Dilantik Jadi Direktur DIKTIS Kemenag RI, Ini Profil Professor Ahmad Zainul Hamdi UIN Sunan Ampel Surabaya

- 4 Januari 2023, 22:16 WIB
Dilantik Jadi Direktur DIKTIS Kemenag RI, Ini Profil Professor Ahmad Zainul Hamdi
Dilantik Jadi Direktur DIKTIS Kemenag RI, Ini Profil Professor Ahmad Zainul Hamdi /UINSA/

TOKOH - Dilantik Jadi Direktur DIKTIS Kemenag RI, Ini Profil Professor Ahmad Zainul Hamdi daru UIN Sunan Ampel Surabaya.

Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas melantik Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Ahmad Zainul Hamdi sebagai Direktur Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.

Prof Zainul Hamdi dilantik bersama dengan 8 pejabat lainnya sebagai Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Agama.

Baca Juga: Ini yang Dikatakan Prof Zainul Hamdi Usai Dilantik Jadi Direktur DIKTIS Kemenag RI

Prosesi pelantikan berlangsung di Kantor Pusat Kementerian Agama RI, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu, 4 Januari 2023.

Hadir sebagai saksi, Sekjen Kemenag Nizar Ali dan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Muhammad Ali Ramdhani.

Siapa sosok Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi yang dilantik menjadi Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI?

Dijelaskan Nur Khalik Ridwan di facebook pribadinya yang diunggah pada 16 November 2019, dijelaskan sosok Prof Zainul Hamdi yang dikenal sebagai pegiat gerakan di kalangan nahdliyyin muda. Simak selengkapnya. 

Ahmad Zainul Hamdi

Ahmad Zainul Hamdi, yang akrab dipanggil Ahmad Inung, adalah salah satu pegiat gerakan di kalangan Nahdliyin muda, gerakan Gusdurian, dan gerakan di masyarakat, berbasis di Surabaya.

Terlibat dalam Gerakan Mubes Warga NU di Cirebon (2004), dan memimpin pleno terakhir di acara Mubes warga NU itu (bersama Sumanto al-Qurthubi). Juga terlibat dalam merumuskan 9 Nilai Utama Gus Dur, dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan di Yogyakarta.

Ahmad Zainul Hamdi, lahir di Lamongan, 18 Mei 1972, dari orang tua yang bernama Bapak Kupsan dan Ibu Halimah. Kedua orang tuanya adalah satri yang taat, sehingga sangat memperhatikan pendidikan anaknya, sehingga sejak kecil Ahmad Zainul Hamdi dididik dasar-dasar agama, membaca Al-Qur’an, dan praktik sholat.

Pendidikan formalnya, dimulai di MI Ma`arif Gempol, Pading, Lamongan; kemudian melanjutkan ke jenjang menengah di MTs Matholiul Anwar, Simo, Sungelebak, Lamongan; dan kemudian melanjutkan pendidian di MAN Lamongan.

Ketika di Lamongan itu, Ahmad Zainul Hamdi juga nyantri di Pesantren Tanwirul Qulub, dan di antara gurunya adalah KH. Fadlil Marzuki.

Sedangkan tatkala belajar di MTs, pendidikan MTs Mathaliul Anwar adalah bagian dari amal amal sosial Pesantren Mathaliul Anwar.

Pesantren ini, sekarang memiliki alamat publikasi di ppmawar.or.id., dan terletak di Jl. Raya Simo Sungelebak, Karanggeneng, Lamongan. Pesantren ini didirikan oleh KH. Abdul Wahab pada 18 Januari 1914, yang awalnya berawal dfari pengajian yang berbasis di rumah sang kyai.

Setelah KH. Abdul Wahab meninggal (12 Maret 1925), kepengasuhan digantikan anak-anak dan menantunya, sampai 1935, yaitu KH. Abdullah. KH Rusman, dan KH. Dja’far.

Setelah tahun 1935, Pesantren Mathaliul Anwar ini diasuh oleh KH. Sofyan Abdul Wahab, yang juga menjadi Ketua Tanfidziyah NU Karanggeneng, dan pernah menjadi Anggota DPRD mewakili partai NU di Lamongan.

Pada masa kepemimpinan KH. Sofyan Abdul Wahab, sekolah formal mulai dibuka tahun 1951, kemudian Madrasah Tsnawaiyah (1959), dan Madrasah Aliyah (1969). Ketika KH. Sofyan Abdul Wahab wafat (20 Januari 1980), pondok ini sudah punya TK Muslimat NU, MI Tarbiyatul Banin-Banat, MTs dan MA, dengan tidak kurang dari 1250-an santri yang menuntut ilmu. Setelah itu, pesnatren ini diteruskan oleh KH. Mahsuli Effendi (wafat 8 Desember 2011) dan putra-putranya. Sekarang Pesantren ini, selain memiliki pendidikan TK, MI, MTs, dan MA, juga memeliki SMP NU, SMEA/SMK NU, dan Universitas Darul Ulum (berdiri tahun 1989).

Ketika Ahmad Zainul Hamdi ada di Pesantren Mathaliul Anwar ini, pesantren ini sedang diasuh oleh KH. Mahsuli Effendi. Ahmad Zainul Hamdi di pesantren belajar kitab-kitab dasar yang menjadi kurikulum pesantren, mulai fiqh, tauhid, akhlaq, dan nahwu sharaf, seperti al-Ajrumiyah, Aqidatul Awam, Hidyatus Shibyan, Safinatun Najah, Matan Ghoyah wat Taqrib, dan beberapa yang lain.

Setelah lulus dari MAN Lamongan, Zainul Hamdi melanjutkan kuliah di UIN Malang pada Fakultas Tarbiyah (lulus tahun 2006).

Ketika di kota Malang ini, Zainul Hamdi juga belajar di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gading Malang. Sejarah pondok ini dimuali ketika KH. Hasan Munadi tahun 1768 yang membuka pengajian sampai tahun 1858.

Setelah KH. Hasan Munadi, pesantren yang dikenal sebagai Pesantren Gading ini, diasuh oleh KH. Ismail (1858-1908) dan beberapa saudaranya; lalu diteruskan KH. Abdurrahim (1908-1971) dan beberapa saudaranya; dan kemudian diasuh KH. Abdurrahim Amrullah Yahya (1971-sekarang) dan beberapa saudaranya.

Pada masa generasi ketiga Pesantren Gading ini, kemudian sudah dikenal dengan Pesantren Miftahul Huda, Gading.

Ketika Zainul Hamdi di Pesantren Miftahul Huda, Gading, pesantren ini sedang diasuh oleh KH. Abdurrahim Amrullah Yahya (yang paling tua), dengan tiga kyai yang lebih muda mendampinginya, yaitu KH. Abdurrahman (Gus Man), KH. Abdurrahmad (Gus Mad), dan KH. Baidhawi Muslih.

Pengajian yang diikuti Ahamd Zainul Hamdi di pondok ini, di antaranya ngaji Bulughul Maram, Fathul Muin, Arbain Nawawi, `Imrtihi, Tafsir Jalalain, Ihya, Ibnu Aqil, Ummul Barahin, dan lain-lain.

Di antara guru yang dekat dengan Ahmad Zainul Hamdi, di pesantren ini, seperti diakuinya, adalah Gus Mad (KH. Abdurrahmad).

Selan ngaji di pondok, ketika di Malang, Zainul Hamdi juga aktif di PMII Malang.

Pada saat itu, organisasi mahasiswa sedang giat-giatnya melakukan kritik kepada Rezim Soeharto, dan Inung serta PMII termasuk pengkritik rezim yang vokal dalam berbagai diskusi dan demonstrasi.

Kiprahnya di PMII Malang, menghantarkannya menjadi Wakil Ketua PKC PMII Malang, yang ketuanya saat itu dipegang oleh Andre Dewanto (mantan Ketua KPU Jawa Timur), dan dilanjutklan Malik Haramain (Politisi PKB); dan sampai menjadi Wakil Korcab PMII, Jawa Timur, yang saat itu ketuanya adalah Imam Nahrawi (Mantan Menpora zaman pemerintah pertama Jokowi).

Setelah lulus dari Fakultas Tarbiyah IAIN Malang pada tahun 2006, Ahmad Zainul Hamdi masuk S2 jurusan filsafat di UIN Sunan Ampel (lulus tahun 2009); dan S3 UIN Sunan Ampel dengan mengambil konsentrasi Sosiologi Agama.

Kiprahnya di dunia akdemik, dimulai ketika diterima menjadi dosen di STAIN Ponorogo (2006-2008); setelah itu menjadi dosen di UIN Sunan Ampel (2008-sekarang), sambil mengajar juga di STAIN Kediri (sejak 2016), dan UNIRa Malang (sejak 2016).

Di dalam gerakan masyarakat, ketika tinggal di Surabaya, Ahamd Zainul Hamdi bersama sahabat-sahabat dari kalangan muda NU di Surabaya, mendirikan eLSAD, seperti Maulidin, Anom Suryoputro, Zainul Hamdi (Inung), Zainal Munasichin, Wahyuni, Aminoto, Masyhur Abadi, dan lain-lain.

Di Surabaya dan Jawa Timur, lembaga ini pernah menjadi terkenal, karena menerbitkan jurnal Gerbang yang cukup tebal dan isinya sangat berbobot, dan menerbitkan beberapa buku. Akan tetapi, lembaga ini akhirnya bubar.

Setelah itu, bersama sebagian kaum muda, Ahamd Zainul Hamdi terlibat dalam pendirian CMARs Surabaya, dan pernah menjadi deputi Manajer Program 1 tahun (2011-2012) dan Manajer Program 3 tahun (2013-2015).

CMARs Surabaya (yang memeliki web beralamat dicmars.syintasite.com., kepanjangan dari Center for Marginalized Communities Studies, didirikan pada tahun 2004, dengan melibatkan akdemisi, aktivis, dan tokoh agama Islam yang prihatin dengan keadaan setelah refiormasi, ternyata masih banyak dihiasi oleh komunitas marjinal (iman, budaya, jermder, dan seksualitas) yang tersingkir.

Dalam kepengurusan CMrs ini, ada Dede Oetomo, Otman Ralibi H. Ali, dan Faishal Aminudin (Dewan Pengawas); Ahmad Subakir, Maftuhin Rasmani, dan Khorul Faizin (Majlis Permusyawaratan), dan Wahyuni Widyaningsih (Majlis Tanfidz, sebagai Direktur Eksekutif), Ahamd Zainul Hamdi dan Nanang Haryono (Departemen Penelitian aan Advokasi), Akhol Firdaus dan Rahmat Ari Wibowo (Departemen Pendidikan dan Publikasi).

Kiprahnya di dunia akademik, gerakan masyarakat, damn dunia aktivis, menghantarkannya dipercaya menjadi narasumber, dan fasilitator di berbagai forum.

Sebagai fasilitator handal, Ahmad Zainul Hamdi, pernah menjadi Fasilitator Tetap Sinergi Indonesia (2011-Sekarang); dan fasilitator Pelatihan HAM, dan menjadi narasumber di berbagai seminar dan petrmuan anak-anak muda NU.

Selain itu, di Bali Lite, Ahmad Zainul Hamdi, pernah menjadi Deputi Manajer Program (2015-2016); dan di minta menjadi Interviewer LPDP (2016-2018) oleh Kementrian Keuangan.

Ahmad Zainul Hamdi juga sering melakukan berbagai riset, menulis artikel di Koran dan jurnal, juga menulis dan mengedit buku.

Di antara buku-buku hasil olahahnnya, adalah Ruang untuk yang Kecil dan Berbeda: Pemerintahan Inklusif dan Perlindungan Minoritas (Editor dan Penulis, Gading, 2017); Wacana & Praktik Pluralisme Keagamaan di indonesia (Editor dan Penulis, Daulat Press, 2017); Intoleransi, Revitalisasi tradisi dan Tantangan Kebhinekaan Indonesia (Penulis chapter, AWC UI, 2017); Electoral Dynamics in Indonesia: Money Politics, Patronage and Clientalism at the Grassroots (Penulis chapter, NUS Press Singapore, 2016); Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientalisme pada Pemilu Legislatif 2014 (PolGov UGM,2015); Mengkritisi arus Globalisasi (Penulis Chapter, Kanisius, 2016); Agama dan Pergeseran Representasi: Konflik dan Rekonsiliasi di Indonesia (WI, 2011); Agama dan kontestasi Ruang Publik: Islamisme, Konflik dan Demokrasi (WI, 2011); Potret Buram Kebebasan (CMARs-Tifa, 2008).

Ketika Jaringan Gusdurian didirikan, Ahmad Zainul Hamdi terlibat secara intens, termasuk dalam merumuskan 9 Nilai Utama Gus Dur, mengisi kelas-Kelas Gusdurian, dan mengisi berbagai workshop yang diadakan.

Guru-guru muda dari Jawa Timur, dalam jaringan ini, selain Ahmad Zainul Hamdi, adalah Wahyuni Widyaningsih, Hakim Jayli, dan beberapa yang lain.

Ahmad Zainul Hamdi, meski malang melintang di dunia aktivis dan akademik, adalah orang yang mempercayai keberkahan sedekah, sesuatu yang memang diajarkan sejak dari pesantren.

Di kalangan anak-anak muda, terutama di Gusdurian, dikenal sebagai orang yang sangat pemurah dan menjadi fasilitator handal.

Ilmu kefasilitatorannnya, belum bisa ditandingi oleh Heru Prasetia, yang juga sering menjadi fasilitator di acara-acara Gusdurian, sehingga di acara-acara Gusdurian, Ahmad Zainul Hamdi sangat dikenal di kalangan anak-anak muda.

Ahmad Zainul Hamdi, selain menyukai amal-amal wirid dari gurunya, dan mendawamkan Sholawat Tafrijiyah/Nariyah 7 x setiap selesai sholat, dan Ayat Kursi 7x setiap selesai sholat, juga sangat senang musik-musik klasik.

Akhir-akhir ini, seringkali mengisi pengajian-pengajian di beberapa tempat. Dalam berbagai kiprahnya itu, Ahamd Zainul hamdi, didampingi istri yang bernama Ayik Zakiyah Ekowati, dan dikarunia 2 anak: Firsta Regina Citasmara dan Sania Idayu Virginia.

Semoga sehat, panjang umur, dan berkah.***

Editor: Ahmad Syaefudin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah