Syekh Masduqi Lasem Dapat Sedekah dari Santri, yang Terjadi Membuat Kaget Siapa Saja

- 10 Februari 2022, 08:33 WIB
Keistimewaan Syekh Masduqi Lasem Rembang
Keistimewaan Syekh Masduqi Lasem Rembang /facebook/robert.azmi.18/

BERITA BANTUL - Salah satu ulama besar Nusantara adalah Syekh Masduqi Lasem Rembang. Panggilannya syekh, bukan kiai, karena menunjukkan luasnya ilmu dan pengakuan para ulama pada jamannya. 

Syekh Masduqi biasa juga disebut Syekh Duqi. Keseharian hidupnya dipenuhi dengan ngaji bersama para santri. Ilmu jadi laku hidup sampai wafatnya. 

Syekh Masduqi ini tak lain adalah ayah mertua dari KH Miftachul Akhyar, Rais Aam PBNU dan Ketua Umum MUI Pusat saat ini.

Baca Juga: Kaya Raya Tiap Hari Shalat Seribu Rakaat, Rahasia Hidup Cucu Nabi yang Jadi Penghulu Ulama dan Wali

Baca Juga: 220 Tahun Ibadah, Punya 60 Ribu Pengikut, Kiai Barseso Akhiri Hidup Sangat Mengenaskan, Ini Kronologinya

Sebagaimana dikutip BeritaBantul.com dari laman facebook Gus Robert Azmi, dijelaskan sifat-sifat Syekh Masduqi yang membuat siapa saja terkaget-kaget. Bukan karena luasnya ilmu yang memang sudah masyhur, tapi karena laku hidupnya yang sungguh istimewa. 

Gus Robert mendapatkan kisah dari pamannya, yakni Kiai Mukhtar Luthfi dan KH. Imam Daroini. Keduanya adalah adik kandung ayahnya, yakni KH. Nahrawi ZAM pendiri Pesantren Al-Fattah Nganjuk.   

Bagaimana kisah-kisah Syekh Masduqi yang istimewa itu? Simak berikut ini.

Pertama, suatu ketika ada santri yang sowan Syekh Duqi. Karena saking hormatnya, santri tersebut ingin mencium tangan Mbah Mashduqi bolak-balik. Namun yang mengejutkan beliau langsung menampik, dan berkata, “Awakmu marai ndeder racun nang atiku! (Apakah engkau ingin menumbuhkan bibit racun di hatiku)?”

Kemudian beliau melanjutkan, “Mashduqi kuwi sopo?” Akhirnya santri tersebut mengurungkan niatnya.

Kedua, sebuah hal lumrah bagi santri yang pulang ke rumah karena kangen dengan kampung halaman, dan merupakan kesunnahan untuk membawa oleh-oleh pada ulama yang tak lain adalah gurunya. Namun tidak semua oleh-oleh diterima oleh Syekh Duqi.

Baca Juga: Hutang Lunas Tuntas, Rasakan Khasiat Fatihah 313 Kali, Ijazah Doa KH Ghofur Sunan Drajat Lamongan

Syekh Duqi sering bertanya pada santri yang membawa oleh-oleh, “Iki jajan teko ngendi (Oleh-oleh ini dari mana)?”

Jika si santri menjawab dari orangtuanya, maka Syekh Duqi berucap, “Alhamdulillah…”

Lain halnya jika jajan itu bukan dari orang tuanya, maka Syekh Duqi akan berkata sangat mengejutkan.

"Haram! Awakmu disangoni Bapak-Ibumu dingge sangu mondok, ora dingge nukokke jajan aku (Haram! Kamu dikasih uang Ayah-Ibumu untuk uang saku mondok, bukan untuk membelikanku oleh-oleh).”

Ketiga, waktu mengaji Syekh Duqi sering bercerita, “Aku kuwi anake bakul beras, budal mondok adol pitik, tak tukokne rokok, tak dol nang santri Tremas (Aku hanyalah anak pedagang beras, pergi mondok dengan menjual ayam, kemudian uangnya aku belikan rokok, dan kujual ke santri Tremas).”

Keempat, dalam kesempatan lain, waktu beliau ngaji, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Spontan santri yang mengikuti ngaji semburat melarikan diri. Dengan tersenyum beliau berkata, “Santri, santri, koq wedi karo rohmate Pengeran.” (santri-santri kok takut dengan rahmatnya Tuhan).

Kemudian beliau dengan tidak tergesa-gesa meninggalkan tempat pengajian dengan berpayungkan sajadah beliau.

Baca Juga: Mau Curi Tebu Kiai Malah Gemetaran Lihat Bukti Kiainya Itu Wali, Kisah Gus Mus Saat Mondok di Lirboyo Kediri

Kelima, pernah suatu ketika Kiai Mukhtar Luthfi mengikuti pengajian Tafsir Jalalain yang dikhatamkan hanya sebulan Ramadhan saja. Di tengah penat yang mendera dan kantuk yang sangat, banyak santri yang tertidur. Tiba-tiba Syekh Duqi  menggebrak meja, “Bruaaakkk… Setane mlayu, setane mlayu,” (syetannya lari....), diiringi tawa renyah beliau dan santri yang gelagapan bangun tidur.

Keenam, sewaktu Mbah Mashduqi menyemangati para santri agar tidak cepat puas dengan ilmu yang didapatkannya, beliau dawuh, “Nahwu-shorofmu kuwi opo? Urung enek sak kuku irengku (Ilmu nahwu-sharafmu seberapa sih? Belum ada secuil kuku hitamku).”

Itulah sebagian keistimewan Syekh Masduqi Lasem Rembang. Beliau termasuk ulama pewaris Tanah Jawa atau simbol Tombak Mangku Mulyo (Quthbul Jawi). Simbol tersebut merupakan warisan dari Syekh Subakir, orang pertama pembabat Tanah Jawa. Keulamaannya diakui dunia Islam pada jamannya.

Baca Juga: Kisah Kedekatan Dua Waliyullah Mbah Hamid Pasuruan dan Mbah Arwani Kudus, Kisahnya Sangat Menggetarkan

Syekh Masduqi wafat pada tahun 1975 M, tepatnya tanggal 17 Jumadil Akhir tahun 1396 H dan dimakamkan di Pondok Pesantren al-Ishlah Lasem.

Namanya terus dikenang para santri, ulama, dan umat Islam Indonesia. Jejak ilmunya menjadi inspirasi umat Islam Nusantara untuk terus menebar kemaslahatan bagi semua.***

 

Editor: Muhammadun

Sumber: Facebook


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah