terhadap kapal-kapal China hanya memiliki satu tujuan, yaitu ingin negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia menghentikan kegiatan eksplorasi migas.

Beijing ingin negara-negara Asia Tenggara bekerja sama dalam mengeksplorasi ladang minyak yang terletak di perairan Malaysia dan Indonesia.***

Editor: Muhammadun

Sumber: Pikiran Rakyat Zona Jakarta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah