"Bagi Kyai Sahalperintah Allah untuk menasehati, pisah ranjang, dan memukul istri itu tujuannya adalah memunculkan kesadaran dari dalam istri agar kembali taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dus, tiga cara tersebut hanya sarana yang tujuannya adalah menggapai ridla Allah," tegas Kyai Jamal.
Makanya, lanjut Kyai Jamal, di saat konflik keluarga itu, Kyai Sahal menyarankan memilih diam.
"Bagi Kiai Sahal, diam ketika istri sedang nusyuz (membangkang) lebih efektif karena istri akan introspeksi (محاسبة) terhadap hal-hal yang sudah dilakukan," tegas Kyai Jamal.
Dengan diam itu, lanjut Kyai Jamal, pelan-pelan akan lahir kesadaran pribadi yang lahir dari dalam dan akan berbuah manis, yaitu kembali kepada aturan Allah dan Rasul-Nya dalam membina rumah tangga yang harmonis bahagia.
Pendekatan Kultural Psikologis
Dalam mengurai konflik keluarga, bagi Kyai Jamal, menarik pendekatan yang disuguhkan Kyai Sahal.
"Bagi Kyai Sahal, pendekatan legal formal dalam agama harus dipadukan dengan pandangan kultural psikologis sehingga hukum bisa tepat sasaran," tegasnya.
Kyai Jamal melanjutkan, jika budaya arab mentoleransi budaya memukul yang baik dalam proses memperbaiki hubungan keluarga. Tapi di Indonesia, khususnya di Jawa, memukul justru lebih memperkeruh-memperparah konflik keluarga.
Baca Juga: Anak Cerdas Sukses dan Patuh Orang Tua, Amalkan Doa Kyai Abdul Ghofur Sunan Drajat