3 Cara Penyerapan Hukum Islam dalam Hukum Negara Menurut Gus Hilmy

- 20 November 2022, 12:27 WIB
3 Cara Penyerapan Hukum Islam dalam Hukum Negara Menurut Gus Hilmy
3 Cara Penyerapan Hukum Islam dalam Hukum Negara Menurut Gus Hilmy /beritabantul/

NASIONAL - Katib Syuriah PBNU, Dr KH Hilmy Muhammad menjelaskan tiga cara penyerapan hukum Islam dalam hukum negara. 

Tiga cara penyerapan itu adalah formalisasi, substansi, esensial (jauhariyah).

Penegasan pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta itu disampaikan dalam Halaqoh Fiqih Peradaban bertemakan ''Fiqih dan Tasawuf dalam Kehidupan Bernegara'.

Baca Juga: Rahasia Pancasila Sesuai Syariat Islam Menurut Pakar Ushul Fiqih

Acara yang dilaksanakan pada 13 November 2022 di Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan itu juga dihadiri Wakil Rais Aam PBNU, KH Afifuddin Muhajir. 

Menurut Gus Hilmy, sapaannya, NU melalui Muktamar 32 di Makassar, telah memungkinkan melakukan penyerapan hukum Islam dalam hukum negara melalui tiga cara, yaitu formalisasi, substansi, esensial (jauhariyah).

“Formalisasi berarti menjadikan hukum syariat sebagai hukum formal negara, seperti haji , zakat , dan sebagainya," katanya.

Sementara substansi, lanjutnya, berarti larangan di dalam agama dijadikan aturan meskipun tidak menggunakan istilah agama, seperti larangan narkoba, pornografi, dan sebagainya.

"Dan yang terakhir adalah esensial, seperti hukum yang ada di masyarakat meski tidak tertulis dan formal. Ketiganya menjadi urutan penerapan hukum kita,” ungkap pria yang juga anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tersebut.

Baca Juga: Ciri Utama Demokrasi Pancasila di Indonesia menurut Gus Hilmy

Dalam halaqoh ini, Gus Hilmy juga menjelaskan bahwa agama dan kekuasaan punya sisi yang saling bersinergi dan bekerjasama, karena keduanya seperti anak kembar. 

Agama menjadi dasar atau pondasi bagi kekuasaan, sementara kekuasaan menjadi penjaga bagi agama. 

Makanya, keduanya harus saling bersinergi dan bekerjasama. 

Apa yang ditegaskan Gus Hilmy, sapaan akrabnya, adalah mengutip pendapat Imam Al Ghazali. Baginya, agama seperti dasar atau pondasi, sementara kekuasaan seperti penjaga.

“Sesuatu yang tidak memiliki dasar akan mudah roboh, sesuatu yang tidak dijaga akan mudah hilang. Jadi ada kepentingan dari agama dan negara yang saling membutuhkan," jelas Gus Hilmy yang juga Katib Syuriah PBNU.

Baca Juga: Begini Penjelasan Gus Baha tentang Ijtihad Menjadi Orang Kaya

Menurutnya, agama tanpa negara, tidak bisa dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

"Sementara kekuasaan tanpa agama akan berjalan semaunya sendiri dan ngawur,” kata Gus Hilmy yang juga pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta.

Islam sendiri, dalam pandangan Gus Hilmy, tidak memiliki satu sistem pemerintah tertentu.

Namun di Indonesia, katanya, sistem demokrasi yang dianut diadopsi sebagai sistem negara tetapi didasari dengan keagamaan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Islam juga tidak memiliki konsep nation state.

“Meski tidak memiliki konsep sistem kenegaraan, tetapi Islam memberikan syarat-syarat bagi suatu kepemimpinan," tegasnya.

Gus Hilmy memberikan tamsil dengan yang dilakukan secara adil dan amanah.

Baca Juga: Gus Baha Ceritakan Kisah Menarik di Balik Qulhu, Keutamaan Surah Al Ikhlas

"Melalui pengambilan keputusan yang dihasilkan dari musyawarah, dan tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat,” jelas pria yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut.

Dalam acara Halaqoh Fikih Peradaban ini, hadir juga pengasuh Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan, KH Idris Hamid.***

Editor: Amrullah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah