9 Waliyullah di Jawa yang Bertemu Nabi Khidir, Ada yang Dimakamkan di Gunungpring

24 November 2022, 17:32 WIB
Kisah 9 Wali di Tanah Jawa yang Pernah Bertemu Nabi Khidir /tangkapan layar youtube kkw/

HIKMAH - 9 Waliyullah di Jawa yang Bertemu Nabi Khidir, Ada yang Dimakamkan di Gunungpring.

Para waliyullah yang masyhur di Tanah Jawa dikenal memiliki karomah yang disaksikan para santri dan masyarakat. 

Nabi Khidir AS punya kedekatan dengan para waliyullah, bukan saja di Arab, tapi juga di Tanah Jawa.

Baca Juga: Bertemu Wali Jadzab, Gus Miek Digerojok Minum Kopi Jahe yang Sangat Banyak, Ini Rahasianya

Nabi Khidir adalah salah satu Nabi Allah yang mempunyai umur panjang. Nabi Khidir sangat dekat dengan para kekasih Allah, bahkan Nabi Khidir banyak mendidik para ulama dan kekasih Allah dengan caranya yang khas dan unik.

Berikut ini adalah jejak 9 wali di Tanah Jawa yang pernah bertemu Nabi Khidir. Mari simak 9 wali tersebut.

Pertama, Nabi Khidir Menyamar Jadi Pengemis Temui Syaikhona Kholil Bangkalan.

Suatu hari, Syaikhona Kholil Bangkalan sedang menemui tamu-tamunya. Saat itu, posisi beliau sedang duduk dengan salah satu lutut tertekuk di depan perut beliau sambil bercengkerama dengan para tamu-tamunya ditemani kopi yang ada di hadapan masing-masing.

Ketika sedang asyik mengobrol itu, tiba-tiba datang seorang “gembel” dengan pakaian lusuh sambil menuntun seekor anjing masuk ke ruangan.

Baca Juga: Rahasia Nyai Sholihah Mendidik Gus Dur Jadi Tokoh Dunia

Kontan saja semua tamu pada heran bercampur geram apalagi tanpa salam tanpa bicara dan tanpa ijin.

Tiba-tiba si pengemis ini menyeruput kopi milik Mbah Kholil hingga tinggal ampasnya. Terlihat juga ingus yang keluar dari hidung pengemis tak diundang ini.

Mbah Kholil tampak merubah posisi duduknya seperti orang posisi duduk orang sedang sholat, telapak tangannya menyatu di atas paha, kepalanya menunduk tanpa berani menatap muka si pengemis.

Justru beberapa tamu bangkit bermaksud mengusir orang aneh ini, tapi segera dicegah oleh Mbah Kholil dengan isyarat tangannya.

Beberapa saat suasana hening, Mbah Kholil tetap menunduk, tamu yang ada di ruangan itu tak satupun ada yang berani bersuara sampai kemudian si pengemis berlalu tanpa sepatah katapun.

Selepas gelandangan itu pergi, Mbah Kholil membuka suara: “Siapa yang mau meminum kopi bekas tamuku tadi”?

Tentu saja tak seorangpun yang mau, karena kopi itu bekas diminum seorang pengemis dengan ingus menempel di bawah idung! Ngeri!

“Baiklah, kalau begitu biar saya yang menghabiskan,” kata Mbah Kholil sambil meminum sisa kopi di cangkir.

Baca Juga: Bersama Waliyullah asal Aceh, Adik Gus Dur Nyai Lily Wahid Temui Kiai Sahal Mahfudh Kajen

“Taukah sampeyan semua siapa tamu tadi. Dia Nabi Khidir, beliau habis mengunjungi sahabatnya seorang wali di Yaman dan Sudan, kemudian melanjutkan perjalanan kesini untuk menemui sahabat-sahabatnya, para Waliyullah di tanah Jawa.”

Kontan kemudian para tamu berebut sisa kopi yang tinggal cangkirnya itu, bahkan ada yang berebut untuk mencuci cangkirnya sekedar untuk “ngalab berkah” dari kesalehan Nabi Khidir Alaihissalam.

Dua, Habib Hasyim Pekalongan Dididik Nabi Khidir Selama 9 Tahun.

Beliau adalah Habib Hasyim bin Umar bin Yahya Pekalongan Jawa Tengah, yang tak lain adalah kakek Habib Lutfi bin Yahya.

Pada usia 6 tahun, kakek Abah Luthfi ini diambil oleh Nabi Khidir dari abahnya, Habib Umar bin Yahya, selama 9 tahun, untuk dididik dan dibersihkan hatinya.

Beliau kembali saat usia 15 tahun dan kemudian melanjutkan belajarnya di Yaman.

Usai dari Yaman, Habib Hasyim kemudian diperintah abahnya nyantri kepada KH. Sholeh Darat di Kampung Darat Semarang.

Baca Juga: 2 Tahun Belajar di Tegalrejo, Gus Dur Dapat Ilmu Kelas Tinggi dari KH Chudlori

Syaratnya, ia tidak boleh mengenalkan diri sebagai putra Habib Umar bin Yahya (guru KH. Sholeh Darat), dan tidak boleh menggunakan fam sâdat “bin Yahya” di belakangnya.

Kisah ini langsung diceritakan Habib Lutfi bin Yahya pada Sabtu Malam – Ahad Pahing, 2 Maret 2019,  usai Isya' di Jepara.

Tiga, Kiai Hasyim Asy’ari Menggendong Nabi Khidir.

Kisah ini saat Kiai Hasyim menjadi santrinya Syaikhona Kholil Bangkalan. Suatu ketika, ada seseorang di jalan yang sangat yang tubuhnya kotor dan dipenuhi penyakit menjijikkan meminta gendong di Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan.

Para santri menolaknya, karena merasa jijik. Akhirnya orang tersebut meminta tolong santri bernama Hasyim yang waktu itu kebetulan juga ada di situ.

Tanpa merasa jijik, santri Hasyim menggendong orang tersebut sampai ke gerbang pondok.

Sesampainya digerbang pondok orang itu turun dan sebelum pergi orang itu menyatakan bahwanya jika dirinya itu adalah Nabi Khidir.

Kejadian tersebut dibenarkan oleh Syaikhona Kholil, jika orang tersebut memang benar Nabi Khidir.

Baca Juga: Kiai Hasyim Asy'ari Buka Rahasia Kewalian Gus Miek yang Nyentrik, Kiai Djazuli Menangis, Apa Itu?

Empat, Nabi Khidir Temui Mbah Marzuqi Lirboyo tentang Kabar Kematian.

Suatu hari, Mbah Kyai Marzuqi Lirboyo kedatangan seorang tamu. Tidak seperti pada hari-hari biasanya, tamu ini memang lain dari yang lain, bermata sipit seperti orang keturunan China, memakai celana pendek.

Pada saat yang bersamaan, Mbah Kyai Mahrus Aly memperhatikan tamu yang datang ini dari kejauhan.

Tanpa disangka ternyata Mbah Kyai Marzuqi menyambut tamu ini dengan penuh hormat, mencium tanganya dan melayani tamu tersebut secara istimewa.

Setelah tamu pergi, Kiai Mahrus Ali bertanya: “Siapakah tamu tadi dan mengapa panjenengan menyambut dengan penuh hormat, mencium tangan dan melayaninya dengan penuh khidmat?”.

Mbah Kyai Marzuqi menjawab: ”Kae mau Nabi Khidir, ngabari aku nek patang puluh dino maneh aku mati.” (itu tadi Nabi Khidir, memberitahuku bahwa 40 (empat puluh) hari lagi aku mati).”

Dan memang benar, Mbah Kyai Mahrus menghitung tepat 40 (empat puluh) hari setelah kedatangan tamu tersebut, Mbah Kyai Marzuqi dipanggil menghadap Allah SWT.

Baca Juga: Keluar Masuk Tempat Maksiat, Gus Miek Tak Khawatir Namanya Jatuh di Mata Manusia, Begini Rahasianya

Lima, Kiai Mahrus Ali Lirboyo Bawa Surban Nabi Khidir untuk Kiai Ahmad Shiddiq.

Saat muktamar NU di Situbondo tahun 1984, Kiai Mahrus Ali sudah ditemui Nabi Khidir untuk menyampaikan surban kepada calon Rais Aam NU, yakni KH Achmad Siddiq Jember.

Saat itu, banyak kiai yang tidak mau jadi Rais Aam.

 “Surban ini dari Nabi Khidir, panjenengan harus bersedia menjadi Rais Aam PBNU”.

Maka, KH Ahmad Shiddiq yang dari awal menolak dipilih, menangis tersedu mengingat betapa beratnya amanat yang dipasrahkan kepada beliau.

Enam, Nabi Khidir Bawa Ikan Temui Kiai Moh Hasan Genggong.

Waktu menunjukkan jam dua belas tengah malam, pada saat itu sedang duduk-duduk beberapa santri. Tiba-tiba datang seorang tamu berbaju hitam dalam keadaan basah kuyup.

Tangannya mencangking jala yang di dalamnya berisi ikan. Tamu ini maksa bertemu Kiai Moh Hasan, pengasuh Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo.

Dalam keadaan terpaksa maka di antarlah tamu itu langsung menuju kekediaman sang Kiai. Dan singkat cerita, ikan bawaan tamu itu langsung di suruh goreng oleh Kiai Moh. Hasan untuk dimakan bersama-sama dengan tamunya.

Pada keesokan harinya sehabis sholat shubuh. Kiai Moh. Hasan memberi tahu kepada santri-santrinya yang berjama’ah di masjid; “tadi malam saya kedatangan….. Nabi Khidir!”

Subhanallah.

Baca Juga: Waliyullah Genggong Buka Rahasia Cahaya Kewalian Kiai Hamid Pasuruan

Tujuh, Kiai Dalhar Watucongol Akrab dengan Nabi Khidir.

Saat itu Gus Miek masih nyantri kepada Mbah Dalhar Watucongol Magelang. Gus Miek biasa menata sandal Mbah Dalhar.

Gus Miek tahu bahwa di dalam kamar, Mbah Dalhar sedang akrab bersama tamunya, karena ada sandal di luar yang diamati Gus Miek. Mbah Dalhar dan tamunya terdengar sangat akrab.

Gus Miek terlena, tak melihat dalam sekejap, ternyata sandal tamu sudah gak ada. Akhirnya Gus Miek bertanya tentang tamu itu kepada gurunya.

 “Maaf, Guru, tamu Guru tadi malam itu siapa?”

Awalnya Mbah Dalhar enggan menjawabnya, tapi akhirnya berkenan menjelaskan bahwa tamu yang akrab itu adalah Nabi Khidir.

Gus Miek sangat akrab dengan gurunya ini, bahkan Gus Miek inilah yang diijinkan masuk kamar pribadi Mbah Dalhar.

Baca Juga: Berangkat Haji, Kiai Hamid Pasuruan Bertemu Sayyid Muhammad di Depan Makam Rasulullah

Delapan, Gus Miek Dididik Nabi Khidir di Sungai Brantas.

Suatu hari, Gus Miek saat masih kecil suka mancing di Sungai Brantas. Saat itu ditemai seorang santri yang ditugaskan untuk selalu bersama Gus Miek.

Gus Miek yang masih kecil tiba-tiba tenggelam dan membuat santri yang menemaninya itu panik bukan kepalang. Dicarinya di sepanjang sungai, Gus Miek belum juga ketemu.

Santri itu akhirnya bingung dan dimarahi ayah Gus Miek, Kiai Jazuli. Santri itu akhirnya ditugaskan untuk terus mencari Gus Miek sampai ketemu.

Saat kembali ke sungai, Gus Miek ternyata sudah berada di tepi sungai dalam keadaan normal seperti sebelumnya, ditanya dari mana saja dia, Gus Miek menjawab;

“Tadi dibawa Nabi Khidir ke dalam sungai.”

Gus Miek ternyata dididik Nabi Khidir sejak masih kecil di Sungai Brantas. Subhanallah.

Baca Juga: Gus Dur Menaklukkan Rumah Angker, Ternyata Ini yang Dilakukannya

Sembilan, Pakaian Nyentrik, Nabi Khidir Temui Kiai Hamid Pasuruan.

Salah satu karomah Kiai Hamid adalah mudah bertemu dengan Nabi Khidir. Suatu hari, Kiai Hamid menjelaskan kepada Kiai Yunus Tulungagung bahwa besok pagi sampai dhuhur akan hadir Nabi Khidir.

Berita ini kemudian menyebar kepada semua jama’ah dan para kiai. Makanya, sejak pagi habis shubuh, jama’ah berduyun-duyun ingin bertemu dan bersalaman dengan Nabi Khidir.

Tampak juga para kyai dan habaib juga banyak yang datang. Semua datang ingin menyambut datangnya Nabi Khidir.

Di tengah ramainya jama’ah itu, datang seorang anak muda dengan pakaian nyentrik-modern dan milenial (istilah orang sekarang).

Ketika bertemu Kiai Hamid, pemuda itu mau mencium tangan Kiai Hamid, tapi ditolak oleh Kiai Hamid.

Sebaliknya, Kiai Hamid juga mau mencium tangan pemuda itu, tapi ditolak juga sama pemuda itu. Kejadian ini tak mendapatkan perhatian para jama’ah.

Dikira itulah akhlaq Kiai Hamid yang selalu memuliakan para tamunya.

Baca Juga: Rahasia Kesuksesan Dakwah Gus Miek di Dunia Malam, Gus Tajud: Saya Tidak Bisa Berhenti Terkejut

Setelah bertemu Kiai Hamid, pemuda itu kemudian berganti pakaian kotor dan membersihkan selokan di sekitar rumah Kiai Hamid. Sampai dhuhur tiba, pemuda itu kemudian pergi.

Setelah jamaah dhuhur, para tamu yang dating bertanya, kapan Nabi Khidir datang.

“Oh.. Iya. Kalian tadi kan melihat anak muda yang membersihkan selokan di sini. Dialah Nabi Khidir,” jawab Kiai Hamid.

Para jama’ah dan tamu akhirnya menangis. Mereka sangat menyesal tidak bisa hurmat atas datangnya Nabi Khidir.

Inilah kisah para wali Allah di Jawa yang ditemui Nabi Khidir. Masih banyak kisah wali lain yang juga ditemui Nabi Khidir.

Keterangan tersebut dikutip dari kanal youtube kkw channel. Semoga kisah ini bermanfaat.***

Editor: Amrullah

Tags

Terkini

Terpopuler