Kurban Dengan Uang Arisan, Ada Kemungkinan Riba Jawab Al Syirbiny

5 Juni 2022, 18:30 WIB
Arisan Hewan Kurban hukumnya bagaimana /Sibyan/Berita Bantul

BERITA BANTUL – Arisan merupakan salah satu kegiatan yang memberikan dampak sedikit besar terhadap kehidupan masyarakat tanah air, termasuk arisan kurban.

Dengan adanya arisan kurban maka hubungan masyarakat semakin kuat, dimana terdapat kebudayaan gotong royong antar sesama, namun bagaimana hukumnya?

Faktanya dalam berkurban, harga pasar pertahun tidak selalau sama dengan harga pada umunya. Tergantung juga dengan panitia yang mencari hewan kurban untuk arisan kurban tersebut.

Baca Juga: 3 Poin HKTI Menyarankan Pembutukan Satgas Wabah PMK Untuk Hewan Ternak Kurban

Dilansir BeritaBantul.com dari NU Online, Al Syirbiny mengutarakan beberapa catatan yang bisa di logikakan oleh akal manusia.

Sebagai contoh, sudah ditetapkan objek hewan kurban adalah seekor kambing dengan harga 2.5 juta rupiah, yang di emban oleh 5 orang.

Sehingga masing-masing diantara 5 orang tersebut harus mengeluarkan biaya 500 ribu guna mencukupi dana sebesar 2.5 juta tersebut.

Lantas, bagaimana jika terdapat kenaikan harga? Misalkan 2.6, atau turun harga menjadi 2.4 juta?

Baca Juga: Bolehkah Mendistribusikan Daging Kurban Dalam Bentuk Olahan? Berikut Penjelasan Lengkap Dari MUI

Berasal dari problem ini, berarti muncul sebuah pertanyaan seperti berikut;

1. Bagaimana jika ada harga seekor kambing pada tahun ini mengalami kenaikan?

2. Dalam kondisi seperti ini, apakah boleh peserta melakukan tambahan iuran sebab harga 2.5 juta belum bisa mendapatkan hewan kurban?

3. Bagaimana jika harganya turun 2.4 juta dan sisa uang 100 ribu untuk jajan panitia atau semacamnya?

Baca Juga: Ini Penjelasan MUI Mengenai Hewan Kurban yang Terkena Penyakit PMK Kategori Berat

Melihat problem pertanyaan seperti ini, Al Syirbiny memberikan sebuah jawaban sebagai berikut;

Untuk menjawab pertanyaan ini, sebenarnya dibutuhkan pengetahuan mengenai hakikat daripada akad "arisan". Pengetahuan ini akan nampak jelas bila kita runut pola dasar "arisan".

Dalam kenyataannya, setiap "arisan" dilakukan dengan praktik menyetorkan uang.

Peserta yang mendapatkan undian, dan mendapatkan uang yang dikumpulkan secara bersama-sama, ia tetap memiliki kewajiban untuk terus setor keuangan di kemudian hari, sampai tahun terakhir ditentukan.

Baca Juga: Panduan Hewan Kurban yang Terkena Penyakit Mulut dan Kuku Dari MUI Masih Dalam Penyusunan

Dengan demikian, secara tidak langsung, peserta yang mendapat undian di awal-awal arisan, hakikatnya memiliki tanggungan berupa "utang" kepada peserta arisan lainnya yang belum mendapatkan.

Nah, persoalan berikutnya adalah apa yang menjadi objek utang? Jika dilihat dari setorannya yang berupa "uang", maka jelas bahwa objek utangnya (ma'qûd 'alaih)-nya adalah uang.

Dengan demikian, bilamana terjadi penambahan pada uang di tengah-tengah masa stor arisan, maka tidak diragukan lagi, bahwa tambahan tersebut masuk unsur riba qardli, yaitu riba utang-piutang.

Kalau begitu, bila terjadi lonjakan harga kambing, maka pihak yang menerima arisan adalah pihak yang bertanggung jawab untuk menambah harga.

Baca Juga: Tata Cara Membaca Doa Menyembelih Hewan Kurban Hari Raya Idul Adha

Dan sebaliknya, bila terjadi penurunan harga, maka pihak yang mendapat undian bertindak selaku yang menerima kembalian.

Ini adalah pendapat pertama. Pendapat ini merupakan pendapat yang terkuat, mengingat dhahir akad adalah berupa stor uang.

Menurut Al-Syirbiny, dalam utang berupa uang, maka yang wajib dikembalikan adalah padanan nilai uang tersebut, meski uangnya sudah tidak berlaku lagi.

(وَيُرَدُّ) فِي الْقَرْضِ (الْمِثْلُ فِي الْمِثْلِيِّ) لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى حَقِّهِ وَلَوْ فِي نَقْدٍ بَطَلَ التَّعَامُلُ بِهِ

Baca Juga: Jangan Pernah Lupakan Sayyidah Hajar, Puisi Hj Badriyah Fayumi untuk Memaknai Peristiwa Kurban

Artinya: "Dalam qardlu (utang piutang) yang dikembalikan adalah padanannya ketika yang diutang adalah perkara yang ada padanannya (mitsly), karena hal itu adalah yang lebih mendekati untuk menngembalikan hak orang yang memberi utang, walau berupa uang yang sudah tidak laku digunakan untuk jual beli lagi." (Syamsu al-Dïn Muhammad al-Khathib al-Syirbiny, Mughny al-Muhtaj, Beirut: Dâr al-Ma'rifah, tt.: 2/155)

Bagaimana dengan pendapat kedua? Pendapat kedua menyatakan bahwa pada hakikatnya, para peserta tidak menjadikan objek akadnya berupa uang, melainkan "hewan kurban"

Maksud dari hewan kurban ini adalah hewan yang sudah cukup usia dan besarnya serta kriterianya untuk dijadikan hewan kurban.

Baca Juga: Etika Menyembelih Hewan Kurban dari Mbah Maimoen Zubair

Sifat tertentunya hewan kurban, ciri-ciri dan spesifikasi hewan kurban, sebagaimana hal itu disepakati oleh peserta arisan, menjadikan hewan tersebut berkedudukan sebagai harta mutaqawwam.

Apa itu harta mutaqawwam? Harta mutaqawwam adalah harta memiliki nilai/harga apabila dijual. Misalnya: Kambing. Kambing adalah harta mutaqawwam dan bisa memiliki nilai apabila ia dijual.  

Nah, masih menurut Syekh Al Syirbiny, utang berupa barang mutaqawwam adalah wajib mengembalikan berupa harta mutaqawwam.

Utang kambing, wajib mengembalikan berupa kambing. Utang pupuk, wajib mengembalikan berupa pupuk.

(وَ) يُرَدُّ ( فِي الْمُتَقَوِّمِ الْمِثْلُ صُورَةً ) { لِأَنَّهُ صلى الله عليه وسلم اقْتَرَضَ بَكْرًا وَرَدَّ رُبَاعِيًّا وَقَالَ : إنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً } رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Artinya: "Sedangkan kalau yang diutang berupa barang yang bernilai (mutaqawwam) maka yang digunakan membayar adalah sesuatu yang mempunyai bentuk yang sama, karena Nabi Muhammad SAW pernah utang seekor unta bikru (unta yang menginjak umur 6 tahun) dan membayarnya dengan seekor unta ruba’i (unta yang menginjak umur 7 tahun), beliau bersabda: sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membayar utang. HR. Muslim." (Syamsu al-Dïn Muhammad al-Khathib al-Syirbiny, Mughny al-Muhtaj, Beirut: Dâr al-Ma'rifah, tt.: 2/156)

Baca Juga: Rahasia Keutamaan Ibadah Kurban pada Hari Raya Idul Adha

Bagaimana apabila utang berupa mutaqawwam ini, dikembalikan berupa uang? Dalam hal ini, Syeikh al-Syirbiny menjawab:

 لَوْ وَجَبَتْ قِيمَتُهُ لَافْتَقَرَ إلَى الْعِلْمِ بِهَا

Artinya: "Seandainya harus membayar dengan harganya, maka harus diketahui harganya (ketika akad utang-piutang)." (Syamsu al-Dïn Muhammad al-Khathib al-Syirbiny, Mughny al-Muhtaj, Beirut: Dâr al-Ma'rifah, tt.: 2/156)

Nah, menyimpulkan dari berbagai uraian di atas, maka menurut pendapat kedua - terkait dengan arisan kurban - adalah bahwa objeknya adalah berupa hewan kurban.

Baca Juga: Teks Doa Menyembelih Hewan Kurban Saat Hari Raya Idul Adha 2022, Lengkap Arab Latin dan Artinya

Jika polanya semacam ini, maka kewajiban dari peserta arisan kurban setiap tahunnya adalah bukan berupa urunan dengan besaran nilai tertentu.

Akan tetapi, gotong royong dari peserta adalah berupa mewujudkan adanya hewan yang siap untuk dijadikan hewan kurban.  

Bagaimana mungkin hewannya bisa diketahui sama atau tidak? Kewajiban mengembalikan utang berupa barang mutaqawwam ini tidak harus sama persis.

Yang baku bahwa pengembalian itu memiliki karakteristik yang sesuai kesepakatan awal dilakukannya arisan hewan kurban.

Baca Juga: Puisi Gus Mus: Kurban, Berisi Tentang Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, Sangat Mengharukan

Bila ada kelebihan sedikit terkait dengan besarnya hewan, maka dikembalikan sesuai dengan sunnah nabi, bahwa sebaik-baik orang yang berutang adalah yang paling baik dalam pengembaliannya.

Dengan demikian, bertambah atau berkurangnya nilai uang yang disetorkan, menurut pendapat kedua ini tidak mengharuskan bagi pihak penerima untuk menambah atau menerima kembalian.

Karena besaran setoran, bersifat fleksibel menyesuaikan harga hewan.***

Editor: Ahmad Syaefudin

Sumber: NU Online

Tags

Terkini

Terpopuler