Mbah Dullah Turun Panggung Cium Tangan Penjual Dawet, Pejabat dan Ribuan Tamu Tercengang, Siapa Dia?

16 Februari 2022, 14:08 WIB
Kisah Mbah Dullah Salam Kajen Cium Tangan Penjual Dawet /facebook/jamal.pati/

BERITA BANTUL - Menjadi tokoh besar, ulama dengan pengikut ribuan, santri dari berbagai penjuru Nusantara, dan tamu pejabat mulai pusat sampai daerah datang silih berganti.

Iya, Mbah Dullah yang wafat tahun 2001 itu tokoh besar pada masanya. KH Abdullah Zein Salam nama lengkapnya.

Ia mewarisi pesantren yang didirikan leluhurnya tahun 1912, jauh sebelum kemerdekaan. Mbah Dullah yang hidup di desa, tapi namanya melambung tinggi. 

Baca Juga: Supir Taksi Bertemu Mbah Dullah Saat Berada di Makkah, Ternyata yang Terjadi Berbeda, Supir Langsung Nangis

Baca Juga: Pesan Keramat Mbah Dullah Kajen yang Membuat Bergetar Siapa Saja

Sebagaimana dikutip BeritaBantul.com dari Bangkitmedia, dikisahkan sosok Mbah Dullah Kajen yang pernah membuat para pejabat dan ribuan tamu undangan tercengang.   

Saat itu, ada satu acara resmi. Pejabat dari pusat datang, demikian juga pejabat dari daerah sampai perangkat desa. Ribuan santri dan tamu undangan hadir.

Mbah Dullah saat ini bertugas memberi sambutan. Bergegas beliau menuju atas panggung. Saat sudah persis di atas panggung, tiba-tiba Mbah Dullah mengurungkan pidato. Justru buru-buru turun lagi dari panggung.

Semua mata tertuju pada derap langkah kaki Mbah Dullah. Bingung, ada apa kok turun lagi.

Tak ada yang menyangka, Mbah Dullah pergi dan nggeloyor menemui penjual dawet di pinggir jalan. Dengan penuh takdzim, Mbah Dullah menyapa penjual dawet itu dan mencium tangannya.

Ribuan mata menyaksikan peristiwa tak terduga itu. Pejabat dari pusat bahkan tercengang, ternyata Mbah Dullah menemui penjual dawet, bahkan sampai cium tangannya. 

Baca Juga: Mbah Dullah Salam Kajen Terima Amplop Tebal dari Dermawan, yang Terjadi Kemudian Tak Terduga, Kamu Pasti Kaget

Seandainya saat itu sudah ada smartphone, pasti akan terabadikan melalui foto dan video. 

Semua mata akhirnya tertuju kepada penjual dawet itu, bertanya-tanya, siapa dia sebenarnya, kok sampai Mbah Dullah mencium tangannya.

Sebentar saja bersama penjual dawet itu, Mbah Dullah akhirnya kembali ke atas panggung. Pidato sangat singkat.

“Tawasul itu penting untuk nggandengkan taline gusti Allah.”

Kemudian Mbah Dullah menyitir ayat ini.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا ...

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah bercerai berai, dan ingatlah kalian semua akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu semua karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali-Imron 103).

Setelah baca ayat itu, langsung ditutup saja. Wassalamu'alaikum Warahmatullah Wabaraktuh. 

Baca Juga: Rahasia Sumur Keramat Syaikhona Kholil di Bangil, Ternyata Digali dengan Membaca Ini

Suasana hening. Pidato singkat itu lamat-lamat diresapi ribuan tamu yang hadir, sembari dikaitkan peristiwa cium tangan penjual dawet yang baru saja terjadi. 

Mbah Dullah kemudian turun dan duduk di kursi bawah panggung. 

Ketika ditanya siapa penjual dawet tersebut, Mbah Dullah menjawab:

“Beliau adalah guru ngajiku sewaktu kecil, beliau yang mengajarkan aku cara membaca Fatihah, sehingga sebab beliau aku bisa membaca Al-Quran, bisa beribadah kepada Allah dan mendekat kepada-Nya.”

Subhanallah, jawaban Mbah Dullah membuat merinding siapa saja. Takjub, bahkan sampai tak ada kata-kata untuk melukiskan. 

Mbah Dullah sosok ulama sejati, waliyullah yang tak terbantahkan. 

Baca Juga: Syaikhona Kholil Bangkalan Lihat Tumpeng di Atas Kepala Imam Shalat, Ini Fakta yang Terjadi

Dari pidato singkat itu pula, Mbah Dullah mendidik kita semua.

Pertama, salah satu cara menggadengkan tali Allah (sesuai dawuh Syekh Abdul Qodir Al Jailani) adalah dengan tawasul.

Kedua, berbahagialah para pengajar Al-Quran di TPQ maupun musholla.

Makna senada juga pernah disampaikan Kyai Jamal Tambakberas Jombang.

“Semulia-mulianya pengajar, adalah orang yang mengajar baca Al-Qur’an."

Kisah Mbah Dullah di atas melekat sepanjang masa di hati umat, terlebih para santri dan jamaahnya. 

Baca Juga: Kisah Bupati Menguji Kewalian Syaikhona Kholil Bangkalan, Cerita Gus Muwafiq dari Gus Dur

Kisah ini pertama kali ditulis Kyai Ahsanul Fuad, santri Mbah Abdullah Salam Kajen Pati.

Demikian, semoga bermanfaat.***

Editor: Muhammadun

Sumber: Bangkit Media

Tags

Terkini

Terpopuler