Gus Dur Rela Menanggung Luka yang Ditorehkan oleh Mereka yang Membenci, Siapakah Mereka Itu?

- 7 Desember 2022, 07:14 WIB
Gus Dur yang rela menanggung luka
Gus Dur yang rela menanggung luka /Tangkap layar YouTube Abdullah Nuryahman Mustaghfirin/Diolah Berita Bantul/

BERITA BANTUL - Gus Dur rela menanggung luka yang ditorehkan oleh mereka yang membenci. Siapakah mereka itu?

K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur begitu dikagumi dan dirindukan banyak orang. Akan tetapi, dia juga dibenci, dicaci maki, disumpahserapahi, dan direndahkan sebagian orang.

Hanya saja caci maki, sumpah serapah, dan kutukan-kutukan para pembenci Gus Dur tak membuatnya menjadi rendah, tak menjadikannya kecil, dan tak pula membuatnya terkucil.

Itu semua tak menggentarkan dirinya. Malahan gempuran-gempuran terhadapnya seperti itu justru semakin mengukuhkan kebesarannya, meneguhkan perjuangannya, dan semakin mengalirkan simpati masyarakat kepadanya.

Baca Juga: Tarekat Apa yang Diamalkan Gus Dur? Beginilah Jalan Spiritual yang Ditempuhnya

Gus Dur menanggung semuanya dengan diam.

Sebaliknya, mereka yang mencaci maki Gus Dur satu per satu dicaci maki dan direndahkan publik.

Mereka menghilang tanpa harga diri dan tanpa muka. Ucapan, nasihat, dan ceramah mereka tak lagi berharga. Begitu hina dinanya mereka.

Gus Dur tetap terus menapaki jalan lurus yang ditempuhnya menuju cita-citanya: keadilan bagi semua dan persaudaraan atas dasar kemanusiaan.

Baca Juga: Gus Dur yang Bersahaja, Jiwa yang Bergolak dan Tak Ingin Mengecewakan Mereka yang Berharap kepadanya

Gus Dur adalah orang besar yang namanya akan dicatat sejarah peradaban sebagai pejuang kemanusiaan.

Bahkan begitu wafat, Gus Dur disebut sebagai bapak pluralisme dan guru bangsa.

Kita sudah membaca sejarah umat manusia dan sejarah orang-orang besar. Orang-orang besar selalu mengandung dualitas yang paradoks: dikagumi dan dicemooh dalam waktu yang sama.

Ka’ab Al Ahbar, seorang ahli tafsir berbagai kitab suci, mengatakan:

Baca Juga: Pakaian Gus Dur yang Sederhana, Kata Gus Mus: Gus Dur Mengikuti Kanjeng Nabi

مَاكَانَ رَجُلٌ حَكِيْمٌ فِى قَوْمِهِ قَطُّ اِلَّا بَغَوْا عَلَيْهِ وَحَسَدُوهُ

Tak ada tokoh bijak bestari di sebuah komunitas kecuali selalu saja ada orang-orang/kelompok yang mencaci maki dan mendengkinya.

Jalaluddin Al Suyuthi, ulama besar, seorang ensiklopedis dengan ratusan karya tulisnya, mengatakan hal yang sama namun dengan redaksi bahasa yang berbeda:

مَاكَانَ كَبِيْرٌ فِى عَصْرٍ قَطُّ اِلَّا كَانَ لَهُ عَدُوٌّ مِنْ السَّفَلَةِ. إِذِ الْاَشْرَافُ لَمْ تَزَلْ تُبْتَلَى بِا لْاَطْرَافِ فَكَانَ لِآدَمَ إِبْلِيس , وَكَانَ لِنُوحٍ حَام وَغَيْرُه وَكَانَ لِدَاوُدَ جَالُوت وَاَضْرَابُه وَكَانَ لِسُلَيْمَان صَخَر وَكَانَ لِعِيْسَى بُخْتَنْصِر وَكَانَ لِاِبْرَاهِيم النَمْرُود وَكَانَ لِمُوسَى فِرْعَون وَهَكَذَا اِلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لَهُ ابو جَهَل

Baca Juga: Memperebutkan Makna Gus Dur, Sosok Pluralis yang Dikenang Dunia hingga Lintas Agama

Tidak ada tokoh besar pada setiap zaman kecuali dicaci maki orang-orang bodoh. Orang-orang terhormat selalu diuji oleh orang-orang pinggiran. Dulu Nabi Adam dilawan Iblis, Nabi Nuh dilawan Ham dan lainnya, Nabi Dawud dimusuhi Jalut dan pasukannya, Nabi Sulaiman dilawan Shakhr, Nabi Isa dilawan Bukhtanshir, Nabi Ibrahim dilawan Namrud, Nabi Musa dilawan Fir’aun, dan seterusnya sampai Nabi Muhammad saw. Beliau dilawan Abu Jahal.

Para tokoh bijak bestari dalam sejarah memang tidak hanya disumpahserapahi dan dibenci tetapi juga dikafirkan, dibidahkan, dituduh ateis, dan ingin dilenyapkan oleh mereka.

Mereka yang berbuat demikian itu tak matang secara intelektual dan spiritual, pikiran mereka tergantung pada bentuk-bentuk kredo formal dan teks-teks literal keagamaan, serta fanatisme pada kebenaran diri sendiri dan buta pada kebenaran yang lain.

Imam Al Ghazali, sang sufi besar, menyebut orang-orang yang mudah menyalahkan, menyesatkan, apalagi mengafirkan orang lain sebagai orang-orang yang memiliki pengetahuan terbatas, sangat dangkal, atau sebatas kulit belaka.

Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Adalah Wujud Paling Ekstrem dari Ketidakadilan Hakiki Kata Alissa Wahid Putri Gus Dur

Pada masa sebelum Nabi Muhammad saw., orang-orang seperti itu disebut "juhala", kata plural dari kata "jahil".

Kata itu secara literal berarti orang-orang bodoh. Akan tetapi, sesungguhnya itu merujuk pada mereka yang tak mengerti hak-hak kemanusiaan orang lain, sifat lekas marah, mengagumi diri sendiri, fanatisme yang tinggi (terhadap kelompoknya), angkuh, dan ekstrem.

Di atas semua itu, mereka mempunyai kecenderungan kronis kepada kekerasan dan pembalasan dendam.

Imam Al Ghazali selanjutnya mengatakan bahwa seyogianya keterbatasan pengetahuan dan kedangkalannya itu hanya bagi dirinya sendiri dan tak boleh dipaksakan kepada yang lain.

Baca Juga: Lirik Lagu Manaqib Gus Dur Karya Gus Fuad Plered

Mereka itu, kata Imam Al Ghazali, tak mengerti bahwa setiap kata suci mengandung beribu makna.

Tak ada makna tunggal yang pasti. Setiap kata atau kalimat dalam Al-Qur'an mengandung makna berlapis-lapis.

Boleh jadi mereka yang mengaku atau mengklaim paling benar sendiri sambil membodoh-bodohkan orang lain atau melukai dan menyerang orang lain itu sesungguhnya tak lebih dari orang-orang yang gelisah atas kondisi ketakberdayaan diri dan ketakutan yang berlebih.

Fanatisme, radikalisme, atau ekstremisme, kata seorang psikolog, adalah gaya berpikir untuk lari dari rasa ketidakpastian, dari kebingungan yang akut, dari kecemasan yang menghantui dadanya, dan dari rasa ketidakmampuan mengatasinya.

Baca Juga: Puisi Gus Dur, Aku Rindu Padamu Karya KH Dr Jamal Makmur Asmani

Semakin dangkal pengetahuan seseorang maka dadanya semakin sempit, ekspresinya mudah marah dan menuduh sesat orang lain.

Hal itu dikarenakan bahwa ia tak punya alternatif dan argumen cerdas atas masalah yang dihadapinya. Orang seperti itu bagai anak-anak.

Sebaliknya, semakin tinggi dan luas orang itu berpengetahuan, dadanya terbentang luas dan menghargai pilihan-pilihan orang lain.

Orang seperti ini mengerti banyak jalan menuju puncak harapan.

Baca Juga: Gus Dur dan Sastra yang Tak Terwujud; Ide untuk Novel yang Belum Sempat Ditulis

Tulisan ini dilansir dari status Facebook Husein Muhammad yang dibagikan pada 23 Desember 2019 dengan penyuntingan seperlunya tanpa mengubah esensi.***

Editor: Joko W

Sumber: Facebook


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x