Bagaimana Hukum Musik dalam Islam? Inilah Uraian yang Sederhana perihal Musik

30 Agustus 2022, 09:02 WIB
Bagaimana hukum musik dalam Islam? /stevepb/pixabay/pixabay.com

BERITA BANTUL – Bagaimana hukum musik dalam Islam? Inilah uraian yang sederhana perihal musik.

Banyak ulama fikih yang mengharamkan nyanyian dan tarian. Alat-alat yang digunakan mengiringi nyanyian juga mereka haramkan.

Nyanyian dan tarian, kata mereka, adalah tradisi orang-orang kafir.

Fatwa-fatwa mereka menyebutkan bahwa mendengarkan musik dan menikmatinya adalah suatu kemaksiatan, suatu dosa besar.

Baca Juga: Kisah Anas bin Malik, sang Pelayan Rasulullah, yang berhadapan dengan Al Hajjaj bin Yusuf, sang Gubernur Zalim

السِّمَاعُ فِسْقٌ وَالتَّلَذُّذُ بِهَا كُفْرٌ

Mendengarkan musik merupakan perilaku buruk dan menikmatinya adalah kekufuran.

Bunyi seruling itu tiupan mulut setan, iblis yang selalu mengajak untuk menarik hasrat-hasrat rendah, menipu melalaikan dan mencelakakan. Itu yang mereka katakan.

Berbeda dengan mereka, Imam Al-Ghazali, sang sufi terbesar, justru memberi apresiasi demikian tinggi atasnya.

Dia menyanpaikan kata-kata indah seperti ini:

مَنْ لَمْ يُحَرِّكْهُ الرَّبِيْعُ وَأَزْهَارُهُ، وَالْعُودُ وَأَوْتَارُهَ، فَهُوَ فَاسِدُ الْمِزَاجِ، لَيْسَ لَهُ عَلَاجٌ

Orang yang jiwanya tak tergerak oleh semilir angin, bunga-bunga, dan suara seruling musim semi, ialah yang kehilangan jiwanya yang sulit terobati.

Baca Juga: Kisah Ibrahim bin Adham dan Persahabatannya dengan Sahl Al Tustari; Potret Keluhuran Akhlak yang Terpuji

Bagi Imam Al-Ghazali, musik dapat meningkatkan gairah jiwa. Ia mengajak para pembacanya untuk merenungkan suara-suara burung nuri atau burung-burung yang lain.

Suara-suara itu begitu indah, merdu, dan menciptakan kedamaian di hati pendengarnya.

Seruling yang ditiup, piano yang ditekan satu-satu, biola yang digesek-gesek, atau rebana yang ditabuh adalah suara-suara.

Suara-suara ini hadir mengekspresikan lubuk hati yang dalam. Suara-suara itu tak ada bedanya dengan nyanyian para penyanyi. Kata Imam Al-Ghazali:

فَسِمَاعُ هَذِهِ الْاَصْوَاتِ يَسْتَحِيْلُ اَنْ يُحَرَّمَ لِكَوْنِهَا طَيِّبَةٌ اَوْ مَوْزُوْنَةٌ فَلاَ ذَاهِبٌ اِلَى تَحْرِيْمِ صَوْتِ الْعَنْدَلِيْبِ وَسَائِرِ الطُّيُوْرِ. وَلَا فَرْقَ بَيْنَ حَنْجَرَةٍ وَحَنْجَرَةٍ وَلَا بَيْنَ جَمَادٍ وَحَيَوَانٍ. فَيَنْبَغِى اَنْ يُقَاسَ عَلى صَوْتِ الْعَنْدَلِيبِ وَالْاَصْوَاتِ الْخَارِجَةِ مِنْ سَائِرِ الْاَجْسَامِ بِاخْتِيَارِ الْآدَمِي كَا لَّذِى يَخْرُجُ مِنْ حَلَقِهِ اَوْ مِنْ الْقَضِيْبِ وَالطِّبْلِ وَالدُّفِّ وَغَيْرِهِ

Mendengarkan suara-suara ini mustahil haram. Bagaimanapun ia adalah suara-suara yang indah dan berirama. Tak seorang pun yang mengharamkan suara burung nuri dan burung-burung yang lain. Tak ada beda antara tenggorokan satu dengan tenggorokan yang lain, antara benda tak bergerak dan binatang. Maka, seyogianya suara burung nuri disamakan suara-suara manusia, atau suara-suara bambu, genderang, rebana, dan lain-lain.

Baca Juga: Pendapat Ibn Rusyd tentang Keutamaan Perempuan yang Dikutipnya dari Plato

Di tempat lain, Imam Al-Ghazali mengatakan dengan penuh kearifan, “Mendengarkan musik penting bagi seorang yang hatinya dikuasai oleh cinta kepada Tuhan, supaya api cintanya berkobar-kobar. Akan tetapi, bagi orang yang hatinya dipenuhi cinta hasrat duniawi yang fana, mendengarkan musik merupakan racun yang mematikan, dan karena itu haram.”

Kata-kata Imam Al-Ghazali ini ingin menjelaskan bahwa tidak semua jenis musik dan alat-alat yang digunakannya adalah haram, sebagaimana pandangan para ulama fikih.

Itu sangat tergantung pada motif. Jika gairah akan keindahan dari musik itu diarahkan kepada Tuhan, gairah cinta kepada-Nya akan semakin kuat.

Musik adalah tangga jiwa menuju Tuhan. Akan tetapi, jika ia diarahkan untuk hasrat-hasrat duniawi, ia akan mengarahkan kepada rangsangan-rangsangan keburukan dan kejahatan.

Tokoh sufi lain yang menghubungkan musik dengan spiritualitas Islam adalah Ruzbihan Baqli Syirazi.

Baca Juga: Imam Malik bin Anas dan Pemikirannya tentang Tradisi Lokal yang Menjadi Dasar Pijakan Mazhab Fikihnya

Dalam “Risalah Al-Quds”, dia menjelaskan signifikansi musik, kriteria orang-orang yang boleh mendengarkan, dan jenis musik yang pantas untuk dimainkan dan didengarkan.

Intelektual muslim modern terkemuka, seorang perenialis, Seyyed Hossein Nasr, mengemukakan bahwa musik di dunia Islam adalah salah satu media paling universal dan berpengaruh untuk mengekspresikan hal yang terkandung di dalam inti Islam, yakni perwujudan Keindahan Wajah Tuhan dan kepasrahan pada Sang Realitas ini, Realitas yang sekaligus adalah Keindahan dan Kedamaian, Kasih Sayang dan Cinta itu sendiri.

Bagi kaum sufi, musik berfungsi menenangkan pikiran dari beban urusan kemanusiaan, menghibur kecenderungan alamiah manusia, dan menstimulasinya untuk melihat rahasia ketuhanan (asrar rabbani).

Inilah ungkapan Sa’duddin Hamuyah:

Ketika hati menikmati konser musik spiritual

Ia merasakan kehadiran Sang Kekasih

Membawa jiwa ke ruang rahasia-rahasia-Nya

Melodi adalah tunggangan jiwamu

Ia membimbingmu dengan riang

Ke dunia Sang Sahabat

Baca Juga: Umat Islam Sering Berkonflik dan Bertengkar, Begini Sebabnya Menurut Abdullah bin Abbas

Tulisan ini dilansir dari status Husein Muhammad di akun Facebook pribadinya pada 24 November 2019.***

Editor: Joko W

Sumber: Facebook

Tags

Terkini

Terpopuler