Cerpen 'Udin Bukan Anak Yatim' Karya Muyassarotul Hafidzoh, Kisahnya Menyentuh Hatimu

- 8 Februari 2022, 19:20 WIB
Cerpen  'Udin Bukan Anak Yatim' Karya Muyassarotul Hafidzoh
Cerpen 'Udin Bukan Anak Yatim' Karya Muyassarotul Hafidzoh /8581335/pixabay/

“Tadi Pak Tohar tanya siapa di kelas ini yang anak yatim?” jawab Udin dengan polos.

Pak Tohar ngekek, “lha yo, kan kamu masih punya bapak, bapakkmu masih hidup, kenapa kamu ikut angkat tangan? Kalau bapakmu masih hidup, yo kamu bukan anak yatim.” Udin mengangkat kepalanya sambil melihat-lihat atap kelas, “kalau Udin masih punya bapak, trus bapak Udin ada di mana?” Tanya Udin.

“Ya, Tanya ibukmu, kok Tanya Pak Tohar.” Seisi ruangan tertawa, tapi tidak bagi Udin, ini bukan hal lucu, kenapa mereka tertawa, begitu pikirnya.

Pikiran Udin masih berputar-putar, dirinya merasa tidak pernah memiliki seorang bapak. Udin hanya hidup bersama ibu dan mbah putrinya. Sejak TK, Udin sudah merasa tidak memiliki bapak, bahkan waktu kelas satu, bu guru memberikan tugas untuk bercerita tentang anggota keluarga di depan kelas. Saat itu Udin maju dengan perasaan minder, sambil terbata-bata dia pun mengatakan, “namaku Udin, Ibuku Ngaisyah, bapakku…. Ehmm.. nama bapakku…. Ehmmm…… aku tidak tahu. Tapi nama Mbahku Tentrem,” udin terdiam tidak bisa melanjutkan ceritanya, lantaran semua temannya tertawa. Pulang dari rumah dia menuju ibuknya dan bertanya tentang siapa nama ayahnya. Ibunya menjawab, “Ora ana, awakmu ora duwe bapak, bapakmu mati!” Udin menghela nafas, dia harus kembali bertanya pada ibunya, kenapa dulu ibunya mengatakan bapaknya sudah mati.

Kelas semakin rame suara sorak bahagia siswa siswi, lantara Pak Syamsul mengabarkan kalau boleh pulang, guru mau ada rapat.

Udin berlari menuju rumahnya, sesampainya di rumah, Udin melihat ibunya sedang menangis, Paklik yang sedang menelpon seseorang, Mbah yang juga duduk tertunduk, dan adikknya yang sedang bermain boneka asik dengan dunianya sendiri.

“Gak diangkat.” Udin memperhatikan Pakliknya yang sedang berusaha menghubungi seseorang.

“Trus gimama Kang?”

“Tapi Pak Solikul bilang ini nomere bojomu, ini alamat rumahnya juga.” Paklik memberikan kertas ke ibunya Udin.

“Aku akan pergi ke sana, aku pingin tahu bagaimana kehidupannya di sana sampai melupakan anak-anaknya di sini.”

Halaman:

Editor: Ahmad Amnan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah