Kenangan Alissa Wahid Saat Detik-detik Wafatnya Gus Dur, Air Mata Tak Tertahan Sampai Ratusan Hari

- 31 Desember 2022, 14:05 WIB
Kenangan Alissa Wahid Saat Detik-detik Wafatnya Gus Dur, Air Mata Tak Tertahan Sampai Ratusan Hari
Kenangan Alissa Wahid Saat Detik-detik Wafatnya Gus Dur, Air Mata Tak Tertahan Sampai Ratusan Hari /facebook/adib/

Beberapa saat kemudian saya tahu bahwa bersamaan dengan hadirnya rasa damai itu, Bapak kembali pulang ke HaribaanNya.

Jauh hari setelahnya, saya memaknai detik-detik itu sebagai anugerahNya bagi saya: sebuah momen melepas dan menerima perpisahan yang manis dengan lelaki yang paling saya cintai dalam kehidupan saya, tak terbatasi oleh jarak dan ketubuhan.

Sesampai di rumah Ciganjur, saya hanya sempat menangis sebentar saja memeluk ibu dan adik-adik saya. Setelahnya hanya tekad baja untuk memberikan pelayanan terbaik terakhir sebagai seorang anak kepada ayahnya.

Menyiapkan segalanya untuk menyucikan Bapak, membaringkannya di tempat tidur yang saya pilihkan khusus untuk Beliau beberapa tahun sebelumnya, sebelum merapikan pakaian terakhirnya lalu diselimuti selembar kain batik Ibu. Berkoordinasi dengan paspampres, mengatur penerbangan, sampai berdebat dengan protokol negara.

Protokol meminta rumah disterilkan saat serah terima jenazah dari keluarga kepada Negara sebagai bagian dari Upacara Pemakaman Negara.

Saya menolak dengan keras, “Bapak bukan hanya Presiden, beliau Kyai. Tahlil dari para peziarah lebih penting untuk mengiringi perjalanan beliau ke makam, daripada upacara negara. Kalau Negara tidak bisa menyesuaikan, kami pilih pemakaman tradisi kyai.”

Barangkali hanya ini serah terima formal jenazah kepada Negara dilakukan dengan pihak keluarga tak beralas kaki.

Momen keharuan menyeruak dalam perjalanan dari Rumah Ciganjur ke bandara Halim, saat saya menyaksikan orang-orang berdiri di pinggir jalan, beberapa di antara mereka dengan sikap menghormat.

Menggenapi haru atas doa dari berbagai jenis dan kelompok warga bangsa sejak detik wafatnya. Terlintas di benak, beginilah pemimpin yang dicintai, bukan ditakuti. Cinta sejati tidak bisa dipalsukan dan direkayasa, ia akan menampakkan diri sejatinya dalam tindakan murni tak berimbalan.

Begitu pun di Tebuireng, Jombang. Saya tak sempat menangis, kecuali saat menurunkan jenazah Bapak ke liang lahat. Siang itu, rasanya saya lebih sering memerintah sana-sini demi pemakaman yang terbaik, daripada merasakan kepedihan di hati.

Halaman:

Editor: Amrullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x