Hadiri Mubadalah Postgraduate Forum 2022, Dosen KPI STAI Sunan Pandanaran Presentasikan Papernya

23 November 2022, 00:28 WIB
Hadiri Mubadalah Postgraduate Forum 2022, Dosen KPI STAI Sunan Pandanaran Presentasikan Papernya /yogyaupdate/

NASIONAL - Salah satu agenda Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) kedua adalah acara Mubadalah Postgraduate Forum 2022 di UIN Walisongo Semarang.

Acara yang digelar pada 21-23 November 2022 ini dihadiri berbagai kalangan, termasuk dosen Program Studi (Prodi) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta. 

Dosen Prodi KPI STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta itu adalah Arina Rahmatika yang hadir mempresentasikan papernya pada 22 November 2022.

Baca Juga: Mayoritas Penduduk Surga Ternyata Kaum Perempuan Kata Syekh Yusri Mesir

 

Sebagai informasi, KUPI kedua dilaksanakan di UIN Walisongo Semarang dan Pondok Pesantren Hasyim Asy'ari Bangsri Jepara.

Dalam Mubadalah Postgraduate Forum 2022, Dosen KPI STAI Sunan Pandanaran mempresentasikan papernya berjudul 'Narasi Kekerasan Seksual di Pondok Pesantren: Studi Etnografi Virtual di Instagram Komunitas Front Santri Melawan Kekerasan Seksual (For Mujeres)'.

Arina menjelaskan bahwa For Mujeres adalah kelompok santri yang mencoba membangun kekuatan yang terorganisir untuk menghapus kekerasan seksual khususnya di lingkungan pondok pesantren.

"Fokus kajian penelitian ini berupa studi etnografi virtual terkait kekerasan seksual di pondok pesantren, yang diambil dari berbagai konten di media Instagram For Mujeres," tegasnya.

Baca Juga: Sayyidah Zainab Cucu Rasulullah, Perempuan yang Diberi Nama Langsung oleh Allah Melalui Malaikat Jibril

Penelitian ini, katanya, bertujuan untuk mengidentifikasi fenomena dan narasi kekerasan seksual di pondok pesantren yang dilihat dari diagnosis, prognosis, dan motivasional.

"Narasi yang dihasilkan oleh For Mujeres di Instagram berupa narasi-narasi alternatif mengenai wacana kekerasan seksual di pondok pesantren sehingga wacana ini dapat lebih didengar oleh khalayak dan menjadi issue utama di masyarakat," tegas perempuan yang juga aktivis ini.

Selain itu, katanya, konten-konten yang dihasilkan mayoritas menyebarkan kesadaran tentang kekerasan seksual dan mendobrak konservatisme, misogini dan pandangan heteronormatif di lingkungan pesantren.

"Termasuk mendobrak isu kekerasan seksual yang dianggap sensitive dan dinilai dapat merusak citra pondok pesantren," katanya.

Arina Rahmatika adalah alumnus S1 dan S2 UIN Sunan Kalijaga Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia menjadi dosen di STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta.

Baca Juga: Bukan Sebatas Jalur Laki-laki, Nasab Perempuan Juga Termasuk Keluarga Nabi Kata Syekh Yusri Mesir

Selain itu, Arina juga seorang peneliti dengan latar belakang komunikasi, media dan budaya, serta memiliki ketertarikan pada isu-isu perempuan.

Penelitian terbaru yang telah ia lakukan adalah 'Perempuan dan Narasi Perdamaian di Ruang Digital: Analisis pada Akun Instagram Srikandi Lintas Iman'.

Disamping Arina Rahmatika, hadir juga dosen STAI Sunan Pandanaran yang bernama Fina Ulya dari Prodi Ilmu Tasawuf. 

Dalam papernya, Fina Ulya mempresentasikan karyanya berjudul 'Shalawat Mubadalah dan Spirit Pembebasan: Tinjauan Analisis Wacana Kritis'.

Dalam analisisnya, Fina menegaskan bahwa penelitiannya ini menganalisis shalawat mubadalah menggunakan analisis wacana kritis.

"Shalawat mubadalah diciptakan oleh Faqihuddin Abdul Kodir untuk membumikan kesadaran kesalingan dalam rumah tangga," katanya.

Baca Juga: Ketika Seorang Perempuan Minta Didoakan Gus Baha agar Suaminya Jadi Kaya, Nasihat Gus Baha justru Mengejutkan

Menurutnya, ada tiga dimensi yang menarik untuk dibahas, yaitu: 1) dimensi teks bahasa sebagai piranti linguistik yang di dalamnya tersembunyi ideologi dan kekuasaan, 2) dimensi praksis wacana sebagai interpretasi teks dan interpretasi konteks, 3) dimensi praksis sosiokultural di mana wacana ditentukan oleh proses sosial dan praktis sosial.

"Sebagai sebuah ide yang jarang digunakan oleh pemikir muslim lainnya, Shalawat Mubadalah hadir dalam masyarakat yang masih berkubang dalam tradisi, budaya, dan pemahaman keagamaan yang didominasi oleh ‘hegemoni’ patriarki," tegasnya.

Shalawat Mubadalah, lanjutnya, berupaya memposisikan diri sebagai agen untuk membebaskan manusia dari pakem relasi subjek-objek dalam rumah tangga menjadi relasi subjek-subjek.

Fina Ulya lahir di Klaten, Jawa Tengah. Pendidikan S1 diselesaikan di program Aqidah dan Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sementara S2 diselesaikan di kampus yang sama pada Pendidikan Agama dan Filsafat Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Baca Juga: Kisah Imam Abu Hanifah Dikalahkan oleh Seorang Anak Kecil dan Seorang Perempuan, Pelajaran dari Orang Biasa

Ia berminat pada kajian keislaman, Gender, Isu lingkungan. Di antara karyanya adalah “Shift: Identitas, Spiritualitas dan Lifestyle Generasi Millenial”, “Poster: Media Dakwah Pemuda Hijrah”, “Hijrah Ekonomi Komunitas X Bank”.*** 

Editor: Amrullah

Tags

Terkini

Terpopuler