BERITA BANTUL – Imam Abu Hanifah adalah seorang ahli fikih mazhab rasional yang berada di Baghdad, kota metropolitan saat itu.
Imam Abu Hanifah hidup di era akhir kekuasaan Dinasti Umayah dan awal kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Ketokohan Imam Abu Hanifah muncul ketika kepemimpinan khalifah kedua Dinasti Abbasiyah, yakni Khalifah Abu Ja’far Al Manshur.
Pada suatu ketika, Khalifah Al Manshur berdebat hebat dengan istrinya karena sang khalifah menginginkan untuk poligami. Sementara itu, sudah barang tentu bahwa istrinya tidak mau dimadu.
Dikutip dari buku berjudul Lisanul Hal (Qaf, 2020) karya K.H. Husein Muhammad, kisah antara Imam Abu Hanifah dan Khalifah Al Manshur tersebut dituliskan secara menarik. Berikut ini sajiannya.
Suatu ketika, Khalifah Al Manshur menghendaki poligami sementara istrinya enggan dimadu. Keduanya bertengkar tanpa berkesudahan.
Sang istri pun mengatakan bahwa harus ada penengah di antara keduanya. Sementara itu, mereka bersepakat untuk menunjuk Imam Abu Hanifah yang ketika itu memang sudah terkenal sebagai seorang yang saleh nan ahli fikih.
Imam Abu Hanifah pun didatangkan ke istana untuk menengahi persoalan poligami yang akan dilakukan oleh sang khalifah tersebut. Kebetulan juga, Imam Abu Hanifah bersedia untuk datang ke istana.
“Berapakah batas seorang laki-laki berhak menikahi perempuan dalam satu waktu?” tanya sang khalifah.