KH Nafi' Abdillah Kajen, Ulama Sufi dan Ahli Fiqih yang Jadi Rujukan Umat

27 Juli 2023, 08:04 WIB
KH Nafi' Abdillah Kajen, Ulama Sufi dan Ahli Fiqih yang Jadi Rujukan Umat /facebook/amnan/

TOKOH - KH Nafi' Abdillah Kajen, Ulama Sufi dan Ahli Fiqih yang Jadi Rujukan Umat.

Berikut ini adalah terhadap sosok KH Nafi' Abdillah dari Kajen Pati Jawa Tengah, sosok ulama sufi panutan dan rujukan umat. 

Ulasan ini disampaikan oleh salah satu murid Kiai Nafi, yakni KH Jamal Ma'mur Asmani Pati.

Baca Juga: Cara Hati dan Lisan Tersambung dalam Dzikir Menurut Habib Luthfi bin Yahya

Mari simak tentang sosok KH Nafi' Abdillah Kajen, Ulama Sufi dan Ahli Fiqih yang Jadi Rujukan Umat.

KETELADANAN KIAI NAFI ABDILLAH KAJEN.

Oleh: Jamal Ma’mur Asmani, Santri KH. A. Nafi’ Abdillah di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen 1995-1997.

لسان الحال افصح من لسان المقال , bukti laku lebih tajam dari seribu teori.

Tidak terasa, guru kita semua, KH. Ahmad Nafi’ Abdillah sudah satu tahun meninggalkan kita. Selasa malam rabu 6 Februari 2018 ini insya Allah acara tahlil haul pertama berlangsung di ndalem beliau di Kajen Margoyoso Pati.

KH. Ahmad Nafi’ Abdillah adalah sosok guru yang digugu dan ditiru, digugu ucapannya dan ditiru perilakunya.

Ucapan beliau digugu, dipahami, diresapi, dan masuk dalam relung hati murid-muridnya, baik yang di Perguruan Islam Mathali’ul Falah (PIM) Kajen, santri-santri beliau yang di Pesantren Mathali’ul Huda Pusat (PMH Pusat), atau santri-santri beliau dalam forum pengajian di masjid Kajen, di ndalem beliau, dan santri-santri temporer yang memohon pitutur aji (good advice) ketika menghadapi berbagai masalah yang kompleks, baik pribadi maupun masyarakat.

Perilakunya diamati dan diteladani karena mampu membawa kesejukan dan ketenangan jiwa. Misalnya, ikut shalat berjamaah dengan beliau di hati menjadi damai, sejuk, dan semkn merasakan makna shalat khusyu'.

Sinar cahaya ilmu dan perilaku beliau dahsyat, menembus hati murid-muridnya, membekas dan menyinari kegelapan hati menuju keridlaan Allah dan taufiqNya. Beliau memang sosok yg sebenarnya sebagai seorang guru lahir-batin.

Menjadi guru yang digugu dan ditiru tidak mudah, bahkan cenderung sangat langka untuk konteks sekarang. Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh guru. Fakta sekarang, banyak anak didik yang moralitasnya rendah, bahkan ada yang tega menganiaya gurunya sendiri.

Realitas degradatif pendidikan ini menjadi motivasi insan pendidikan, utamanya guru, untuk menjadi sosok yang digugu dan ditiru.

Guru yang digugu dan ditiru lahir dari pemahaman mendalam terhadap ilmu yang diajarkan kepada murid-muridnya, sadar akan tanggungjawabnya sebagai sosok penggores karakter anak didik, sehingga bersungguh-sungguh mempraktekkan ilmu yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari, dan berusaha menjadi teladan buat semua orang, khususnya kepada murid-muridnya.

KH. A. Nafi’ Abdillah, disamping dikenal sebagai sosok yang dikenal sufi yang dibuktikan dengan otoritas tinggi beliau sebagai mursyid Thariqah, dan laku hidup beliau yang menunjukkan kesufian tersebut, juga sosok faqih yang mendalami dan mengamalkan ajaran fiqh.

Beliau menjadi rujukan umat (مرجع الامة) dari semua kalangan, pejabat, akademisi, santri, masyarakat priyayi, abangan, dan semuanya.

Beliau mungkin mewarisi kemampuan ini dari ayahandanya KH. Abdullah Zen Salam yang berhasil memosisikan diri sebagai Payung Besar yang memayungi semua elemen masyarakat lintas sektoral.

Masyarakat kampung berduyun-duyun sowan beliau untuk memohon do’a, konsutasi tentang masalah pribadi dan masyarakat, pengusaha datang membawa setumpuk masalah perusahaannya, akademisi datang memohon petunjuk, pejabat datang memohon saran, dan hampir semua lapisan masyarakat, tidak peduli pagi, siang, malam, bahkan sampai dini hari.

Beliau melayani semua kepentingan tersebut dengan raut muka penuh senyuman.

Ada lima karakter utama beliau:

Pertama, Tawadlu’ (تواضع), rendah hati, menjadi karakter utama beliau.

Ketika beliau berjalan, wajahnya selalu tertunduk ke bawah, tidak ke depan, atau menoleh ke samping kanan dan kiri. Beliau lurus ke depan dengan wajah yang menunduk ke bawah.

Beliau menghindari kesan menonjol. Sangat jarang beliau memberikan mau’idhoh hasanah kecuali pada saat akhir ketika kiai-kiai sepuh sudah meninggal, misalnya ketika ada haula masyayikh di PIM Kajen. K

etika sedang menerima tamu, beliau mampu menciptakan keakraban. Beliau jagongi (berbincang) tamu dengan akrab dan penuh kekeluargaan.

Beliau mungkin meniru Nabi Muhammad SAW yang menganggap murid-muridnya sebagai sahabat.

Sahabat adalah orang yang susah ketika sahabatnya susah dan gembira ketika sahabatnya gembira. Sahabat menunjukkan keseimbangan peran dan posisi, tidak dalam posisi atas-bawah.

Kedua, Istiqamah (استقامة), konsisten, tegak lurus, menjadi karakter beliau selanjutnya.

Mengajar bagi beliau adalah fardlu ‘ain yang tidak boleh ditinggalkan kecuali yang statusnya fardlu (الواجب لايترك الا لواجب).

Ketika jam mengajar, beliau datang tepat waktu, bahkan ketika sedang ada udzur syar’i, selalu ada tugas yang diberikan kepada murid-murid dan tugas tersebut dinilai, tidak hanya diletakkan di meja, kemudian ditinggal pergi.

Hal ini menjadi pelajaran berharga para guru sekarang ini supaya tidak meninggalkan kewajiban mengajar kecuali karena ada hal-hal yang sifatnya wajib dan juga pelajaran bagi guru supaya mengoreksi tugas-tugas yang diberikan kepada murid-muridnya secara obyektif.

Ketiga, ikhlas (اخلاص), tulus, tanpa pamrih, murni karena mencari ridla Allah SWT.

Lawan dari ikhlas adalah riya’ (pamer). Juga ada sifat tercela lagi, yaitu ‘ujub (kagum kepada diri sendiri) dan takabbur (sombong).

Ikhlas inilah yang menjadi sifat yang menyelematkan orang dari godaan setan yang terkutuk. Orang yang pandai bersyukur dan yang diberi hati ikhlas oleh Allah akan menjadi hamba Allah yang selamat dunia-akhirat.

Keikhlasan Kiai Nafi’ tampak dari kehidupan beliau sehari-hari yang menjauhi riya’, ‘ujub, dan takabbur.

Keempat, Qana’ah (قناعة), terimo ing pandum, menerima pemberian Allah, meskipun sedikit (الرضا باليسير من العطاء). Menerima pemberian berapapun yang dikasih menjadi tanda orang bersyukur kepada Allah. Manusia hanya bisa berusaha, Allah yang menentukan.

Qana’ah membuat hati seseorang tidak obsesif dan ambisius yang negatif. Hatinya diserahkan kepada Allah, penuh rasa syukur terhadap pemberian Allah, baik dalam bentuk ilmu, harta, keluarga, dan lain-lain. Qana’ah secara otomatis melahirkan sifat tawakkal (berserah diri, pasrah kepada Allah SWT).

Kiai Nafi’ sering menceritakan kisah hidup beliau ketika sedang merencanakan pekerjaan dengan estimasi modal dan keuntungan yang besar, yaitu dagang kapuk (buah pohon randu). Akhirnya, ketika pekerjaan itu dilakukan, Allah menakdirkan lain, harga pohon randu sedang jatuh, dan akhirnya tidak jadi dijual, tapi ditimbun dan dijual ketika harga naik.

Namun, hasil akhirnya tidak mendapatkan keuntungan sesuai target yang dicanangkan.

Hal ini menjadi pelajaran berharga, manusia harus belajar qanaah dengan usaha apapun yang dilakukan, jangan ambisius seperti memosisikan diri sebagai Allah yang menentukan apa yang terjadi di masa depan.

Kelima, sakha’ (سخاء), dermawan, suka bersedekah dan berbagi kepada orang lain, khususnya mereka yang membutuhkan. Orang yang dermawan dalam hadis Nabi dicintai Allah dan dicintai sesama manusia.

Sebaliknya, orang yang bakhil, dibenci Allah dan dibenci sesama manusia. Kiai Nafi’ Abdillah adalah sosok yang peduli kepada orang lain, suka memberikan pertolongan orang-orang yang membutuhkan. Banyak cerita dan bukti nyata yang mengisahkan hal ini.

Semoga lima sifat utama KH. A. Nafi’ Abdillah ini masuk dalam relung jiwa kita sehingga kita bisa meneladaninya sebagai syarat menjadi sifat hamba yang dicintai Allah SWT di dunia dan akhirat, Amiin Ya Rabbal Alamiin.***

 

Editor: Amrullah

Tags

Terkini

Terpopuler