Bisyr lantas melanjutkan, “Itu lebih baik baginya daripada membuat perutnya lapar dan memperbanyak shalat, sambil menumpuk kekayaan dunia dan menghalanig hak orang-orang faikir.”
Komentar dari Bisyr tersebut menyindir orang-orang kaya yang rajin menjalankan ritual ibadah namun kekayaannya tidak didermakan kepada orang-orang yang tidak mampu.
Sebenarnya, kasus ini banyak terjadi di zaman sekarang. Banyak orang yang kaya yang naik haji berkali-kali sampai orang lain yang mengantre untuk naik haji terhalang karena slotnya diambil olehnya.
Baca Juga: Kisah Abu Bakar Al-Zaqqaq yang Jujur, Kejujuran Itu Berbuah Keselamatan Meskipun Pahit Getir Rasanya
Ada juga orang yang kaya raya yang rajin puasa dan shalat, namun ia enggan melihat tetangganya yang kurang mampu dan kesusahan.
Kasus-kasus semacam itu tidak sulit untuk ditemui sekarang. Padahal, orang kaya seperti itu justru menghalangi hak yang seharusnya didapatkan oleh orang yang kurang mampu.
Banyak orang kaya yang sekadar menimbun harta, mereka merasa telah menjadi saleh ketika rajin mengerjakan ritual ibadah. Akan tetapi, mereka justru mengabaikan orang-orang di sekitarnya yang hidup dalam kesulitan.
Baca Juga: Doa Itu Ruh Ibadah, Gus Baha: Soal Terkabul atau Tidak Itu Tak Penting
Seharusnya, sebagaimana yang dinasihatkan oleh Bisyr, mestilah orang kaya itu memberi makan orang lapar dan menginfakkan harta kepada orang miskin. Bukan sekadar menimbun dan menumpuk kekayaan.***