Orang yang Banyak Kebutuhan Itu Banyak Kebodohan, Begini Penjelasan Gus Baha dan Alasannya

23 Juni 2022, 15:15 WIB
Gus Baha /

BERITA BANTUL – Setiap orang itu mempunyai kebutuhannya masing-masing. Akan tetapi, yang harus dipenuhi dalam hidup ini sejatinya hanya kebutuhan primer, yakni sandang, pangan, dan papan serta ditambah pendidikan.

Kebutuhan sekunder harus dipertimbangkan untuk pemenuhannya. Akan tetapi, kebutuhan tersier hendaklah ditekan dulu.

Orang itu jika semakin menginginkan sesuatu, ingin memenuhi kebutuhan tersier sekadar gengsi dan hodenisme, maka sejatinya ia tidak akan bahagia. Justru itu kebodohan. Mengapa demikian? Ini penjelasan dari KH. Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha.

Dikutip dari buku Dawuh Cinta Gus Baha (2022) disebutkan satu nukilan ceramahnya yang sejatinya sangat tepat untuk menjawab pertanyaan di atas.

Baca Juga: Punya Hutang Sebesar Gunung Lunas Seketika, Habib Novel Alaydrus: Amalkan Doa Ini, Ijazah dari Kakek Saya

Gus Baha mengatakan, “Orang yang banyak kebutuhan itu sebetulnya banyak kebodohannya. Itu karena ia menggantungkan kebahagiaannya dengan banyak hal.”

Benarlah apa yang disampaikan oleh Gus Baha. Jika kebahagiaan itu digantungkan pada materi, maka itu akan tidak abadi karena materi itu sifatnya hanya sementara.

Justru menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang sebenarnya sekadar untuk gengsi itu malah meresahkan dan membuat sedih.

Ingin tampil modis dengan pakaian mewah, jika terwujud itu memang membahagiakan. Akan tetapi, ada harga mahal yang harus dibayar dan itu tidak jarang justru membuat sedih.

Baca Juga: Kisah Abdullah Al-Mughawiri Mengalahkan Hawa Nafsu yang Sangat Kuat, Mengorbankan Diri untuk Menjaga Diri

Ingin membeli mobil mewah, jika itu terjadi memang membahagiakan. Akan tetapi, kerepotan juga untuk merawat dan menjaga mobil tersebut.

Dengan demikian, kelelahan untuk memenuhi kebutuhan tersier sekadar bermewah-mewah itu sebenarnya hanya membahagiakan namun hanya sebentar.

Tidak salah kita bekerja sekeras-kerasnya untuk mendapatkan kehidupan yang layak dan mapan. Bekerja keras itu baik karena menghindarkan diri dari meminta-minta atau mengemis.

Akan tetapi, jika sekadar untuk memenuhi kebutuhan tersier sebagai patokan kebahagiaan, itu sangat melelahkan dan membuat sedih. Itu sejatinya tidak akan pernah cukup.

Baca Juga: Nasihat Tentang Kematian, Buya Arrazy Hayim: Matilah Engkau Sebelum Mati

“Yang dikatakan kecukupan adalah berusaha sebanyak mungkin hal yang tidak dibutuhkan, bukan memenuhi semua kebutuhan. Nafsu itu tidak ada batasnya,” kata Gus Baha.

Nafsu memang tidak ada batasnya. Jadi, semakin ia dikejar untuk memenuhi standar kebahagiaan, maka ia tidak akan pernah terkejar.

Dengan demikian, kebahagiaan justru tidak bisa dipenuhi dengan sekadar menuruti hawa nafsu.***

Editor: Joko W

Tags

Terkini

Terpopuler