Sebelum Hindu, Agama Apa yang Dianut oleh Penduduk di Nusantara Ini? Begini Penjelasannya

26 Oktober 2022, 21:50 WIB
Sebuah agama yang diyakini banyak dipeluk penduduk Nusantara sebelum Hindu /

BERITA BANTUL – Sebelum Hindu, agama apa yang dianut oleh penduduk di Nusantara ini? Begini penjelasannya.

Agama Hindu dikenal sebagai agama yang sangat tua di dunia. Bahkan awal mula keberadaannya pun sulit dilacak.

Hindu juga menjadi agama yang pernah dan masih dianut oleh penduduk Nusantara ini. Akan tetapi, ternyata ada agama sebelum Hindu yang dipeluk oleh mereka.

Meskipun Hindu merupakan agama yang sangat tua, rupanya ada sebuah agama atau keyakinan yang dipercaya sebagai kepercayaan masyarakat Nusantara.

Baca Juga: Sebuah Kerajaan di Sumatra Ternyata Pernah Mengutus Dua Orang Delegasi ke Madinah untuk Menemui Nabi Muhammad

Penduduk Nusantara, khususnya di Jawa, telah mengenal sebuah keyakinan kuno yang diperkirakan sebagai agama asli Jawa.

Sebagaimana yang dilaporkan oleh Suwardi yang dikutip oleh Muhammad Sulton Fatoni dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar Islam Nusantara (Pustaka Iman, 2017), disebutkan orang-orang Nusantara sebelum Hindu meyakini bahwa setelah kematian, jiwa akan ada kehidupan yang kekal di alam roh.

Bagi orang Jawa kuno, keyakinan ini tidak lain merupakan agama Jawa asli. Mereka percaya bahwa jenazah yang dikubur menghadap arah utara dan jiwanya disembahyangkan, kelak jiwa itu akan kembali ke asal-usulnya.

Dengan demikian, secara pasti ada hubungan antara jiwa seseorang yang mati melalui makam yang ia difungsikan sebagai medium menyembahyangkan dan representasi kematian seseorang.

Baca Juga: Dua Ras Utama di Kepulauan Nusantara: Austronesia dan Melanesia

Penduduk Nusantara ini di zaman Pleistosen akhir sudah mengenal peradaban, termasuk yang berkaitan dengan agama.

Semua aktivitas ekonomi dan budaya sejak zaman batu sampai zaman logam menunjukkan pada tanda-tanda adanya hubungan integral antara kebudayaan dengan agama.

Terkhusus orang Jawa, mereka meyakini bahwa penganjur agama ini adalah Dahyang Semar, putra Sanghyang Wungkuhan keturunan Sanghyang Ismaya.

Semar ini berasal dari benua yang tenggelam akibat banjir besar hingga akhirnya dia dan pengkutnya mengungsi ke Pulau Jawa.

Baca Juga: Rahasia Nusantara, Membentang dari Barat ke Timur Sejauh 5000 KM dan dari Utara ke Selatan Sejauh 2000 KM

Keyakinan atau agama ini disebut Kapitayan. Sebagaimana yang disebutkan Muhammad Sulton Fatoni yang mengutip Agus Sunyoto, secara sederhana Kapitayan dapat digambarkan sebagai suatu ajaran keyakinan yang memuja sesembahan utama yang disebut Sanghyang Taya, yang bermakna “hampa”, “kosong”.

Taya bermakna pula “Yang Absolut”, yang tidak bisa dipikir dan dibayang-bayangkan, tidak bisa didekati dengan pancaindra.

Orang Jawa kuno mendefinisikan Sanghyang Taya dalam satu kalimat, “tan kena kinaya ngapa” yang artinya “tidak bisa direka-reka keberadaan-Nya.

Dalam menjalankan pelbagai ritualnya, para penganut Kapitayan beribadah menyembah Sanghyang Taya di sebuah tempat yang dinamakan sanggar.

Baca Juga: Kisah Laila Majnun; Imajinasi Cinta yang Menyatukan, Cerita yang Membuat Air Mata Mengalir

Sanggar adalah bangunan segiempat beratap tumpang dengan lubang ceruk di dinding sebagai lambang kehampaan Sanghyang Taya.

Itulah agama yang dianut oleh penduduk Nusantara, khususnya di Jawa, sebelum terjadinya penetrasi Hindu dan Buddha.***

 

Editor: Joko W

Tags

Terkini

Terpopuler