Menyingkap Hakikat Kehadiran Agama; Renungan Indah untuk Hidup Beragama Sehari-hari

6 Agustus 2022, 18:27 WIB
/klimkin/pixabay

BERITA BANTUL - Kehadiran agama sejatinya dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari sistem sosial yang menindas dan menzalimi.

Dalam waktu yang sama, agama juga mencerdaskan pikiran dan mencerahkan batin.

Inti ajaran agama Islam adalah tauhid, yakni bahwa hanya Allah dan satu-satunya Yang Maha Besar, Yang Mahatinggi, Yang Mahaabsolut, dan Maha Rahman-Rahim.

Dengan begitu, maka hanya Allah jugalah satu-satunya yang patut disembah dan seluruh makhluk (ciptaan Tuhan) wajib menyembah atau mengabdikan seluruh hidupnya kepada-Nya.

Baca Juga: Inilah Ciri-Ciri Wali Allah dalam Al-Qur’an; Mereka adalah Para Kekasih Allah

Atas dasar ini, maka substansi ibadah (pengabdian) kepada Tuhan seharusnya merefleksikan fungsi-fungsi pembebasan manusia atas manusia yang lain dari struktur sosial yang menindas dan menzalimi di satu sisi dan menegakkan kebenaran, keadilan, dan kemakmuran manusia di sisi yang lain.

Hanya kepada-Nya-lah semua manusia bergerak dan digerakkan.

Persaudaraan umat manusia adalah prinsip dari tauhid.

Bentuk-bentuk pengabdian kepada Tuhan secara personal (ibadah individual) yang didasari keyakinan personal itu sejatinya merupakan cara menghadirkan Tuhan dalam pribadi-pribadi muslim, yakni bahwa Tuhan selalu menyertai gerak napas hidup manusia.

Dia mengawasi dan mencatat perjalalanan hidup mereka. Dia juga menanamkan kesadaran kepada manusia akan fungsinya sebagai hamba Tuhan yang karena itu harus mengabdi dan merendahkan diri hanya kepada-Nya dan tidak kepada yang lain.

Kesadaran-kesadaran ini diharapkan pada gilirannya teraktualisasi dalam kehidupan bersama mereka sehari-hari.

Baca Juga: Kisah Penulisan Kitab Tarjuman Al Asywaq oleh Ibn Arabi; Kecantikan yang Menginspirasi

Ibadah personal dengan begitu sesungguhnya tidak dimaksudkan untuk dirinya sendiri tetapi untuk kepentingan sosial dan kemanusian yang lebih luas.

Islam dengan seluruh perangkat aturannya dihadirkan untuk manusia dan untuk mewujudkan kerahmatan dan kemaslahatan di antara mereka. Inilah sejatinya makna ibadah dan takwa dalam Islam.

Ketika ibadah individual tidak membuahkan efek ketakwaan sosial dan kemanusiaan, bahkan sebaliknya, membuahkan sikap-sikap hidup negatif atau destruktif (menyakiti dan merusak), maka di samping merupakan kesia-siaan, bisa dikatakan sebagai kebangkrutan manusia dalam beragama.

Nabi mengatakan, “Orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan-amalan ibadah shalat, puasa, dan zakat. Tetapi pada saat yang sama ia juga datang sebagai orang yang pernah mencaci maki orang lain, menuduh orang lain, makan harta orang lain, mengalirkan darah orang lain, memukul orang lain.”

Baca Juga: Hati Pendeta Bergetar Saat Menyaksikan Kepala Sayyidina Husein Cucu Rasulullah

Ini sejalan dengan pernyataan Tuhan dalam Al-Qur'an, “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti hati orang-orang beriman, laki-laki atau perempuan, maka mereka memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab [33]:58).

“Kesempurnaan iman seseorang adalah budi pekerti yang baik dan berlaku lembut terhadap keluarganya.”

“Pesan-pesan moral kemanusiaan Islam sungguh terungkap pada setiap teks suci. Nabi menginformasikan kepada kita bahwa mendamaikan konflik antarmanusia memiliki nilai lebih utama ketimbang shalat, puasa, atau zakat. Karena kerusakan yang ditimbulkan oleh konflik tersebut adalah kebinasaan agama.” (Al-Jami’ Al-Shaghir)

“Satu hari seorang pemimpin bertindak adil terhadap rakyatnya itu lebih utama daripada orang yang beribadah selama 60 tahun.” ( Al-Maqashid Al-Hasanah).

“Dan Jihad yang paling utama adalah menyampaikan pesan kebenaran (atau keadilan) kepada pemerintah yang zalim.” (Al-Jami’ Al-Shaghir)

Baca Juga: Apa Saja yang Baik Itu Dikatakan Jihad oleh Nabi Muhammad, Begini Penjelasan Gus Baha yang Mencerahkan

Sejarah kehidupan kaum muslimin generasi salaf memperlihatkan kepada kita bahwa mereka tidak pernah mendikotomisasi ibadah individual dan ibadah sosial.

Pada  dini hari yang tenang dan teduh kaum muslimin generasi awal (al-salaf al-shalih) khusyuk dalam sujud, bermunajat dalam doa, memohon ampunan Tuhan, membaca dan merenungkan makna-makna Al-Qur-an dan tanda-tanda alam semesta, sementara pada siang harinya mereka memacu kudanya, menanam kurma, dan kerja-kerja sosial kemanusiaan.

Mereka itu bagai rahib pada malam hari dan penunggang kuda pada siang hari.

Seluruh kerja dan perjuangan untuk mewujudkan tatanan sosial yang adil dan menegakkan martabat kemanusiaan adalah ibadah, pengabdian kepada Tuhan yang tidak kurang pahalanya dari ibadah yang lain.

Baca Juga: Mencari Kepuasan yang Batasnya Adalah Kebinasaan; Kisah Seorang yang Tak Pernah Mendapatkan Rasa Puas

Mulla Sadra mengatakan, “Berkelana dari manusia ke manusia bersama Tuhan.”

Artikel ini dilansir dari status Husein Muhammad pada akun Facebook pribadinya yang diunggah pada 12 Desember 2015.***

Editor: Joko W

Sumber: Facebook

Tags

Terkini

Terpopuler