Mantan BIN Buka Peta Geo Strategi dalam Perang Rusia-Ukraina

24 Maret 2022, 18:17 WIB
Mantan BIN Buka Peta Geo Strategi dalam Perang Rusia-Ukraina /facebook/asad.saidali/

BERITA BANTUL - Ukraina menjadi negara merdeka setelah bubarnya Uni Soviet pada tahun 1991 yang pecah menjadi 15 negara.

Rusia sebagai induk Uni Soviet diakui sebagai pewaris 'super power' termasuk di dalamnya 'hak veto' di Dewan Keamanan PBB.

Rusia juga membayar hutang dan piutang yang ditinggalkan oleh Uni Soviet.

Baca Juga: Mantan BIN Ungkap Bukti Sandiwara Rusia dan AS dari Perang Ukraina

Demikian ditegaskan mantan Wakil Kepala Badan Inteligen Negara (BIN) As'ad Said Ali dalam status facebooknya, Kamis, 24 Maret 2022.

"Sejak kemerdekaannya pada 1991, Ukraina menjalankan politik luar negeri bertetangga baik dengan Rusia dan negara ex Eropa Timur serta negara-negara NATO," kata As'ad yang dikutip BeritaBantul.com dari facebook As'ad Said Ali.

Bagi As'ad, politik Ukraina itu didasarkan pada pertimbangan aspek Geo-politik dan Geo-startegi, karena Ukraina terletak di tengah.

Baca Juga: Mantan BIN Ungkap Rahasia Putin Siapkan Strategi Rusia Jadi Super Power

"Apalagi 17,5 % penduduk Ukraina terdiri dari etnis Rusia, sehingga bertetangga baik dengan Rusia sebagai suatu faktor determinan," tegasnya.

Namun, katanya, kebijakan Ukraina berubah pada 2014 sejak terpilihnya Zelensky sebagai presiden.

"Ia dipilih rakyatnya melalui pemilu bebas dan dipilih atas dasar semangat populisme. Ia pada awalnya seorang pemain komedi/pelawak yang sangat terkenal," kata As'ad.

Menurutnya, Ukraina menjadi lebih dekat dengan negara Uni Eropa dan hal ini didasarkan hanya pada kepentingan ekonomi (geo ekonomi) semata.

Baca Juga: Rusia Tampil Super Power, Mantan BIN Singgung Perang Dunia dan Langkah Taktis Indonesia

"Rusia marah dan pada tahun 2014 menyerbu semenanjung Crimea dengan alasan geostrategy. Sevastopol ibukota Crimea adalah lokasi komando dan pangkalan Laut Angkatan Rusia sejak era Uni Soviet," tegasnya.

Bagi As'ad, kalau sampai Rusia kehilangan Sevastopol maka Armada Timur Tengahnya bisa lumpuh.

"Setelah itu Presiden Zelensky mewacanakan keanggotaan Ukraina dalam NATO. Rusia merespons dengan menyerbu dan menjadikan Lohansk dan Donest yang mayoritas penduduknya etnis Rusia sebagai negara baru. Hanya 4 negara yang mengakui berdirinya 2 negara tersebut," tegasnya.

Baca Juga: Jepang Curigai 4 Kapal Perang Rusia, Lemhanas RI: Waspadai Ancaman Militer AS dan Inggris

Menurutnya, Zelensky tidak belajar dari pengalaman sebelumnya dan semakin menperkuat tekadnya untuk bergabung ke dalam NATO. Faktor geopolitik dan geo-srategis diabaikan.

"Bagi Rusia, membiarkan Ukraina jatuh kedalam pelukan NATO sama dengan menyilahkan 'ancaman' di seberang pagar rumah. Inilah alasan utama dan merupakan 'vital interest' yang tidak bisa ditawar," tutur As'ad.

Dalam berbagai pernyataannya, lanjut As'ad, Presiden Putin menyatakan bahwa Ukraina secara historis kultural adalah Rusia.

"Oleh karena itulah, pada saat bubarnya Uni Soviet, para pemimpin Rusia-Ukraina-Bela Rusia bersepakat untuk bergabung menjadi satu negara. Tetapi pada saat saat terakhir , Ukraina membatalkan kesepakatan dan disusul oleh Bela Rusia," tegasnya.

Baca Juga: Sempat Bocor! Invasi ke Ukraina Tak Sesuai Rencana, 10 Ribu Tentara Rusia Tewas, Belasan Ribu Lainnya Terluka

As'ad menyimpulkan  dua hal utama yang bisa dijadikan pelajaran dari fakta perang Rusia-Ukraina saat ini.

"Pertama, pilihan hanya atas dasar popularitas semata mengandung resiko besar. Kedua, pentingnya pemahaman geo politik kawasan dan geo strategy," katanya.

"Politik bukan panggung sandiwara, tetapi panggung membangun soliditas dan kekuatan bangsa," pungkasnya.***

Editor: Muhammadun

Tags

Terkini

Terpopuler