Baca Juga: Memperebutkan Makna Gus Dur, Sosok Pluralis yang Dikenang Dunia hingga Lintas Agama
Gus Dur pun membiarkannya pulang, meninggalkannya sendiri. Bapak adalah panggilannya kepada Gus Dur.
“Kalau Gus Dur tak bisa tidur nyenyak dan tubuhnya terlihat bagai orang yang sedang resah di tempat tidur, rasanya aku bisa mengerti,” katanya lagi.
Bagi tubuh yang menyimpan magma spiritual yang bergolak, kesendirian kadang amat menyiksa.
Magma itu selalu ingin ditumpahkannya lalu mengaliri siapa saja yang ditemuinya.
Ibu Sinta suatu hari bercerita bahwa beberapa kali, pada malam-malam yang telah sepi, ketika tak ada lagi orang yang terjaga (melek), Gus Dur tiba-tiba meminta, setengah memaksa, untuk pergi ke suatu tempat yang jauh, di Jawa Timur.
Ketika disampaikan, “Mas, ini sudah malam, sudah larut, sudah jam dua dini hari."
Gus Dur tetap ingin berangkat saja. Anak-anak yang mendengar obrolan itu membantu ibunya.
"Bapak, malam-malam begini sudah tak ada pesawat. Besok pagi jam tujuh baru ada."