Siasat Sultan Agung, Ini Fakta Sejarah Malam Satu Suro Sehingga Dikeramatkan Oleh Masyarakat Jawa

23 Juli 2022, 14:30 WIB
Siasat Sultan Agung, Ini Fakta Sejarah Malam Satu Suro Sehingga Dikeramatkan Oleh Masyarakat Jawa /Tangkapan layar Instagram/ @bayu_ario

BERITA BANTUL - Malam Satu Suro dalam kalender Islam bertepatan dengan malam tanggal 1 bulan Muharram atau bulan pertama dalam kalender Islam.

Masyarakat Jawa meyakini pada Malam Satu Suro adalah malam yang sakral dan sering digunakan untuk melakukan tradisi-tradisi yang telah diwariskan leluhur.

Namun belum banyak yang tahu sebenarnya bagaimana sejarah Malam Satu Suro tersebut, Sebagaimana dikutip Beritabantul.com dari laman petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id, dijelaskan sebagai berikut.

Baca Juga: Inilah TEMPAT Terkenal yang Dijadikan Ajang Ritual Malam 1 Suro, Nomor 2 Keraton Yogyakarta, Kenapa?

Latar belakang dijadikannya 1 Muharam sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab, seorang khalifah Islam di jaman setelah Nabi Muhammad wafat.

Awal dari afiliasi ini, konon untuk memperkenalkan kalender Islam di kalangan masyarakat Jawa.

Maka tahun 931 H atau 1443 tahun Jawa baru, yaitu pada jaman pemerintahan kerajaan Demak, Sunan Giri II telah membuat penyesuaian antara sistem kalender Hirjiyah dengan sistem kalender Jawa pada waktu itu.

Waktu itu, Sultan Agung menginginkan persatuan rakyatnya untuk menggempur Belanda di Batavia, termasuk ingin menyatukan Pulau Jawa.

Oleh karena itu, dia ingin rakyatnya tidak terbelah, apalagi disebabkan keyakinan agama. Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan.

Baca Juga: SEJARAH Malam 1 Suro dan Acara di Parangtritis Yogyakarta, yang Sangat Disakralkan oleh Warga Jogja

Pada setiap hari Jumat Legi, dilakukan laporan pemerintahan setempat sambil dilakukan pengajian yang dilakukan oleh para penghulu kabupaten, sekaligus dilakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri.

Akibatnya, 1 Muharram (1 Suro Jawa) yang dimulai pada hari Jumat Legi ikut-ikut dikeramatkan pula, bahkan dianggap sial kalau ada orang yang memanfaatkan hari tersebut diluar kepentingan mengaji, ziarah, dan haul.

Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa).

Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang Maha Kuasa.

Baca Juga: Amalan Malam Satu Suro dari Mbah Ghofur Lamongan, Dijamin Aman Selama Satu Tahun Kedepan

Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.

Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.

Sedangkan waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan. Karenanya dapat dipahami jika kemudian masyarakat Jawa pantang melakukan hajatan pernikahan selama bulan Suro.

Baca Juga: Kapan Malam 1 Suro 2022, Hari Apa dan Tanggal Berapa? Ini Makna dan Peristiwa Bersejarah Bulan Muharrom

Peringatan 1 Suro selalu berjalan dengan khusuk, orang membersihkan diri lahir batin, melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Gusti yang membuat hidup dan menghidupi dunia dan seisinya. ***

Editor: Ahmad Lailatus Sibyan

Tags

Terkini

Terpopuler