Pesan Keramat Mbah Dullah Kajen yang Membuat Bergetar Siapa Saja

11 Februari 2022, 19:11 WIB
Mbah Dullah (kiri) dan Gus Mus (kanan) /facebook/simbah.kakung/

BERITA BANTUL - KH Abdullah Salam Kajen Pati Jawa Tengah. Namanya sangat masyhur pada jamannya. Mbah Dullah, sapaan akrab masyarakat kepadanya. Kalau ngaji rutin tiap Selasa, jamaahnya berjubel, membludak, tak terhitung. 

Bagi masyarakat lereng Gunung Muria, nama Mbah Dullah masih sangat akrab. Makamnya terus diziarahi tanpa henti. Selain dikenal ulama ahli Al-Qur'an, Mbah Dullah juga seorang mursyid thariqoh. 

Laku hidupnya mengesankan. Tamunya hilir mudik tanpa henti, semua diterima dengan penuh kasih sayang. Mbah Dullah wafat tahun 2001. 

Baca Juga: Mbah Dullah Salam Kajen Terima Amplop Tebal dari Dermawan, yang Terjadi Kemudian Tak Terduga, Kamu Pasti Kaget

Sebagaimana dikutip BeritaBantul.com dari teronggosong, KH Yahya Cholil Tsaquf mengisahkan sosok Mbah Dullah yang teguh menjaga prinsip hidup. Sosok Mbah Dullah adalah paman dari KH Sahal Mahfudz, Rais Aam PBNU 1999-2014.

Gus Yahya, sapaan akrab Ketua Umum PBNU ini, mengisahkan Mbah Dullah sejak mudanya yang mendapat wasiat khusus dari ayahnya. Mbah Dullah sendiri juga memberikan pesan keramat kepada para kiai, sungguh bergetar membacanya.

Bagaimana kisah selengkapnya? Simak ulasan Gus Yahya berikut ini. 

Menjelang wafat, Kyai Abdussalam menyuruh orang memanggil putera keduanya, Gus Abdullah, agar menghadap.

“Gus Mahfudh juga?” orang yang disuruh menanyakan putera pertama beliau, apakah perlu dipanggil juga.

Mbah Salam menggeleng.

“Nggak usah. Mahfudh sudah cukup”.

Ketika Gus Abdullah menghadap, Mbah Salam pun hanya bicara singkat saja,

“Kowe ojo golek kepenak”. Kamu jangan mencari kenyamanan.

Kemudian beliau wafat.

Baca Juga: Punya Allah Kok Tidak Dipikir, Gus Mus: Kalau Shalat Baca Allahu Akbar, di Dalam Hatinya Ada Siapa?

Orang bertanya-tanya, mengapa Gus Mahfudh tidak mendapat wasiat seperti adiknya. Apakah berarti Gus Mahfudh boleh mencari kenyamanan? Atau dianggap benar-benar sudah tahu bahwa kenyamanan tak boleh dicari?

Belakangan baru dipahami kewaskitaan Mbah Salam. Kyai Mahfudh, sang putera sulung, mengangkat senjata menghadapi NICA dan gugur dalam sebuah pertempuran di Salatiga. Hingga kini tak diketahui dimana kuburnya. 

Seorang putera beliau, Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudh bin Abdussalam, pun harus menghabiskan seluruh hidupnya dalam tungkus-lumus yang jauh dari nyaman dalam khidmah kepada Nahdlatul Ulama, hingga akhir hayatnya.

Adapun sang putera kedua, Kyai Abdullah Salam, mati-matian menggigit wasiat ayahnya itu sekuat geraham. Mbah Dullah tidak mau membangun pondok demi memblokir keinginginan mendapatkan santri. Jangan dikata mengambil santri untuk menjadi khadam rumah tangganya, itu pantangan!

Baca Juga: Menjangkau Laut dan Darat Sekaligus, Karomah Syaikhona Kholil Bangkalan Dikagumi Ulama Makkah

“Jangan sekali-kali kamu membiayai santri seolah-olah kamu dermawan, tapi mengambil manfaat tenaganya kamu pekerjakan di rumahmu”, Mbah Dullah mewanti-wanti keponakannya, Kyai Mu’adz Thohir.

“itu nista!”

Kyai Mu’adz cuma bisa melongo. Teringat betapa kaprahnya kyai dimana-mana mengambil khadam dari antara santri-santrinya.

“Daripada begitu, masih mendingan kau suruh nyaimu jualan nasi!” Mbah Dullah melanjutkan wanti-wantinya.

“Jualan nasi, maksudnya gimana, Pakdhe?” Kyai Mu’adz tak paham.

“Lha nyai terima kos-kosan makan santri-santri itu ‘kan jualan nasi namanya!”

Baca Juga: Profil KH Maimoen Zubair, Kisah Belajar Sejak di Sarang, Lirboyo, dan Makkah, Sampai Disebut 'Wali Enom'

Pesan Mbah Dullah sangat dahsyat. Gus Yahya sering membeberkan kisah-kisah Mbah Dullah ini berbagai ruang diskusi, pengajian, dan tulisan. Pesan dari kisah di atas sangat menggetarkan, terlebih bagi para kiai/ustadz. 

Demikian, semoga bermanfaat.***

Editor: Muhammadun

Sumber: Teronggosong

Tags

Terkini

Terpopuler