Menarik nih! Mbah Bisri Menipu Setan, Metode Menulis Tanpa Henti

- 5 November 2022, 13:55 WIB
Puisi Gus Mus tentang Ibu, Resapi dan Dalami Maknanya
Puisi Gus Mus tentang Ibu, Resapi dan Dalami Maknanya /Tangkapan layar instagram/ @s.kakung/

Siapa yang tidak tahu sosok kiai yang dikenal sebagai penulis produktif pada zamannya, KH. Bisri Mustofa, ayahanda KH. Mustofa Bisri. Sudah mencapai ratusan karya tulis dalam berbagai bentuk yang beliau hasilkan.

Begitupun dengan salah satu putranya lagi, KH. M. Cholil Bisri, hingga memiliki argumen yang cukup logis. “Kalau anak-anak saya pintar dan cerdas, pasti akan membuat karangan dan buku sendiri,” tuturnya.

Adapun percakapan yang lebih menarik antara KH. Bisri Mustofa dengan KH. Ali Maksum, penasaran simaklah di bawah ini.

Baca Juga: Kisah Gus Mus tentang Dahsyatnya Tafsir Al-Ibriz yang Ditulis KH Bisri Mustofa Rembang

KH. Mustofa Bisri dengan akrab sapaannya, Gus Mus menjelaskan bahwa KH. Bisri Mustofa, Mbah Bisri, sapaannya, memiliki falsafah menulis yang sangat menarik. Pernah suatu ketika beliau berbincang-bincang dengan Kiai Ali Maksum, Krapyak Yogyakarta tentang tulis menulis ini.

KH. Ali Maksum tentang strategi apa yang ditempuh Mbah Bisri ketika bisa begitu produktif menulis, sedangkan beliau justru sering gagal di tengah jalan saat menulis. Jawaban Mbah Bisri cukup mengejutkan, yaitu: “Lha soalnya sampeyan menulis lillahi ta'ala sih! Kalau saya menulis dengan niat nyambut gawe. Etos saya dalam menulis sama dengan penjahit. Lihatlah penjahit itu, kalaupun ada tamu penjahit tidak akan berhenti menjahit. Dia menemui tamunya sambil terus bekerja. Soalnya bila dia berhenti menjahit, periuknya bisa ngguling. Saya juga begitu. Kalau belum-belum sampeyan sudah niat yang mulia-mulia, setan akan menganggu sampeyan dan pekerjaan sampeyan tidak akan selesai. Lha kalau tulisan sudah jadi dan akan diserahkan ke penerbit, baru kita niati yang mulia-mulia, linasyril ‘ilmi atau apa. Setan perlu kita tipu.”

Sebagaimana yang dituturkan Gus Mus, beliau mampu menghasilkan karya sedemikian banyak karena memang selalu menulis dimana saja; di rumah, di perjalanan, di hotel, bahkan di atas mobil. Idenya selalu mengalir deras seolah tanpa henti. Menulis membuat beliau menjadi kiai yang selalu dikenang dalam sejarah intelektual dan dunia pesantren.

Menulis memang membutuhkan ketekunan dan keseriusan. Dalam buku yang ditulis Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren, Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa (Yogyakarta: LKIS, 2005) diceritakan bahwa berdasarkan kesaksian Gus Mus, Mbah Bisri memiliki daya tahan luar biasa dalam menulis. Gus Mus pernah mencoba beradu kuat duduk dengan sang bapak untuk menulis. Diceritakan oleh Gus Mus, kira-kira pukul 20.00 Mbah Bisri duduk untuk mulai menulis. Berjarak 15 meter dari beliau, Gus Mus duduk di depan meja lain dengan maksud menandingi sang bapak dalam menulis. Tepat pukul 12 malam punggung Gus Mus sudah terasa panas dan pegal, sementara Mbah Bisri masih tegal tenang menulis dibangkunya. Empat jam kemudian Gus Mus sudah tidak mampu lagi melanjutkan menulis, sedangkan Mbah Bisri tetap bersemangat dan sigap.

Kisah ini menunjukkan berapa Mbah Bisri memiliki semangat menulis yang tinggi, yang perlu kita teladani. Marilah kita meneladani beliau dalam menghasilkan karya. Beliau hidup di zaman yang dari sisi teknologi menulis sangat terbatas, dari sisi kesibukan sangat tinggi, begitupun lingkungannya yang kurang mendukung. Setidaknya spirit beliau dalam “menipu setan” dapat kita tumbuhkembangkan dalam diri kita.***

Halaman:

Editor: Ahmad Syaefudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x