Gus Dur Jadi Presiden RI, Ternyata Tanda-Tandanya Dimulai dari Fakta Ini, Baru Terungkap

- 12 Desember 2022, 19:01 WIB
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jadi Presiden RI yang ke 4
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) jadi Presiden RI yang ke 4 /facebook/adib/

TOKOH - Gus Dur Jadi Presiden RI, Ternyata Tanda-Tandanya Dimulai dari Fakta Ini, Baru Terungkap.

Saat Gus Dur terpilih sebagai Presiden RI yang ke 4, banyak analisis terkait fakta-fakta politik yang menjadi sebab terpilihnya Gus Dur sebagai pengganti BJ Habibie.

Tapi, sebenarnya sudah ada tanda-tanda khusus yang sudah lama, sejak tahun 1970-an terkait sosok Gus Dur yang akan jadi orang penting di Indonesia. 

Baca Juga: Ciri Khusus Tulisan dan Gagasan Gus Dur yang Unik dan Mengesankan

Tanda-tanda itu diungkap oleh Syu'bah Asa yang dituangkan dalam pengantar buku 'Melawan Melalui Lelucon: Kumpulan Kolom Abdurrahman Wahid di TEMPO'.

Menurut Syu'bah Asa, Gus Dur punya gagasan-gagasan besar yang menunjukkan ciri pribadinya sebagai sosok penting, apalagi ditopang jangkauan dan jaringan yang dimilikinya.

Disebutkan, termasuk dalam perhatian Gus Dur yang luas adalah kegemarannya pada perkembangan politik berbagai negara, lengkap dengan ideologi-ideologi.

Jangan-ja­ngan, inilah yang paling dia gemari, walaupun bukan yang paling banyak dia tulis.

Sehingga, dengan melihat kolom-kolomnya saja, menurut Syu'bah Asa, kita sebenarnya tidak heran kalau Gus Dur menjadi presiden.

Mungkin ada benarnya, meskipun ini karena kita berpikir sekarang, sebetulnya dari kecil Gus Dur bercita-cita ingin jadi “sesuatu”, ingin jadi somebody yang berhubungan dengan kekuasaan.

Baca Juga: Mbah Mutamakkin Kajen dan Gus Dur: Rahasia Langit dalam Ajaran Joko Tingkir

"Tentu kita semua juga ingin jadi somebody, tapi kan tidak semua somebody punya kaitan dengan kekuasaan. Pada saya, misalnya, tidak," kata Syu'bah Asa.

Di samping gagasan besar itu, Syu'bah Asa juga menyebutkan beberapa kriteria khusus yang menjadikan Gus Dur menjadi tokoh penting di Indonesia.

Pertama, Gus Dur datang dari keluarga aktivis besar, dalam pengertian yang dekat dengan negara.

Kakeknya termasuk pendiri Masjumi dan, kemudian, pendiri NU. Ayahnya menteri agama dan sangat terkenal di kalangan Islam. Dua-duanya pahlawan nasional.

"Yang saya tahu, keluarga besar Gus Dur umumnya berpenda­pat dia itu mestinya menjadi menteri agama, supaya ada yang meneruskan “warisan” ayah dan kakeknya," kata Syu'bah Asa.

Baca Juga: Bangkrut dan Punya Hutang Rp5 Miliar, Bertemu Guru Sekumpul dalam Mimpi dan Diberi Catatan Rahasia Begini

Kedua, Gus Dur sendiri, paling tidak sebagai aktivis, kalau bukan juga sebagai kolumnis, tidak bisa jauh dari kekuasaan.

Ia selalu bergerak di dekat-dekat situ, meskipun oleh pemerintah waktu itu tidak dibolehkan men­jadi pemain.

Ini bisa dibandingkan dengan para intelektual lain mana pun yang umumnya, memang, bermental swasta. Kalaupun hidupnya berhubungan dengan pemerintah, ya paling-paling makan upah, sebagai pegawai atau dosen. Gus Dur tidak pernah makan upah.

Ketiga, kolom-kolom Gus Dur, sebagian, sudah mencerminkan antusiasmenya terhadap politik dan masalah kenegaraan.

Keempat, tidak hanya Gus Dur yang menulis soal luar negeri. Tetapi, rasa-rasanya, hanya dia yang datang dengan ide lebih dahulu (dan itulah yang membuatnya menjelaskan apa yang sedang terjadi, dan bukan sebaliknya) dan menulis sambil seolah-olah berkata, “Mestinya kan be­gini. Repot-repot amat.”

Baca Juga: Ketajaman Firasat Politik Gus Dur, Dari Hikmah Para Wali Menjadi Presiden RI

"Karangannya bisa menyangkut negara apa saja, Timur maupun Barat," tegas Syu'bah Asa yang juga sahabat karib Gus Dur.***

 

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah