Mbah Dullah manggut-manggut dengan jawaban tamu itu.
“Di kampungmu sudah nggak ada orang faqir miskin ya?”
Si tamu kaget dan serta-merta kecut hati, tapi berusaha menjawab hati-hati,
“Yang di kampung saya insyaallah sudah semua, Mbah. Ini saya sediakan khusus untuk Simbah…”
Sinar mata Mbah Dullah tidak berkurang tajamnya,
“Jadi, aku ini kamu anggap faqir?”
Baca Juga: Kisah Kewalian Mbah Malik Purwokerto Diungkap Habib Luthfi Bin Yahya
Nyaris pingsan tamu itu! Keringat dingin bertotol-totol di dahinya. Begitu takut hingga lidahnya lumpuh. Tak mampu berucap walau hanya kata “ampun”.
Senyum mengembang di wajah Mbah Dullah. Membebaskan si tamu dari himpitan gunung.
“Pokoknya ini buat aku ya?” suara Mbah Dullah jauh lebih ramah.