Ini yang Dirasakan Gus Yahya Saat Gus Dur Wafat 30 Desember 2009

30 Desember 2022, 17:13 WIB
Ini yang Dirasakan Gus Yahya Saat Gus Dur Wafat 30 Desember 2009 /facebook/yahyacholiltsaquf/

TOKOH - Ini yang Dirasakan Gus Yahya Saat Gus Dur Wafat 30 Desember 2009.

Saat Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009, sosok KH Yahya Cholil Staquf yang sekarang menjadi Ketua Umum PBNU merasakan guncangan batin yang luar biasa. 

Tapi, Ketua Umum PBNU yang akrab disapa Gus Yahya itu melihat itu sudah takdir Tuhan yang tak bisa dielakkan.

Baca Juga: Silsilah Nasab Gus Dur Sampai Rasulullah Melalui Jalur Jaka Tingkir

"Ini kehilangan tak terperi. Tapi diam-diam aku merasakannya seperti formalitas saja. Ketuk palu atas sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya," kata Gus Yahya, dikutip dari laman teronggosong, 31 Desember 2009.

Tapi, Gus Yahya merasakan kehilangan sosok Gus Dur sebenarnya sudah lama, yakni sejak Gus Dur terkena stroke tahun 1997.

"Kehilangan yang sesungguhnya telah terjadi dua belas tahun yang lalu, ketika suatu hari kamar mandi kantor PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), di Kramat Raya Jakarta, tak kunjung terbuka," kisah Gus Yahya.

Saat itu, lanjutnya, kamar mandi itu terkunci dari dalam dan Gus Dur ada di dalamnya. Orang-orang menggedor-gedor pintu, tak ada sahutan.

Ketika akhirnya pintu itu dijebol, orang mendapati Gus Dur tergeletak bersimbah darah muntahannya sendiri.

"Itulah strokenya yang pertama dan paling dahsyat, yang sungguh-sungguh merenggut kedigdayaan fisiknya," kenang Gus Yahya.

Baca Juga: Nasab Kiai Hamid Pasuruan Sampai Kepada Rasulullah Melalui Jalur Mbah Sambu Lasem

Sebelum malapetaka itu, katanya, Gus Dur adalah sosok “pendekar” yang nyaris tak terkalahkan.

"Pada waktu itu, tak ada yang tak sepakat bahwa beliau adalah salah satu tumpuan harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik," tegasnya.

Tapi, lanjutnya, ketika akhirnya memperoleh kesempatan menakhodai bangsa ini, keruntuhan fisik telah membelenggu beliau sedemikian rupa sehingga gelombang pertempuran yang terlampau berat pun menggerusnya.

"Aku tak pernah berhenti percaya bahwa seandainya yang menjadi presiden waktu itu adalah Gus Dur sebelum sakit, pastilah hari ini Indonesia sudah punya wajah yang berbeda, wajah yang lebih cerah dan lebih bersinar harapannya," tuturnya.

Gus Yahya mengaku telah menjadi pengagum Gus Dur sejak ia masih muda, walaupun dirinya saat itu belum mampu menangkap substansi ide-ide besar Gus Dur.

"Aku telah menjadi pengagum berat Gus Dur dan mendaulat diriku sendiri sebagai murid beliau sejak aku masih remaja. Tapi memang Gus Dur telampau besar untukku, sehingga aku tak pernah mampu menangkap secuil pemahaman yang berarti dari ilmunya, kecuali senantiasa terlongong-longong takjub oleh gagasan-gagasan dan tindakan-tindakannya," katanya.

Baca Juga: Makam Raja Mataram Amangkurat 1 Terletak di Komplek Makam Tegal Arum Kabupaten Tegal Jawa Tengah

Lebih lanjut, Gus Yahya juga menegaskan bahwa dirinya akhirnya bisa sangat dekat dengan Gus Dur saat menjadi Juru Bicara Presiden.

"Ketika datang kesempatan bagiku untuk benar-benar mendekat secara fisik dengan tokoh idolaku, yaitu saat aku ditunjuk sebagai salah seorang juru bicara presiden, saat itulah pengalaman-pengalaman besar kualami," tegasnya.

"Bukan karena aku melompat dari santri kendil menjadi pejabat negara. Bukan sorot kamera para wartawan, bukan pula ta’dhim pegawai-pegawai negeri. Tapi inspirasi-inspirasi yang berebutan menjubeli kepala dan dadaku dari penglihatanku atas langkah-langkah presidenku," kenangnya.***

Editor: Amrullah

Tags

Terkini

Terpopuler