China telah mengembangkan beberapa rudal jarak menengah dan pendek yang diyakini AS dapat mengancam asetnya di Pasifik.
Untuk ini, AS mempertimbangkan kebutuhan untuk menyebarkan sistem counter (rudal) untuk pencegahan.
Kepala Komando Indo-Pasifik AS, Philip Davidson pada Maret 2021 lalu menyatakan bahwa rudal jarak jauh dan rudal pertahanan diperlukan di kawasan Asia-Pasifik untuk melawan ancaman China.
Sejak meninggalkan Perjanjian Pasukan Nuklir Jarak Menengah (INF) pada 2019, AS telah memikirkan kembali rencana misilnya, dengan alasan kekhawatiran pelanggaran Rusia terhadap kesepakatan itu.
Dmitry Polyansky juga dilaporkan mengklaim AS melanggar Perjanjian Non-Proliferasi karena senjata nuklir non-strategis dari AS disimpan di negara-negara Eropa non-nuklir.
Baca Juga: Belajar dari Ukraina, Taiwan Siagakan Rudal FGM-148 Javelin Buatan AS, Waspadai Ancaman Invasi China
Bahkan, senjata dan sistem pengiriman semacam itu sedang diperbarui. Namun, dia tidak merinci senjata yang dimaksud.
Pada 2 Agustus 2021, hampir 31 tahun setelah Reagan dan Gorbachev menandatangani Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF), Rusia dan AS mengakhiri perjanjian mereka itu.
Kedua negara kini bebas untuk mengembangkan rudal jelajah dan balistik berbasis darat yang mampu menyerang target antara 310 dan 3.400 mil jauhnya dengan hulu ledak konvensional atau nuklir.