Detik-detik Wafatnya KH Maimoen Zubair yang Disaksikan Langsung Santrinya

- 1 Juli 2022, 10:44 WIB
Gus Hayatul Makki bersama KH Maimoen Zubair
Gus Hayatul Makki bersama KH Maimoen Zubair /facebook/udin/

BERITA BANTUL - Detik-detik Wafatnya KH Maimoen Zubair yang ternyata disaksikan langsung oleh santrinya bernama KH Hayatul Makki.

KH Hayatul Makki adalah santri KH Maimoen Zubair dari Banjarnegara Jawa Tengah. 

Saat ini, KH Hayatul Makki yang menyaksikan detik-detik wafatnya KH Maimoen Zubair itu adalah pengasuh Pesantren Tanbihul Ghofilin Mantri Anom Banjarnegara Jawa Tengah. 

Baca Juga: Ini Doa Menjadi Wali yang Dibaca Mbah Moen Saat Thowaf Jam 3 Pagi

Dikisahkan, pada awalnya Gus Hayat, sapaan akrab KH Hayatul Makki, sempat mengaku tidak percaya dengan kewalian Mbah Moen, nama akrab KH Maimoen Zubair.

Pada suatu hari, dia akan sowan Mbah Moen, dalam hatinya berkata, "Nek bener-bener Mbah Moen itu Wali maka nanti saya akan kepengin makan dengan nasi tumpeng berikut beraneka ragam lauknya, tapi masa ada di ndalem nasi tumpeng itu?"

"Siapa itu?," tanya Mbah Moen setelah Gus Hayat berada di depan beliau

"Hayat Makki, Mbah, Mantrianom Banjarnegara," Jawab Gus Hayat.

"Oh masuk sini, makan dulu," tanpa mau menerima uluran tangan Gus Hayat.

Mbah Moen langsung menyuruh Gus Hayat masuk ke ruang dalam yang biasa untuk menyuguh para tamu MbahMoen.

Ditegaskan, Mbah Moen memang mengenal sejak lama dan bersahabat dengan ayah Gus Hayat.

Baca Juga: Suara Langit Mbah Moen Sarang: Yen Pengen Ngalim Yo Ngaji

Di ruangan dalam itu ternyata ada Ibu Nyai yang memang sudah mengenal Gus Hayat dan mempersilakannya untuk makan.

Ajaibnya, nasi tumpeng berikut lauknya sama persis seperti apa yang katakan dalam hatinya sesaat tadi sebelum Gus Hayat sowan.

Awalnya setengah tak percaya, maka mulai detik itu juga Gus Hayat percaya bahwa Mbah Moen bukan orang sembarangan. Benar-benar Wali. Ngerti sejeroning winarah.

Kemudian Gus Hayat pamitan, namun ternyata Mbah Moen tidak berkenan disalami sembari seperti memasang muka 'rada marah' terhadap 'kelakuan' Gus Hayat siang itu.

Pulanglah Gus Hayat ke rumahnya dengan menyisakan tanda tanya, kenapa Mbah Moen seperti marah kepada dirinya.

Gus Hayat berjanji akan menjadi 'santri kinasihan', dengan siap segalanya jika ada dawuh dari Mbah Moen.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya di bulan haji tahun 2019, Mbah Moen tiba-tiba ingin tindak haji dan yang akan mengantarkannya adalah Gus Hayat Makki.

Baca Juga: Mbah Moen Didatangi Rasulullah, Ternyata Cucu Nabi Ngaji di Pondok Sarang

Mbha Moen menyuruh putranya, Gus Ghofur untuk mengontak Gus Hayat. 

"Telponkan Makki, suruh ke Sarang. Menemani aku haji," kata Mbah Moen singkat.

"Gus, jenengan supaya ke Sarang untuk nanti menemani (nderekke) Simbah tindak haji, bisa tidak?," suara Gus Ghofur dari Handphone.

"Tenaane Gus?" Ampun ngarang lah," jawab Gus Hayat.

Di situ ada Gus Majid Kamil dan Gus Hayat pun menanyakan apa benar kabar itu. Gus Majid pun menjawab benar.

Ternyata di situ juga ada Mbah Moen dan langsung berkata, "Makki, ini aku loh yang ngomong."

Suara khas Mbah Moen terdengar di HP Gus Hayat yang langsung dijawab, "Sendiko Dhawuh, Mbah."

Hari itu juga Gus Hayat langsung meluncur ke Sarang. Setelah bertemu, Mbah Moen dawuh, "Makki, kamu menemani aku haji ya? Sudah punya pasport?"

"Sudah punya, Mbah."

Baca Juga: Ditunggu di Makam Wali Besar, Karomah Mbah Moen Disaksikan Supir Taksi Mesir

Sejurus kemudian Mbah Moen berkata:

"Visaku belum jadi, urus yah. Kamu belum punya juga toh? Tak kasih waktu dua hari," lanjut Mbah Moen yang hanya dijawab 'Siaaap Mbah' oleh Gus Hayat Makki.

Kemudian Mbah Moen mengajak Gus Hayat masuk ke dalam kamar pribadinya. Dan di atas dipan tempat tidurnya ada rak yang berisi sebuah koper. Lumayan besar dan Mbah Moen menyuruh diambil.

Setelah bertanya 'ibu Nyai nang ndi?' lantas dijawab 'di ruang belakang, Mbah," jawab Gus Hayat.

Koper itu lantas dibuka berisi lembaran uang yang banyak sekali.

"Cepat bawa pergi koper ini."

Setelah itu Gus Hayat pamitan. Koper uang itu dititipkan ke santri untuk sementara disimpan di rumah Gus Hayat di Bawang, Banjarnegara karena saat itu juga harus segera pergi ke Jakarta untuk keperluan mengurus visa yang diberi deadline 'hanya 2 hari'.

Baca Juga: Karomah Mbah Moen: Tahu Ada Santrinya yang Mau Punya Istri Dua, Ternyata di Pondoknya Begini

Deadline itu waktu yang terbilang mustahil untuk mengurus visa haji yang biasanya memakan waktu cukup lama.

Sesampainya di Jakarta, Gus Hayat langsung menuju masjid Istiqlal. Dini hari. Dia mujahadah munajat minta sama Allah pertolongan agar memudahkan mengurus visa.

Gus Hayat sempat dimarahin sama petugas masjid Istiqlal karena memang waktunya sudah dini hari menjelang subuh.

Pagi hari, saat shalat subuh tak disangka Gus Hayat bertemu dengan Jenderal Budi Gunawan, Kepala BIN yang kebetulan pagi itu ke masjid Istiqlãl dan bertanya pada Gus Hayat.

"Ada keperluan apa pagi-pagi sudah di sini, Mas Hayat?," sapa sang Jenderal.

"Begini Pak, saya sedang ada tugas dari Mbah Maimoen Zubair untuk membuat visa haji, apakah bapak bisa mengantarkan saya ke Pak Presiden?"

"Oke siap. Mari saya antarkan," jawab Sang Jenderal.

Kemudian mereka berdua menuju Istana Negara. Kebetulan Gus Hayat sudah mengenal baik Pak Jokowi sewaktu masih menjabat Wali Kota Solo, karena Gus Hayat pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah.

"Pak Presiden. Mohon ijin saya sedang ada tugas dari Mbah Maimoen, beliau akan tindak haji tahun ini sedang membutuhkan visa haji."

Baca Juga: Waliyullah Makkah yang Sering Bertemu Nabi Khidir, Mbah Moen Buka Rahasianya yang Menakjubkan

"Baiklah Mas Hayat. Nanti saya akan kondisikan secepatnya. Untuk Imigrasi, Kemenag dan Kemenlu segera saya kumpulkan hari ini."

"Nanti juga saya siapkan pesawat khusus, bisa dari Garuda atau maskapai yang lain," sambung Pak Presiden.

"Enggih Pak, namun Mbah Moen sudah punya tiket sendiri dan sepertinya tidak berkenan kalau diistimewakan," jawab Gus Hayat sambil sesekali mengucap syukur.

Singkat cerita. Visa pun jadi. Dengan waktu singkat pula. Kemudian langsung pulang ke Banjarnegara untuk keperluan menyiapkan bekal secukupnya dan membawa serta 'koper ajaib' itu.

Sesampainya di Sarang, Mbah Moen langsung bertanya, "Piye, sudah dapat visanya?"

"Sudah, Mbah," jawab Gus Hayat.

"Pinter kamu, hehehe," tawa khas Mbah Moen karena bahagia.

Kemudian berangkatlah Mbah Moen ke tanah suci dengan ditemani Gus Hayat. Sesampainya di Makkah, Mbah Moen Beliau thowaf di lantai 2 dengan menaiki kursi roda yang didorong oleh Gus Hayat.

Baca Juga: Diceritakan Sambil Menangis, Ternyata Ini Cita-cita Terakhir Mbah Moen yang Menggetarkan

Setiap kali sampai pojokan Kakbah yang ada multazam-nya, Mbah Moen bertanya sama Gus Hayat.

"Makki, kamu lihat tidak, itu lho yang di atas Multazam?"

Gus Hayat pun menjawab sekenanya, "Hanya sorot lampu, Mbah."

"Makii Makkii, kamu tidak paham ya. Itu Malakul Maut lagi menunggu aku, dari tadi melihat aku terus."

Gus Hayat setengah tidak percaya dan menganggap itu hanya guyonan Mbah Moen saja.

Sampai kemudian Mbah Moen sering bertanya, "Sekarang hari apa? Kapan hari Selasa?"

Pertanyaan tentang hari Selasa itu hampir setiap hari ditanyakan Mbah Moen. Sampai kemudian Gus Hayat berinisiatif dan matur kepada Mbah Moen. 

"Begini saja Mbah. Kalau sudah sampai hari Senin sore, nanti saya matur kepada jenengan."

"Oh iya, beneran ya," jawab Mbah Moen.

Kemudian setelah beberapa hari di Makkah, Mbah Moen berkata lagi untuk mengambilkan koper yang kemarin berisi uang itu.

"Makki, ini dibuka kopernya," perintah Mbah Moen.

"Bagikan semua isinya kepada orang-orang," lanjut Mbah Moen.

Baca Juga: Melipat Waktu ke Makam Imam Syadzili Mesir, Karomah Mbah Moen Disaksikan Langsung Santrinya

Kemudian koper itu dibuka oleh Gus Hayat. Isinya duit semua. Masih baru. Ada yang mata uang asing, yakni Poundsterling, Euro, Dollar Amerika, Dollar Singapura, Riyal, Ringgit dan beberapa lembar ratusan ribu rupiah. Jumlah keseluruhannya sekitar Rp3,5 Miliar.

Gus Hayat bergegas menuju pelataran Masjidil Haram dan membagikan uang-uang tersebut pada orang-orang yang berlalu lalang menuju ataupun keluar dari masjid.

Aksinya itu diketahui oleh 'askar, polisi kerajaan Arab Saudi. Hampir saja ditangkap, tapi dengan bahasa Arab Gus Hayat menjelaskan bahwa aksi bagi-bagi uang ini adalah perintah langsung Syaikh Maimoen Zubair Ulama besar Indonesia.

Mendengar nama Syaikh Maimoen ajaibnya si 'askar tadi malah tersenyum dan malah mempersilahkan untuk meneruskan bagi-bagi BLT (Bantuan Langsung Tunai) itu.

Setelah hampir habis, Gus Hayat berinisiatif untuk menyisakan segepok Dollar Amerika. Tidak dihabiskan semua dan segera kembali ke hotel tempat Mbah Moen menginap.

"Sudah kamu bagi semua uangnya, Makki?," tanya Mbah Moen.

"Sudah, Mbah, tapi saya menyisihkan sedikit ini."

Gus Hayat menunjukkan uang dollar tersebut dari kantong bajunya.

"Wah, pinter kamu, hek hek hek," sahut siMbah dengan tawa khasnya.

Baca Juga: Mbah Moen tentang Keramatnya NU: Banyak Berkahnya, Tapi Juga 'Drawasi'

"Kebeneran Makki, aku dipeseni Megawati diminta membelikan tasbih warna merah sama uang itu buat beli baju dirimu dan untuk oleh-oleh buat Bu Nyai yoh," lanjut Mbah Moen.

"Sendiko dhawuh, Mbah," jawab Gus Hayat yang kemudian menghitung uang sisa bagi bagi tersebut ternyata segepok uang dollar Amerika itu jika dirupiahkan lumayan banyak. Sekitar seratus juta rupiah.

Waktupun berjalan. Sampai ketika senin sore ba'da ashar tanggal 5 Agustus 2019, Mbah Moen tiba-tiba memanggil Gus Hayat.

"Makki, aku ganteng tidak?" Sambil sesekali bercermin di kaca.

"Saestu ganteng, Mbah. Umpama ada 1.000 bidadari nanti yang 999 naksir dan tresno panjenengan, Mbah.."

"Hek hek hek, oh kayak gitu yoh..," jawab Mbah Moen dengan tawa khasnya.

"Lah terus bidadari yang satu dimana?" lanjut Mbah Moen.

"Buat saya, Mbah," jawab Gus Hayat dan langsung disambut tawa khas Mbah Moen.

"Hek hek hek, pinter kami, Makki..."

Kemudian Mbah Moen minta dipijitin sampai berpesan dan bertanya "Ini hari apa?"

Baca Juga: Mbah Maimoen Zubair Bongkar Rahasia Dibalik Kemerdekaan Indonesia, Ternyata Ini yang Terjadi

"Senin, Mbah," jawab Gus Hayat yang mulai merasakan ada sesuatu yang aneh, perasaan tidak ingin kehilangan dan tak ingin jauh-jauh dari Mbah Moen.

"Kamu di sini saja, ya," pesan Mbah Moen.

"Nggih, Mbah," jawab Gus Hayat sambil menahan haru.

Benar saja. Menjelang dinihari sekitar pukul 03.00 Mbah Moen bangun yang ternyata Gus Hayat masih ketiduran disamping tempat tidur Mbah Moen masih dalam posisi orang memijit kaki beliau.

Mbah Moen terbangun sepagi itu dan meminta Gus Hayat untuk menyandarkan tubuhnya di atas kursi. Tenang sekali raut wajahnya. Sambil melantunkan Qosidah kesukaan beliau.

Sanjungan terhadap Siti Khadijah. "Sa'duna fiddunya Wafuzna bil Ukhro.. bi Khadijatal Kubro wa Fathimatazzahro.."

Kemudian sesekali melafadzkan dzikir Alloh Alloh, dengan suara yang mulai pelan. Namun Gus Hayat melihat Mbah Moen mulai lemas dan berinisiatif untuk segera dibawa ke rumah sakit.

Setelah sampai di Rumah Sakit tak berselang lama KH Maimun Zubair dinyatakan meninggal dunia pada hari Selasa, 6 Agustus 2019 pukul 04.17 waktu setempat.

Inna lillahi wa inna ilaihi Roji'un. Suasana pagi itu mendung. Hujan rintik-rintik. Mendung lagi. Seakan para penghuni langit pun ikut berduka.

Baca Juga: Kisah Pertemuan Batin KH Dimyati Rois dan Mbah Maimoen Zubair, Ini Rahasianya

Jenazah Mbah Moen pertama kalinya disholatkan di Kantor Daker Makkah. Tempat shalat jenazah di Lantai I Kantor PPIH tersebut. Setelah dirawat beberapa saat di Rumah Sakit al-Noer, Makkah.

Setelah dishalatkan di Kantor Urusan Haji Indonesia Makkah sebelum dibawa ke Masjid al-Haram sebelum zhuhur dan dishalatkan lagi setelah shalat zhuhur.

Jenazah Mbah Moen ditutupi dengan kain hijau bertuliskan lafadz istirja', Inna Lillahi Wa Inna ilaihi Roji'un. Khas Indonesia.

Namun sesampainya di Masjidil Harom kelambu diganti dengan warna hitam. Lambang penghormatan, biasanya dipakai untuk para raja.

Imam Masjidil Haram memerintahkan untuk menempatkan jenazah Mbah Maimoen tepat di depan Ka'bah. Tidak seperti jenazah yang lain yang memang ditempatkan di ruangan khusus tempat jenazah biasa disholatkan di masjid terbesar sejagad tersebut.

Mbah Moen dimuliakan di masjidil Haram ketika disholatkan, di depan ka'bah.

Setelah ribuan bahkan jutaan orang menshalati karena memang musim haji banyak sekali orang di Mekkah. Jenazah dibawa ke pemakaman Jannatul Ma'wa. Tempat pemakaman tertua di kota Mekkah yang di situ di makamkan jasad mulia Sayyidah Khadijah al-Kubro istri tercinta Baginda Nabi.

Baca Juga: Pertemuan Gus Idror Maimoen dan KH Nashir Tambakberas Jombang, Ini Kisah yang Terjadi

Beberapa ulama besar juga dimakamkan di situ. Banyak sekali yang mendo'akan. Dubes RI untuk Saudi. Para jama'ah haji Indonesia maupun belahan dunia manapun yang sempat mengenal bahkan hanya mendengar namanya.

Para Ulama, para Habaib ikut mendo'akan di atas makam Mbah Moen setelah sebelumnya sempat salah tempat menempati sebuah makam di samping makam Mbah Moen, karena kelambu hitam yang untuk menutup jenazah Mbah Moen dibawa kabur oleh jama'ah haji asal Afrika.

Mungkin untuk Tabarukan. Ngalap berkah.

Begitulah Mbah Maimoen Zubair. Kewaliannya tersingkap setelah beliau wafat. Terbukti dengan begitu dimuliakannya beliau mulai dari proses Rumah Sakit. Sholat jenazah di Masjidil Haram hingga pemakaman. Dido'akan para ulama dan habaib dari seluruh dunia.

Menyatukan hati beberapa kubu yang sebelumnya mungkin beda pendapat dan sempat berseberangan. Merukunkan umat. Bahkan setelah jasad beliau dimakamkan di Jannatul Ma'la perijinan masuk ke area makam yang semula sangat ketat sekarang dilonggarkan.

Bahkan cenderung diizinkan padahal tahu sendiri Arab Saudi tidak begitu familiar dengan orang yang ziarah kubur.

"Indunisiy, Syaikh Maimoen Zubair," bicara seperti itu ketika di depan pemakaman Jannatul Ma'la maka petugas jagapun membiarkan masuk.

Baca Juga: 9 Kata Mutiara KH Maimoen Zubair tentang Al-Qur'an, Bacanya Seperti Dapat Cahaya dari Langit

Barokah Mbah Maimoen, ziarah Kubur mulai ramai di sekitar pemakaman tertua di Kota Makkah itu.

Cerita ini dikisahkan dikisahkan oleh Lik Khotibul Umam Wiranu (Sahabat Gus Hayat), yang juga alumni Sarang; kemarin malam Rabu waktu beliau 'ngaji rutinan' di kediaman Mas Hary Budiyantoro dengan tambahan dari penulis secukupnya.

Kisah ini dikutip dari facebook Ali Zamroji yang diunggah pada 24 Juni 2022.***

 

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah