Kelima, pernah suatu ketika Kiai Mukhtar Luthfi mengikuti pengajian Tafsir Jalalain yang dikhatamkan hanya sebulan Ramadhan saja. Di tengah penat yang mendera dan kantuk yang sangat, banyak santri yang tertidur. Tiba-tiba Syekh Duqi menggebrak meja, “Bruaaakkk… Setane mlayu, setane mlayu,” (syetannya lari....), diiringi tawa renyah beliau dan santri yang gelagapan bangun tidur.
Keenam, sewaktu Mbah Mashduqi menyemangati para santri agar tidak cepat puas dengan ilmu yang didapatkannya, beliau dawuh, “Nahwu-shorofmu kuwi opo? Urung enek sak kuku irengku (Ilmu nahwu-sharafmu seberapa sih? Belum ada secuil kuku hitamku).”
Itulah sebagian keistimewan Syekh Masduqi Lasem Rembang. Beliau termasuk ulama pewaris Tanah Jawa atau simbol Tombak Mangku Mulyo (Quthbul Jawi). Simbol tersebut merupakan warisan dari Syekh Subakir, orang pertama pembabat Tanah Jawa. Keulamaannya diakui dunia Islam pada jamannya.
Syekh Masduqi wafat pada tahun 1975 M, tepatnya tanggal 17 Jumadil Akhir tahun 1396 H dan dimakamkan di Pondok Pesantren al-Ishlah Lasem.
Namanya terus dikenang para santri, ulama, dan umat Islam Indonesia. Jejak ilmunya menjadi inspirasi umat Islam Nusantara untuk terus menebar kemaslahatan bagi semua.***