Profil Sayyidah Sukainah Putri Imam Husein bin Ali yang Jadi Saksi Karbala dan Digiring Dari Kufah Menuju Syam

- 2 Agustus 2022, 10:17 WIB
Profil Sayyidah Sukainah Putri Imam Husein bin Ali yang Jadi Saksi Karbala dan Digiring Dari Kufah Menuju Syam
Profil Sayyidah Sukainah Putri Imam Husein bin Ali yang Jadi Saksi Karbala dan Digiring Dari Kufah Menuju Syam /facebook/udin/

BERITA BANTUL - Ini tentang profil Sayyidah Sukainah Putri Imam Husein bin Ali yang jadi saksi Karbala dan digiring dari Kufah menuju Syam.

Sayyidah Sukainah adalah cicit Nabi Muhammad SAW yang ikut menjadi saksi kejamnya pasukan Yazid bin Muawiyah saat membunuh Sayyidina Husein. 

Peristiwa Karbala sangat terkenang dalam hidup Sayyidah Sukainah, apalagi ayahnya dan saudara-saudaranya meninggal dalam tragedi tersebut. 

Baca Juga: Detik-detik Wafatnya Sayyidah Zainab Cucu Rasulullah, Dijemput Imam Ali dan Sayyidah Fatimah

Dijelaskan, bahwa Sayyidina Husein dengan Rabaab kecil yang merupakan salah satu putri Umru al-Qais bin Adiy, raja Bani Kalb, rombongan kaum Nasrani dari Syam yang datang ke Madinah danmasuk Islam di masa Sayyiduna Umar.

Sayyiduna Umar pun memberikan kepemimpinan rombongan itu pada Umru al-Qais.

Ketika rombongan keluar Madinah, Sayyiduna Ali dan kedua putra mengejar rombongan.

Lalu Sayyiduna Ali berkata bahwa: “Aku Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah SAW dan menantu Beliau dan kedua mereka ini adalah Al Hasan dan Al Husein, kedua putra dari putri Beliau az-Zahraa.”

Umru al-Qais menyambut baik, bahagia bisa bertemu dengan keturunan Sang Rasul yang tidak ditaqdirkan bertemu dengan Beliau.

Sayyiduna Ali berkata: “Kami ingin menjadi menantumu.”

Baca Juga: Sayyidah Zainab binti Ali, Cucu Rasulullah yang Cerdas dan Dermawan

Umru al-Qais berkata: “Marhaban wahai keluarga Nabi SAW, aku menikahkanmu wahai Ali putriku al-Mahyaah, aku menikahkanmu wahai al-Hasan putriku Salma, dan aku menikahkanmu wahai al-Husain putriku ar-Rabaab.

Sayyidah Sukainah dilahirkan pada tahun 47 H di tengah suasana yang bergejolak. Diberi nama Aaminah.

Oleh sang bunda Rabaab diberi laqab Sukainah (yang membuat ketenangan) karena Aaminah kecil yang ceria membuat keadaan keluarga menjadi tenang dan damai.

Dalam darah Sayyidah Sukainah bercampur antara darah ayah yang keturunan Sayyiduna Nabi dan darah ibu yang keturunan raja.

Kecintaan Sayyidina Husein yang mencolok membuat saudaranya Sayyiduna al-Hasan menegur.

Sayyidina Husein pun menyebutkan bait-bait syiir atas kenyamanan hidup yang dirasakan dalam rumah yang ditinggali Rabaab & putrinya Sukainah:

Baca Juga: 3 Sosok Zainab Putri Sayyidina Ali, yang Wafat di Mesir Jadi Saksi Kasus Karbala

لـــعـــمـــرك إنــنــي لأحــب دارا

تــكــون بـهـا ســكـيـنـة والــربـاب

أحــبــهــمــا وأبــذل جــل مــالــي

ولــيــس لـعـاتـب عــنــدي عـتـاب

ولــســت لــهــم وإن عـابـوا مـعـيـبًا

حــيــاتـي أو يـغــيــبــنـي الــتــراب

Sayyidah Sukainah terkenal sebagai salah satu wanita tercantik, tercerdas dan terfashih di kalangan Quraisy.

Sayyidah Sukainah merupakan teladan dalam ketaqwaan dan tasawwuf, salah satu wanita ahli ibadah.

Sampai suatu hari sepupunya Sayyiduna al-Hasan bin Sayyidina al-Hasan datang meminang.

Baca Juga: Rahasia Warga Mesir Sangat Mencintai Sayyidah Zainab Cucu Rasulullah

Sayyiduna Husein pun berkomentar: “Aku memilihkan untukmu Fathimah, karena dia lebih mirip dengan ibuku Fathimah, sementara Sukainah dia lebih tenggelam bersama Allah SWT, jadi tidak cocok untuk seorang laki-laki.”

Konon ucapan Sayyidina al-Husain itu membuat ciut banyak laki-laki, sehingga menganggap bahwa memperoleh Sukainah merupakan cita-cita yang sulit digapai.

Salah satu yang mendambakan Sayyidah Sukainah adalah Mush'ab bin Zubair sampai berdoa untuk bisa menikahi Sukainah.

Sayyidah Sukainah muncul di publik bersama sang ayah pada dzilhijjah 60 H, saat berhaji bersama sang ayah.

Kemudian Sayyiduna Husein berumrah untuk perpisahan sebelum ke Irak untuk pergi menemui 40 ribu pasukan yang sudah berjanji setia akan berjuang bersama melawan kebatilan.

Sayyiduna Husein berangkat bersama seluruh anggota keluarga, meskipun dinasehati untuk tidak pergi ataupun tidak usah membawa keluarga.

Baca Juga: Usai Tragedi Karbala, Sayyidah Zainab dan Keluarga Nabi Digiring dengan Rantai dari Kufah ke Syam

Tapi Sayyiduna Husein berpegang teguh, mau apa lagi. Itulah jiwa beliau yang menganggap enteng dunia dan segala isinya.

Beliau sudah diingatkan bahwa warga Irak lah yang telah membunuh ayah beliau Sayyiduna Ali pun mereka juga yang telah mengusir saudaranya Sayyiduna Hasan.

Sayyiduna Husain mengomentari: “Di antara bukti hinanya dunia di sisi Allah SWT; kepala Sayyiduna Yahya bin Zakaria `alaihima as-salaam dihadiahkan pada salah seorang pelacur Bani Israil."

Ahlu Makkah melepaskan kepergian Sayyidina Husein dan keluarga Nabi penuh kecemasan.

Perjalanan yang dilalui sangat pilu. Korban berjatuhan satu persatu, sampai akhirnya di Karbala.

Malam itu gelap,para perempuan ahli al-bait dalam suatu kemah.

Sayyidah Zainab keluar ke kemah lain menemui saudaranya Imam Husein yang sedang memperbaiki pedangnya sambil bersenandung:

Baca Juga: LANGIT IKUT MENANGIS, Perkataan Terakhir Sayyidah Zainab Saat Kepala Sayyidina Husein Terpenggal

يا دهر أف لك من خليل *** كم لك بالإشراق و الأصيل

من طالب و صاحب قتيل *** و الدهر لا يقنع بالبديل

و كل حي سالك سبيل *** ما أقرب الوعد من الرحيل

وإنما الأمر إلى الجليل ..

Sayyidah Zainab berteriak:

“.. Al Husein menangisi dirinya sendiri! Seandainya maut memupuskan aku dari kehidupan, telah pergi ibuku Fathimah, ayahku Ali, saudaraku al Hasan, tidak ada yang tersisa selain dirimu wahai pewaris yang pergi dan penopang yang tersisa..”

Imam Al Husein berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW dalam mimpi, Beliau berkata: “Sesungguhnya kamu akan mendatangi kami”.

Sayyidah Zainab berteriak pedih. Sayyidina al-Husain berkata: “Tidak perlu berteriak sedih, tenanglah, semoga Yang Maha Penyayang Menyayangimu”.

Teriakan Sayyidah Zainab terdengar oleh para perempuan di kemahnya. Mereka berhamburan datang.

Baca Juga: Kesedihan Sayyidah Zainab Cucu Rasulullah Saat Jadi Saksi Terpenggalnya Kepala Sayyidina Husein

Sayyiduna Husein memandang mereka, lalu berkata:

“Wahai saudariku, wahai Ummu Kultsum, dan kamu Zainab, Sukainah, Fathimah, dan kamu wahai Rabaab, apabila aku dibunuh, jangan ada salah satupun dari kalian yang mengoyak baju, mencakar wajah ataupun berkata yang tidak baik..”.

Semua terdiam, kecuali Sukainah yang menangis. Gadis kecil yang riang, yang selama ini menjadi sumber kebahagian dengan senyumnya yang menawan itu terus menangis.

Sang ayah berkata:

“Kenapa tidak menganggap enteng saja, toh ayahmu mengorbankan hidup untuk membela kebenaran dan melawan kebatilan,

ayahmu juga besok akan bertemu dengan kakeknya Nabi SAW dan ibunya az-Zahra, ayahnya Ali, saudaranya al-Hasan, pamanya Hamzah…

dan kamu juga di hari esok nanti – cepat atau lambat – akan menemui mereka juga?”

Baca Juga: Sayyidina Husein dan Keluarga Nabi Wafat di Karbala Saat Kehausan dan Leher yang Terpenggal

Sang ayah memandangnya lama, lalu berkata dengan penuh keberanian dan ketegaran menghadapi takdir Allah SWT berkata:

“Kamu akan lama jauh dariku wahai Sukainah, simpanlah air matamu untuk besok.. bukankah hari esok tidak lama lagi?”

Kemudian Sayyiduna Husein mewasiati isterinya untuk menjaga Sukainah dengan baik, lalu beliau shalat tahajjud.

Malam itu yg terdengar hanya suara bacaan al-Qur`an dari Sayyidina al-Husain yang shalat, sampai terbit hari baru ke-3 Muharram 61 Hijriyah.

20 an ribu pasukan musuh menyerbu mereka. Bukan peperangan yang terjadi. Pasukan itu hanya menghalangi mereka dari sumber air.

Kejadian pilu begitu cepat silih berganti. Tidak sampai sepekan, lapangan itu pun penuh darah dan organ tubuh yang terpotong-potong.

Sayyidah Sukainah dikeluarkan dari tempatnya untuk melihat organ-organ tubuh para anggota keluarganya yang berserakan sampai pasukan itu selesai mengambili kepala-kepala ahli al-bait.

Baca Juga: Detik-Detik Terjadinya Tragedi Karbala dan Rahasia Kemuliaan Sayyidina Husein

Di situ, Sayyidah Sukainah jatuh memeluk tubuh sang ayah yang dipenuhi 33 tombakan, 34 pukulan, tapi tiba-tiba tubuhnya ditarik untuk disatukan bersama tawanan yang lain dan digiring menuju Kufah.

Para wanita mulia itu digiring di atas unta tanpa pelana, wajah mereka sedih, bertelanjang kaki.

Di depan mereka kepala Sayyidina Husein dan 78 dari anggota keluarga mereka di ujung tombak.

Belum sampai satu bulan dari melepaskan rombongan Sayyidina Husein, para wanita mulia dari ahli al-bait dan Imam Ali Zainal Abidin yang sedang sakit kembali pulang ke Madinah.

Semua warga Madinah menangis pilu.

Sekembalinya dari peristiwa pedih itu, Rabaab menetap di Madinah dan menolak pinangan siapapun.

Rabaab meninggal setelah satu tahun menangisi sang suami dan putranya yang meninggal di Karbala.

Di antara syair yang disebutkan Sayyidah Rabaab ketika kehilangan suaminya:

Baca Juga: Profil Sayyidah Fatimah Putri Sayyidina Husein yang Ikut Digiring dari Kufah ke Syam

إِنَّ الذي كان نُورًا يُستَضاءُ بهِ بكربلاءَ قتيلٌ غيرُ مدفونِ

سِبْطَ النبيِّ جزاك اللهُ صالحةً عَنّا وجُنِّبْتَ خُسْرانَ الموازِينِ

قد كنتَ لي جَبَلاً صَعبًا أَلُوذُ بهِ وكنتَ تَصْحَبُنا بالرُحْمِ والدِينِ

مَن لليَتامَي ومَن للسائلينَ ومَن يُعْنَي ويأوِيْ إليهِ كُلُّ مِسكينِ

واللهِ لا أبتغي صِهْرًا بِصِهرِكُمُ حتي أُغَيَّبَ بينَ الرَمْلِ والطِينِ

Akhirnya, Sayyidah Sukainah pergi bersama sang bibi Sayyidah Zainab ke Mesir.

Lalu menetap bersama saudaranya as-Sajjaad, Zainal Abidin, Ali bin Husain di Madinah setelah wafat sang bibi pada Rajab tahun 62 Hijriyah.

Setelah itu kaumnya meminta Sayyidah Sukainah untuk menikah, demi meneruskan keturunan Sayyidina Husein yang hanya ada dalam darahnya dan saudaranya Zainal Abidin.

Sementara saudarinya Fatimah sudah menikah dengan al-Hasan al-Mutsanna bin Imam Hasan bin Ali.

Imam Ali Zainal Abidin menikahkannya dengan Mushab bin az-Zubair.

Baca Juga: Kenapa Para Kiai Indonesia Tidak Mengikuti Sayyid Husein, Melainkan Sayyid Hasan? Begini Penjelasan Gus Baha

Menurut riwayat di `Uyuun al-Akhbaar, suatu hari 4 orang lelaki Quraisy berkumpul di halaman kakbah.

Merekan adalah Abdullah bin Umar, Urwah bin az-Zubair, Abdul Malik bin Marwan dan Mush'ab bin az-Zubair.

Mush'ab berkata: “Sebutkan keinginan kalian”. Yang lain menjawab: “Kamu duluan”.

Mush'ab pun berkata: “Kekuasaan Iraq, menikah dengan Sukainah binti al-Husain dan Aisyah bin Thalhah bin Ubaidillah."

Urwah bin az-Zubair menginginkan ilmu fiqh dan periwayatan hadis.

Abdul Malik bin Marwan menginginkan khilafah, dan Abdullah bin Umar menginginkan surga.

Sebelum menikah dengan Sukainah, Mush'ab sudah menikah dengan Aisyah yang merupakan perempuan idola masa itu. Banyak penyair yang mengabadikan cerita kecantikan Aisyah.

Seorang perempuan yang sangat bangga dengan kecantikannya, kepercayaan diri yang tinggi tanpa mempedulikan perasaan suami.

Baca Juga: Sayyidina Hasan Cucu Rasulullah Wafat Karena Diracun, Tidak Mungkin Ada Peran Muawiyah Kata Syekh Yusri Mesir

Begitu Mush'ab mendengar bahwa Sukainah sudah terbuka hatinya untuk menikah, beliaupun datang ke Madinah untuk meminang.

Ketika itu Mush'ab sudah menjadi penguasa di Irak tahun 67 Hijriyah.

Pinangan diterima, Mush'ab memberikan mahar sejuta dirham (10 dirham = sekitar 1 dinar = 4,25 gram emas = 425 kilo emas) ditambah hadiah untuk Sayyidina Ali 40 dinar (170 gram emas) saat mengantarkan saudarinya ke Irak.

Mahar yang biasa saja, Mush'ab memberikan mahar yang sama untuk Aisyah sebelumnya.

Kehidupan perpolitikan masa itu mencekam, terjadi pergolakan kuat antara Abdul Malik bin Marwan (Syam) dan Mush`ab bin az-Zubair.

Dalam suatu peperangan tahun 70 Hijriyah, Sayyidah Sukainah melepaskan kepergian sang suami dengan pilu.

Pasukan Kufah mengkhianati Mush'ab. Di situlah Mush'ab bertahan seperti yang dilakukan Sayyiduna Husein. 

Beliau terbunuh bersama putranya yang bernama Isa.

Baca Juga: Mimpi Sayyidina Husein Bertemu Rasulullah Sebelum Tragedi Karbala, Pesan Terakhir yang Menggetarkan

Sukainah sangat kecewa terhadap pengkhianatan mereka. Suatu hari Ahlu al-Kufah mengirim utusan untuk menghibur Sayyidah Sukainah.

Setelah mereka bicara, Sayyidah Sukainah pun berkata:

“Allah Mengetahui bahwasanya aku membenci kalian! Kalian telah membunuh kakekku Ali, ayahku al-Husain dan suamiku Mush'ab, lalu dengan muka apa kalian menemuiku? Kalian telah membuatku yatim di masa kecil dan membuatku jadi janda di saat aku besar.”

Sayyidah Sukainah pun pergi, keluar dari Kufah, dari Irak.

Setelah itu Sayyidah Sukainah menikah lagi. Banyak riwayat yang berbeda tentang berapa kali dan dengan siapa saja.

Pernikahan yang tidak lama. Sang suami yang meninggal dunia, dibunuh atau dipaksa menceraikan beliau karena kepentingan politik dan sebagainya.

Kepedihan hidup tidak berhenti, begitu banyak lika liku yang dilalui Sayyidah Sukainah. Beliau yang sudah terbiasa menyimpan baik-baik berbagai derita yang dirasakan dan muncul di depan umum sebagai perempuan yang berkepribadian yang riang.

Baca Juga: Biografi Singkat Imam Husein bin Ali, Cucu Rasulullah yang Wafat di Karbala

Beliau wafat tahun 117 Hijriyah di Madinah dalam usia 70 tahun, menurut beberapa sumber.

Di thabaqat asy-Sya'rani dan thabaqat al-Munawi disebutkan bahwa beliau wafat di Cairo dan dimakamkan di daerah sekitar makam Sayyidah Nafisah.

Disebutkan bahwa Sayyidah Sukainah datang ke Mesir setelah dipinang oleh al-Ashbagh bin Abd al-Aziz bin Marwan, wali Mesir saat itu.

Untuk memperkecil kemarahan massa setelah pembunuhan Sayyiduna Husein, politik Bani Umayyah adalah pendekatan dengan ahli al-bait dengan menikahi mereka atau memberikan sejumlah jabatan.

Di perjalanan menuju Mesir, Sayyidah Sukainah mendengar kejahatan dan kezhaliman al-Ashbagh, maka Sayyidah Sukainah pun bersumpah untuk tidak akan menjadi isteri al-Ashbagh untuk selamanya.

Sesampainya di Mesir, ternyata al-Ashbagh telah meninggal tanpa pernah melihat Sayyidah Sukainah.

Di Mesir, beliau tinggal di rumahnya sampai wafat dan dimakamkan di rumah tersebut.

Baca Juga: Pelajaran dari Kisah Pembunuhan Husein bin Ali di Karbala, Gus Baha: Kesalehan Itu Melahirkan Tragedi

Setelah kedatangan Sayyidah Sukainah, datang juga ke Mesir bibi beliau: Sayyidah Nafisah al-Kubra Binti Zaid al-Ablaj, kemudian Sayyidah Nafisah ash-Sughra binti Al-Hasan al-Anwar.

Kedatangan ahli al-bait di Mesir disebabkan mereka menemukan cinta yang tulus dari warga Mesir juga tempat yang aman dari berbagai gejolak politik.

Perlu diingatkan bahwa isu yang menyebutkan bahwa Sayyidah Sukainah merupakan pecinta lagu, suka bersenang-senang, bercampur dengan lawan jenis dan lainnya merupakan hal yang tidak benar.

Isu tersebut disebar demi mendukung politik Bani Umayyah dan Bani Abbasi yang menzhalimi ahli al-bait.

Isu buruk itu dibuat oleh para pendengki dan musuh ahli al-bait, yang akhirnya bertujuan untuk mengolok-olok ahli al-bait, kemudian merendahkan kepribadian Rasulullah SAW dan risalah Islam yang Beliau bawa.

Jadi jangan ada yang mempercayainya lalu menyebarkannya. 

Sementara kabar tentang Sayyidah Sukainah yang muncul di kehidupan sosial dan sastra, jadi salah seorang kritikus terbaik di masanya.

Baca Juga: Sayyid Ali Zainal Abidin Putra Imam Husein Menangis Saat Diprotes Budak, Ternyata Ini Fakta yang Terjadi

Itu berita benar seperti halnya semua perempuan ahli al-bait yang mendukung perkembangan sastra, apalagi para ahli al-bait secara khusus adalah para penjaga warisan al-Muhammadi di bidang bahasa dan agama.

Sepertiga hidup Sayyidah Sukainah dihabiskan untuk mengajar kaum muslim di bidang fiqh, pengetahuan dan sastra.

Cerita tersebut bersumber dari kitab Masaajid Mishra wa Awliyaauha ash-Shaalihuun, kitab Tarajim Sayyidat Bait an-Nubuwwah karya Binti asy-Syaathi, dan postingan Maulana Syekh Ali Jum'ah hafizhahullah di fb yang diambil dari kitab "Maraqid Ahli al-Bait fi al-Qahirah" karya Syekh Muhammad Zaki Ibrahim rahimahullah.

Keterangan tersebut dikutip dari catatan Hilma Rosyida Ahmad Mesir di facebook pribadinya yang diunggah pada 31 Januari 2019.***

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah