BERITA BANTUL - Setelah bertemu Syaikhona Kholil Bangkalan pada tahun 1920, para ulama terus mengupayakan ikhtiar agar pergerakan tidak putus.
Gerakan propaganda yang menyudutkan ulama pesantren bisa membahayakan, karena berbau fitnah dan perpecahan.
Untuk itu, restu Syaikhona Kholil menjadi pegangan para ulama untuk melangkah lebih serius.
Sebagaimana dikutip BeritaBantul.com, dari kanal Youtube Abajadun Kreatif, Kyai As'ad Syamsul Arifin yang menjadi saksi hidup berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) mengisahkan jejak pergerakan ulama jelang NU lahir.
as'adBaca Juga: Sejarah NU dari Kisah Kiai As'ad: 66 Ulama Rapat di Bangkalan Tahun 1920, Mengadu Kepada Syaikhona Kholil
Sebagaimana diketahui, tahun 1920 sudah bertemu Syaikhona Kholil, maka kemudian dilanjutkan dengan pertemuan di Surabaya.
"Tahun 1921-1922, ada musyawarah di Kawatan (Surabaya) di rumah Kyai Mas Alwi. Ulama-ulama berkumpul sebanyak 46, bukan 66. Tapi hanya seluruh Jawa, bermusyawarah, " kisah Kyai As'ad.
Dalam pertemuan itu, ada ayahanda Kyai As'ad sendiri, yakni KH Syamsul Arifin, ada Kyai Sidogiri, termasuk Kyai Hasan almarhum, Genggong.
"Membahas masalah ini, seperti apa, seperti apa. Dari Barat Kyai Asnawi Kudus, ulama-ulama Jombang semua, Kyai Thohir, para kyai berkata. Tidak ada jadinya, tidak ada kesimpulan," terang Kyai As'ad.
Sampai tahun 1923, lanjut Kyai As'ad, ada kyai satu berkata,