Kisah Kewalian Kiai Hamid Pasuruan, Sangat Akrab dengan Syekh Abdul Qadir Al Jailani

- 9 Desember 2022, 15:57 WIB
Kisah Kewalian Kiai Hamid Pasuruan, Sangat Akrab dengan Syekh Abdul Qadir Al Jailani
Kisah Kewalian Kiai Hamid Pasuruan, Sangat Akrab dengan Syekh Abdul Qadir Al Jailani /facebook/adib/

HIKMAH - Kisah Kewalian Kiai Hamid Pasuruan, Sangat Akrab dengan Syekh Abdul Qadir Al Jailani.

Kewalian Kiai Hamid Pasuruan sangat masyhur, para santri, masyarakat dan para ulama menyaksikannya secara langsung. 

Salah satu kesaksian itu disampaikan terkait dengan Raja Para Wali, yakni Syekh Abdul Qadir Al Jailani Baghdad Irak. 

Baca Juga: Kewalian KH Muhammadun Kajen Diakui Kiai Hamid Pasuruan, Waliyullah Mbah Dullah Jadi Saksinya

Kedekatan Kiai Hamid Pasuruan dengan Syekh Abdul Qadir Al Jailani ini menjadi keistimewaan dan bukti kewaliannya yang masyhur. 

Kesaksian atas kedekatan Kiai Hamid Pasuruan dengan Syekh Abdul Qadir Al Jailani dikisahkan Kiai Masyhudi Blitar yang dikisahkan Kiai Hasan berikut ini.

Kisah tentang Kiai Hamid ini saya dengar langsung dari Kiai Masyhudi, Sanan Kulon Blitar sekitar tahun 2007-2008 sebelum beliau wafat.

Santri Kiai Baidlowi Lasem yang merupakan paman Kiai Hamid ini bercerita kepada saya waktu saya sowan ke ndalem beliau.

“Kamu tanya saja Abahmu (mertua; KH. Idris Hamid), apa pernah Kiai Hamid ke Baghdad.”

“Lha begitu kyai, ada apa?” jawab saya.

Baca Juga: Tiap Minggu Sekali, Mbah Liem Klaten Ngaji Kepada Waliyullah Mbah Muhammadun Pondowan Naik Sepeda Onthel

“Iya, sebab awal tahun 80-an, aku saat berangkat haji, di Masjidil Haram pas sholat Jumat. Aku bersandingan dengan Syekh Hassan dari Baghdad. Beliau terus ngajak kenalan, yo pasti pakai bahasa Arab, tanya namaku dan asalku.

Yo tak jawab .. “Ana min Jawa Syarqiyah”(saya dari Jawa Timur).

Lha kok beliau langsung tanya:

“Halla ta’lam Syaikh Abdal Hamid min Pasuruan?” (apa kamu mengenal Kiai Hamid dari Pasuruan)”

Ya tak jawab, “Thob’an, huwas syaikhuna al masyhur li ‘ilmih” (Tentu, beliau adalah guru kami yang terkenal karena kealimannya).

“Terus Yai, kok bisa Syekh Hasan beliau kenal Romo Kiai Hamid?” Tanya saya.

“Ya akhirnya beliau tak tanya dan bercerita. Tiap haul Syekh Abdul Qodir al-Jailani di Baghdad, Kiai Hamid mesthi hadir dan menginap di rumah Syekh Hassan kuwi. Itu tiap tahun lho, kata beliau..”.

Saya pun makin khusyuk mendengarkan lanjutan cerita Kiai Masyhudi.

Baca Juga: Keistimewaan dan Keulamaan KH Muhammadun Kajen di Mata Para Kiai

“Usai sholat Jumat sebelum pisah, Syekh Hassan langsung dawuh “Sallim lis syaikh Abdil Hamid, wa qul ana fintidzorih ‘amal muqbil” (Sampaikan salam saya kepada Kiai Hamid, saya tunggu beliau di rumah saya tahun depan).

“Terus Yai?” saya bertanya penasaran.

“Selesai pulang haji, ya sekitar beberapa hari, aku langsung sowan Kiai Hamid nyang Pasuruan. Lha ndilalah pas sampai di depan ndalem beliau, Kiai Hamid seperti sudah nunggu aku dan langsung manggil aku."

Usai salaman sungkem, Kiai Hamid langsung mbisiki di kupingku.

“Nak Masyhudi, jangan diceritakan kepada siapa saja ya kalau telah bertemu Syekh Hassan. Salam sudah saya terima, alaika wa alaihis salam. Saestu (beneran) ya, jangan  sampai diceritakan kepada siapa saja.”

Kiai Masyhudi pun langsung tertawa saat bercerita itu, sedangkan saya makin ndomblong mendengar cerita beliau.

“Ya Allaaah, yo seperti itulah para waliyullah tenanan. Aku belum crita kok yo Kiai Hamid sudah tahu duluan,” sahut Kiai Masyhudi mengomentari cerita beliau.

Baca Juga: KH Aniq Muhammadun Pakis, Ulama Ahli Ilmu Nahwu dan Ilmu Fiqih yang Jadi Menantu Kiai Zubair Sarang

Saya yang ndomblong pun hanya bisa berkata:

“Lha apa Kiai Hamid memang pernah datang ke Baghdad, Yai?” tanya saya kepada beliau.

“Lha makanya, kamu tak omongi supaya tanya kepaca abahmu. Tanyakan, apa pernah Kiai Hamid ke Baghdad. Lha aku sudah dipeseni Kiai Hamid supaya tidak crita-crita kok. Adapun sekarang aku cerita kepada kamu sebab Kiai Hamid wis sedho(wafat). Tapi aku gak yakin Kiai Hamid pernah ke Baghdad. Kalaupun pernah datang ke Baghdad, itu paling cuma ruh dan bukan jasadnya.”

“Lha kok bisa Yai” tanya saya.

“Lha waliyullah itu kan ada yang dikasih ilmu ‘fakkur ruh’ (ilmu membelah ruh) dan ilmu ‘thoyyul ardl’ (melipat bumi) sama Gusti Allah. Sehingga bisa hadir d tempat lain dan bumi lain pada saat bersamaan. Makanya, tanyakan kepadaabahmu ya, apa tahu Kiai Hamid keBaghdad.”

Saya pun yang penasaran dan berkecamuk pertanyaan hanya bisa jawab:

“Injeh siap Yai..” jawab saya kepada Kiai Masyhudi.

Lama setelah itu, saya pun bertemu dengan abah mertua saya, Kiai Idris Hamid. Hingga saya pun bertanya: “Ngapunten abah, apa abah pernah melihat Simbah Kiai Hamid itu sering berangkat Baghdad tiap tahun?” tanya saya.

Baca Juga: Keistimewaan KH Aniq Muhammadun Pati Menurut Gus Ulil

Dan beliau pun langsung menjawab:

“Tidak pernah.. Sepengetahuanku sih abah (Kiai Abdul Hamid) tidak pernah ke luar negeri kecuali ke Makkah untuk menjalani ibadah haji. Kalaupun pernah ke selain Makkah, ya tidak tiap tahun. Ada apa?” tanya beliau kepada saya.

Pikiran dan perasaan saya pun langsung berkecamuk takjub mendengar jawaban itu. Dan saya tidak ada kata untuk menjawab beliau kecuali jawaban singkat.

“Tidak abah, cuma tanya saja..”

Sambil pikiran dan perasaan saya berkata: “Ya Allah, subhanAllah.. La haula wala quwwata illa billaaah…”

Walhasil sering masyarakat kita di hari ini sudah kesulitan untuk menjelaskan apa itu waliyullah, apa makna ma’rifat billah, bagaimana hakikat akhlakul karimah hingga makna tawassul dan tabarruk. Maka biarlah cerita Kiai Hamid ini menjelaskan.

Intinya Kiai Hamid tidak mungkin akan menjadi waliyullah dan mendapat karomah ma’rifatbillah tanpa menjaga keagungan akhlak sebagai manusia, menjauhi syuhroh (ketenaran) dan kegemaran beliau untuk selalu bertawassul dan bertabarruk kepada pemimpin para wali Allah, Syekh Abdul Qodir Jailani sebagai bagian kebutuhan mutlak dalam bersuluk thoriqot yang beliau jalani.

Baca Juga: Ijazah Amalan Dzikir Sangat Dahsyat dari Wali Besar, Gus Baha: Saya Ijazahi, Awas Kalau Tidak Hafal!

Dan itulah makna pesan Kiai Hamid kepada Gus Ali Masyhuri Tulangan Sidoarjo yang disampaikan dengan bahasa kiasan, “Lamun gak iso budal dewe, nunuto!”.

Artinya, jika tidak mampu untuk dekat kepada Allah sendiri, maka menumpanglah kepada orang yang dekat kepadaNya. Itulah makna tawassul dan tabarruk yang diajarkan Kiai Hamid kepada kita.

Sehingga jangankan menyebutkan dalam tawassul doa dan dzikir, Kiai Hamid saja tidak pernah absen untuk mengikuti haul Syekh Abdul Qodir al-Jailany di Baghdad, panutan beliau.

Bagaimana dengan kita manusia biasa yang penuh dosa akibat maksiat selalu merasa paling baik dan benar ini?

Kepada Alm. KH. Abdul Hamid Pasuruan, Al-fatihah.

Keterangan Kiai Hasan ini dikutip dari kanal youtube KKW Chanel.***

Editor: Muhammadun


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x