Ketujuh, Gus Dur adalah penulis produktif dengan spektrum pemikiran yang luas. Memang, lebih luas dari siapa pun. Kalau dibandingkan dengan Nurcholish Madjid atau Amien Rais, spektrum perhatian Gus Dur masih lebih luas.
Karena spektrum luas, tulisan-tulisan Gus Dur melingkupi masalah-masalah sosial, politik, agama, buruh, tani, dakwah, musik, sampai sepak bola—nasional maupun internasional.
Dan itu sesuai dengan keluasan ruang geraknya dan banyaknya komunitas yang dia masuki.
Kedelapan, Gus Dur adalah seorang santri dari kalangan pesantren yang, sebagai orang intelek ilmu agama, punya lingkungan keilmuan Islam. Lalu, lingkungan ilmuwan sosial dia masuki. Ikut seminar-seminar.
Kesembilan, Gus Dur punya perangkat leori sosial, belajar ilmu sosial. Juga lingkungan pergerakan keagamaan dengan aktif di NU.
Jadi orang LSM. Orang gerakan demokrasi dan hak asasi. Masuk lingkungan antaragama. Sampai ke tingkat antarnegara. Tapi juga, sebelumnya, orang Taman Ismail Marzuki.
Kesepuluh, Gus Dur memang bukan seniman, tapi kecenderungan humanioranya besar sekali.
Kesebelas, bacaan novelnya, atau majalah budaya, paling tidak terbitan Timur Tengah atau terjemahan sana, dulu, waktu sekolah di Mesir, tidak bisa disamai intelektual mana pun yang bukan budayawan.
Baca Juga: Cerpen Telapak Tangan Hadratus Syaikh Karya Muyassarotul Hafidzoh
Karena wawasannya pula ia dipilih menjadi salah satu ketua Dewan Kesenian Jakarta.