Isyarat Riyadloh Leluhur Jadi Rahasia Mbah Munawwir Krapyak Jadi Ulama Al Qur'an

3 Januari 2023, 16:55 WIB
Isyarat Riyadloh Leluhur Jadi Rahasia Mbah Munawwir Krapyak Jadi Ulama Al Qur'an /almunawwir/

TOKOH - Isyarat Riyadloh Leluhur Jadi Rahasia Mbah Munawwir Krapyak Jadi Ulama Al Qur'an.

KH Muhammad Munawwir Krapyak Yogyakarta adalah ulama ahli Al Qur'an yang diakui semua jaringan ulama Nusantara dan dunia. 

Namanya masyhur dengan Al Qur'an yang melekat kuat dalam dirinya, bahkan sampai melakukan riyadloh (laku spiritual) yang dahsyat. 

Baca Juga: Dahsyatnya Ijazah Surat Al Fatihah Mbah Munawwir Krapyak, Amalkan Agar Semua Hajat Terkabul

Rahasia Mbah Munawwir, bisa disebut santri dan masyarakat, ternyata terletak dari laku riyadloh yang dijalani para leluhurnya yang ingin menjadi ahli Al Qur'an.

Impian dan cita-cita leluhur yang dibarengi laku riyadloh itu akhirnya melahirkan sosok ulama besar bernama Mbah Munawwir yang menjadi penghulu ulama Al Qur'an di Nusantara. 

Laku riyadloh leluhur ini ditegaskan oleh Kiai Zia Ul Haq, alumni Madrasah Huffadz Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta.  

"Kiai Hasan Besari sangat ingin hapal Qur'an. Berbagai macam upaya ia lakukan agar dapat hapal kitab suci itu. Riyadhah lahir dan batin ia lakoni demi bisa meraih cita-cita tersebut. Namun ternyata beliau tak ditakdirkan menjadi hafidz Quran. Apakah upayanya percuma? Tidak," kata Kiai Zia.

Bukan hanya itu, lanjutnya, putra beliau, Kiai Abdullah Rosyad, juga demikian. Selama sembilan tahun melakukan riyadloh menghapal Quran, tak jua berhasil. Apakah upayanya juga percuma? Tidak.

"Suatu hari saat berada di Makkah, Kiai Abdullah Rosyad mendengar ada hatif (suara tanpa rupa) membisikkan padanya bahwa anak-cucunyalah yang akan menjadi para ahlul Quran," kisahnya.

Baca Juga: Pengakuan Gus Mus atas Kewalian KH Zainal Abidin Munawwir Krapyak Yogyakarta

Dijelaskan, salah satu putra Kiai Abdullah Rosyad bernama Muhammad Munawwir. Sejak kecil sudah terbiasa nderes Quran. Jika sanggup mengkhatamkan Quran dalam waktu seminggu, sang ayah akan menghadiahinya uang senilai 2,5 rupiah, cukup besar untuk ukuran saat itu.

Hingga hal itu menjadi kebiasaan bagi Munawwir muda, bahkan setelah tidak diberi hadiah lagi, menjadi rutinitas sampai akhir hayatnya.

"Waktu berlalu. Munawwir muda mulai mengaji kesana kemari, hingga ia berangkat ngaji ke Tanah Suci. Konon, saat berbulan-bulan perjalanan di atas kapal, terbersit keinginan di hatinya untuk menghapal Quran, maka ia pun mengirim surat ke Jawa untuk mohon ijin kepada ayahnya," tegasnya.

Sambil menunggu surat dikirim dan mendapat balasan, lanjutnya, Munawwir muda mulai menghapalkan Quran.

Sebelum surat balasan dari ayahnya sampai, hapalan Quran sudah dikhatamkan. Bahkan dikatakan bahwa beliau menghapal 30 juz hanya dalam waktu 40 hari di atas kapal.

"Benar atau tidaknya kisah tersebut, yang jelas buah riyadhah ayah dan kakeknya jelas meranum pada dirinya," tuturnya.

Setelah 21 tahun mengaji di Tanah Suci, sambungnya, ia kembali ke Nusantara sebagai sosok Kiai Munawwir, ulama besar yang dikenal sebagai ahlul Quran, bahkan guru besar para ahlul Quran.

Baca Juga: Karomah KH Zainal Abidin Munawwir Krapyak, Kisah Rahasia Amplop di Atas Meja

Ia menjadi jujugan dan rujukan ilmu qiraat di Tanah Jawa pada masa itu.

"Santri-santri Kiai Munawwir bahkan dikenal sebagai para ulama Quran yang mendirikan pesantren-pesantren tahfidz legendaris dimana-mana," jelasnya.

Para santri Kiai Munawwir itu sebut saja Kiai Arwani di Kudus, Kiai Umar di Kempek, Kiai Umar di Mangkuyudan Solo, Kiai Suhaimi di Benda Bumiayu, Kiai Muntaha di Wonosobo, dan banyak lagi santrinya yang masyhur sebagai waliyullah.

"Belum lagi anak-cucu Kiai Munawwir yang banyak menjadi ulama, cendekiawan, dan hafidz Quran, bak cendawan di musim hujan. Sebut saja Kiai Abdul Qadir, Kiai Abdullah Affandi, Kiai Ahmad, Kiai Dalhar, Kiai Zainal Abidin yang faqih nan zahid, Kiai Warson penulis kamus legendaris, dan putra-putrinya yang lain," tegasnya.

Hingga kini, lanjutnya, pesantren peninggalannya di Krapyak Yogyakarta masih menjadi salah satu rujukan sanad pengajian Quran di Tanah Jawa.

"Intinya, riyadhah dan kesungguhan seseorang tidak menjadi percuma meski ia tidak mengunduh buahnya. Seorang penanam mungkin tidak bisa menikmati hasil dari pohon yang ia tanam. Namun anak cucunya kelak akan memanen manisnya buah dan rindangnya naungan pohon-pohon leluhurnya," tegasnya.

Menurutnya, kita tak perlu memaksakan diri atau orang lain menjadi hafidz Quran. Apalagi sekedar mengikuti tren dan motivasi-motivasi duniawi yang pasti akan mengecewakan hati.

Baca Juga: Kenangan Unik Gus Yahya Saat Ngaji Kepada KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta

Namun mencintai Quran adalah suatu keharusan. Maka hal yang lebih penting adalah melazimi Quran dengan membaca, nderes, mempelajari, dan semampunya mengamalkan.

"Kalau memang sudah bercita-cita menghapal Quran tapi tak kesampaian, jangan pernah menganggap upaya itu sebagai kesia-siaan. Sebagaimana kisah Kiai Hasan Besari dan Kiai Abdullah Rosyad yang berbuah pada keturunannya, Kiai Munawwir," katanya.

Itulah sebabnya, menurutnya, Kiai Najib, cucu Kiai Munawwir, seringkali berpesan terkait menjaga Qur'an.

"Berapapun hapalan Quran yang didapat harus dijaga, jangan sampai disepelekan dan dilalaikan, kalau bukan kamu yang jadi, maka kelak anakmu yang jadi, atau cucumu, atau minimal tetanggamu," tegasnya mengingat pesan Kiai Najib yang dihormatinya.

Keterangan Isyarat Riyadloh Leluhur Jadi Rahasia Mbah Munawwir Krapyak Jadi Ulama Al Qur'an ini dikutip dari catatan Kiai Zia Ul Haq di facebook pribadinya yang diunggah pada 24 Januari 2020.***

Editor: Muhammadun

Tags

Terkini

Terpopuler