Gus Dur yang Bersahaja, Jiwa yang Bergolak dan Tak Ingin Mengecewakan Mereka yang Berharap kepadanya

- 5 Desember 2022, 09:58 WIB
Gus Dur tak ingin mengecewakan mereka yang berharap
Gus Dur tak ingin mengecewakan mereka yang berharap /Tangkap layar YouTube Aswaja Tube/Diolah Berita Bantul/

BERITA BANTUL – Gus Dur yang bersahaja, jiwa yang bergolak dan tak ingin mengecewakan mereka yang berharap kepadanya.

Kiai A. Wahid Maryanto, atau yang akrab dipanggil Kiai Acung, santri Gus Dur ketika di Pesantren Tebuireng, Jombang, tahun 70-an, suatu saat bercerita kepada Kiai Husein Muhammad bahwa Gus Dur sering tak betah sendirian di rumah, baik ketika malam maupun ketika siang.

Gus Dur sering mencari-cari teman untuk sekadar menjadi tempat menyalurkan hasrat-hasratnya yang menggebu-gebu: bicara ngalor ngidul tentang kebudayaan, agama, politik, partai, bangsa, negara, dan dunia.

Juga tak ketinggalan tentang NU dan umat, atau bercerita yang ringan-ringan dan tak ketinggalan joke-joke menyegarkan dan membuat perut menjadi ‘sakit’.

Baca Juga: Pakaian Gus Dur yang Sederhana, Kata Gus Mus: Gus Dur Mengikuti Kanjeng Nabi

"Kalau tidak ada siapa-siapa yang datang, maka aku sering dipanggil bapak untuk menemaninya mengobrol sambil memijat-mijat kaki dan tubuhnya yang kelelahan,” cerita Kiai Acung.

“Kalau bapak diam saja dan tampak telah tidur, aku tinggalkan diam-diam. Akan tetapi, meski begitu bahkan meski sampai mendengkur, bapak tahu kalau aku meninggalkannya, pulang ke kamar tamu di depan,” lanjutnya.

“Hmm, kamu pulang ya, Cung?” kata Gus Dur. 

Kiai Acung hanya menjawab singkat, “Inggih Pak, sampun jam kalih.”

Baca Juga: Memperebutkan Makna Gus Dur, Sosok Pluralis yang Dikenang Dunia hingga Lintas Agama

Gus Dur pun membiarkannya pulang, meninggalkannya sendiri. Bapak adalah panggilannya kepada Gus Dur.

“Kalau Gus Dur tak bisa tidur nyenyak dan tubuhnya terlihat bagai orang yang sedang resah di tempat tidur, rasanya aku bisa mengerti,” katanya lagi.

Bagi tubuh yang menyimpan magma spiritual yang bergolak, kesendirian kadang amat menyiksa.

Magma itu selalu ingin ditumpahkannya lalu mengaliri  siapa saja yang ditemuinya.

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Adalah Wujud Paling Ekstrem dari Ketidakadilan Hakiki Kata Alissa Wahid Putri Gus Dur

Ibu Sinta suatu hari bercerita bahwa beberapa kali, pada malam-malam yang telah sepi, ketika tak ada lagi orang yang terjaga (melek), Gus Dur tiba-tiba meminta, setengah memaksa, untuk pergi ke suatu tempat yang jauh, di Jawa Timur.

Ketika disampaikan, “Mas, ini sudah malam, sudah larut, sudah jam dua dini hari."

Gus Dur tetap ingin berangkat saja. Anak-anak yang mendengar obrolan itu membantu ibunya.

"Bapak, malam-malam begini sudah tak ada pesawat. Besok pagi jam tujuh baru ada."

Baca Juga: Lirik Lagu Manaqib Gus Dur Karya Gus Fuad Plered

Nah, Gus Dur baru berhenti meminta, meski tampak sangat kecewa.

Ibu sebenarnya paham bahwa Gus Dur, malam itu, pasti sedang mengingat dan memikirkan orang-orang di Jawa Timur yang ingin sekali bertemu dengannya.

Ibu Sinta diceritai Gus Dur soal itu beberapa hari sebelumnya. Gus Dur pun tak ingin mengecewakan mereka.

Gus Dur ingin memberikan kegembiraan atau menghibur hati mereka. Boleh jadi mereka sedang dirundung nestapa, mungkin sedang berharap memperoleh kegembiraan dari Gus Dur, mungkin pula ingin memperoleh berkah darinya.

Baca Juga: Gus Dur dan Sastra yang Tak Terwujud; Ide untuk Novel yang Belum Sempat Ditulis

Bisa juga mungkin karena alasan yang lain. Akan tetapi, apa pun alasannya, Gus Dur tak ingin mengecewakan mereka yang berharap.

Tulisan ini dilansir dari status Facebook Husein Muhammad yang dibagikan pada 16 Desember 2018 dengan penyuntingan seperlunya tanpa mengubah intinya.***

Editor: Joko W

Sumber: Facebook


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x